Sunday, January 22, 2017

Ring Worm



Kondisi geografis Indonesia yang merupakan daerah tropis dengan suhu dan kelembapan yang tinggi dapat memudahkan tumbuhnya jamur, sehingga infeksi oleh karena jamur pada hewan umunya dan khususnya sapi di Indonesia banyak ditemukan. Hal ini juga didukung oleh data NADIS (National Disease Information Service) yang menunjukkan bahwa musim dingin terutama dalam keadaan basah dapat meningkatkan kejadian penyakit kulit sapi. Ringworm merupakan salah satu penyakit kulit yang oaling umum pada sapi.
Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh jamur pada bagian superficial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, rambut, kuku dan tanduk). Penyakit kulit ini pada ternak tidak berakibat fatal namun dapat menurunkan nilai ekonomis ternak. Ringworm juga dapat menular antar sesama hewan dan hewan dengan manusia. Penyakit ini sering dijumpai pada hewan yang dipelihara secara bersama-sama dan merupakan penyakit mikotik yang tertua di dunia.
Penyakit kulit ini dinamakan ringworm karena pernah diduga penyebabnya adalah worm dan karena gejalanya dimulai dengan adanya peradangan pada permukaan kulit yang bila dibiarkan akan meluas secara melingkar seperti cincin. Maka dinamai ringworm. Meskipun sekarang telah diketahui bahwa penyebab penyakit adalah jamur tetapi akhirnya pemakaian istilah ringworm tetap dipakai sampai sekarang.
Penularan dari hewan ke manusia (zoonosis) dilaporkan pada tahun 1820 dari sapi ke manusia. Hewan yang terserang umumnyahewan piaran seperti anjing, babi, domba, kucing,, kuda, kambing, sapi dan hewan lainnya. Namun yang pa;ing utama adalah sapi, anjing dan kucing. Ketiga hewan ini merupakan masalah penting untuk manusia karena sifat zoonosisnya. Trichopyton spp dan Microsporum spp, merupakan 2 jenis jamur yang menjadi penyebab utama ringworm pada hewan. Di Indonesia sendiri hewan yang paling banyak terserang adalah anjing, kucing dan sapi.   


1.     Pengertian Ringworm
Ringworm adalah penyakit kulit yang bersifat superfisial, meliputi lapisan keratin kulit dan apendiksnya (rambut, kuku san sayap), yang disebabkan oleh golongan jamur. Penetrasi jamur pada lapisan kulit dapat menembus semua lapisan kulit, namun umumnya terbatas pada stratum korneum. Menurut predileksi pada manusia, ringworm dibagi menjadi ringworm kulit kepala (tinea capitis), ringworm lipat paha (Tinea cruris), dan ringworm kaki (Tinea pedis). Berhubung ringworm secara spesifik disebabkan oleh kelompok jamur berbentuk miselium dan bersifat keratofilik, maka lebih banyak ahli memilih istilah dermatofitosis (dermatophytosis) dibandingkan dengan dermatomikosis yang meliputi semua infeksi jamur pada kulit.

2.     Etiologi dan Penyebab

Penyebab ringworm pada sapi adalah jamur dermatofit yaitu jamur dari genus Trichophyton dan spesies Trichophyton verrucosum, T. mentagrophytes dan T. megninii  Di negara-negara yang beriklim tropis atau dingin, kejadian ringworm lebih sering, karenadalam bulan-bulan musim dingin, hewan selain kurang menerima sinar matahari secaralangsung, juga sering bersama - sama di kandang, sehingga kontak langsung di antara sesamaindividu lebih banyak terjadi. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena kontak langsung dengan hewan atau patahan bulu yang terinfeksi.
Ada dua genera jamur penting sebagai penyebab ringworm secara umum, yakni Microsporum dan Trichophyton sp. Pada tinea capitis, jenis (spesies) Microspora sp. yang paling sering ditemukan adalah M. canis, sedangan jamu lain yang ditemukan adalah T. tonsurans,T. violaceum, M. gypseum, T. verrucosum, T. mentagrophytes var. granulosum dan yang amat jarang adalah M. audouinii.
               

Gambar 1. Hipsa T. verrucosum
Pada tinea cruris, selain Microspora sp. dan Trichophyton sp. dapat juga disebabkan oleh Epydermophyton floccosum. M. canis umumnya bertindak sebagai penyebab ringworm di bagian tubuh, sedangkan E. floccosum lebih sering ditemukan pada bagian lipatan paha. Jenis Trichophyton yang dapat menyebabkan tinea cruris adalah T. mentagrophytes, T. violaceum, T. tonsurans, T. rubrum, T. verrucosum, dan T. equinum. Penyebab tinea pedis umumnya adalah Trichophyton floccosum.

3.     Penyebaran

Ringworm ditemukan pada hampir semua penjuru dunia. Pada waktu wabah Ringworm terjadi pada sapi perah asal Australia di Kabupaten Boyolali (1980-an), beberapa pekerja kandang dilaporkan ikut tertular.

      4.     Sumber dan Penularan
Berdasarkan habitat, jamur penyebab ringworm dikelompokan menjadi jamur geofilik (di tanah), zoofilik (pada hewan) dan anthropofilik (pada manusia). Ketiga kelompok jamur ini dapat menular antar-hewan, antar-manusia, dari tanah ke hewan atau manusi, dan dari hewan ke manusia atau sebaliknya.
Sumber penular tinea capitis dan tinea cruris umunya hewan (anjing, kucing), manusia dan tanah yang tercemar. M. canis dapt ditemukan pada anjing dan kucing, sedangkan M. verrucosum umumnya ditemukan pada sapi. Pada kuda dapat ditemukan T. equinum, sedangkan pada tikus dan kangguru dapat ditemukan pada babi, sedangkan M. gypseum ditemukan di tanah. Pada tinea pedis, sumber penular utama adalah manusia, hanya kadang-kadang saja hewan. Sebagai penyebab tinea pedis adalah T. mentagrophytes var. interdigitale, T. rubrum dan E. floccosum.
Baik tinea capitis, tinea cruris maupun tinea pedis, umunya menular secara kontak langsung antara manusia dsn hewa tertular atau tanah dan barang-barang tercemar. Pada hewan, penularan oleh jamur-jamur ini tidak selalu diikuti dengan lesi kulit. Pada tinea cruris, penularan dapat pula terjadi lewat peralatan kamar mandi seperti bath tub.
Pada hewan, penularan secara kontak langsung umumnya terjadi pada hewan yang dikandangkan dalam jumlah banyak di ruang terbatas, misalnya sapi yang dipelihara dengan sistem feed-lot.

      5.      Patogenesa Penyakit

Ringworm hanya dapat tumbuh pada jaringan yang mengandung keratin seperti kulit, rambut dan kuku. Hal ini disebabkan karena Ringworm menggunakan keratin sebagai sumber makanan (keratinophilic/ keratinofilik). Ringworm menghasilkan enzim seperti asam proteinase, elastase, keratinase dan proteinase lain yang merupakan penyebab keratinolisis/keratinolytic. Ringworm pada sapi lebih banyak diderita oleh hewan muda daripada yang deasa. Hal ini disebabkan karena pada hewan dewasa telah terbentuk kekebalan. Perubahan klinis dimulai dengan eritrema, kemudian diikuti dengan eksudasi, panas setempat dan terjadinya alopecia. Karena jamur tidak tahan dalam suasana radang, jamur berusaha meluas ke pinggir lesi, hingga akhirnya terbentuk lesi yang berupa lesi yang bulat atau sirkuler berwarna coklat kekuningan, dengan bagian tengahnya mengalami kesembuhan.

    Gambar 2. Lesi Ringworm pada sapi.
Infeksi virus menyebabkan viraemia. Selanjutnya virus akan bersarang dalam berbagai organ tubuh. Tergantung pada organ yang paling berat menderita, manifestasi klinisnya berupa bentuk-bentuk respiratorik, konjungtival, genital dan keluron, ensefalik (syaraf) dan neonatal.
Beratnya penyakit tergantung pada berbagai faktor anatara lain pada galur virus, jumlah virus dan frekuensi infeksi, derajat kekebalan penderita, pengelolaan peternakan dan sebagainya.


      6.       Gejala Klinis

Pada sapi di bagian  permukaan kulit dan bulu yang terinfeksi akan ditemukan adanya lesi berbentuk bulatan-bulatan seperti cincin dalam berbagai ukuran dan berwarna keputih-putihan, yang dalam keadaan intensif dapat disertai dengan adanya kerak-kerak peradngan dan kerontokan bulu. Lesi ini dapat ditemukan pula di daerah kepala, leher dan bahu. Pada sapi tidak dijumpai tanda-tanda kegatalan, hewan yang parah tubuhnya sangat kurus dan tidak nafsu makan.

Gambar 3. Seekor sapi yang terserang ringworm. Perhatikan jejas kulit di leher dan kepalanya.



7.        Diagnosa

Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan seperti infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan adanya bentuk cincin pada daerah yang terinfeksi dan tidak adanya tanda-tanda kegatalan dapat memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit ringworm. Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratrium diperlukan sampel kerokan kulit, serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan pemeriksaan langsung dengan mikroskop atau dengan membuat biakan pada media. Pemeriksaan langsung mikroskop dengan cara membuat preparat native yang diberikan potasium hydroxide (KOH) 10% kemudian diamati dengan mikropkop cahaya dengan pembesaran 100x dan 400x. Pada biakan/kultur media, sampel yang diambil dari hewan suspect ringworm diberikan KOH 20% dan ditumbuhkan pada media Saboraud Glucose Agar (SGA) yang ditambah chloramphenicol dan cycloheximide untuk menghambat kontaminasi bakteri dan jamur saprofic. Media di inkubasi selama 4 minggu dengan temperatur 28 samapai 30˚C.
Baik pada hewan maupun manusia, Microspora sp. dapat ditunjukkan dengan adanya fluorescent pada rambut apabila disinari dengan lampu wood. Perlu diperhatikan bahwa fluorescent tidak terlihat pada Trichophyton sp. oleh karena itu, hasil negatif fluorescent hanya berarti negatif untuk Microspora sp.
Kerokan kulit dan potongan rambut untuk pemeriksaan mikroskopik secara langsung dilakukan dengan menambahkan KOH 10%, sedangkan untuk kultur sebaiknya bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam amplop kertas diberi label yang jelas dan tidak di dalam botol.
Identifikasi jenis jamur yang bertanggung jawab sebagai penyebab penyakit didasarkan atas bentuk koloni, morfologi secara mikroskopik dan kebutuhan nutrisi jamur.



8.     Pencegahan  dan Pengobatan Penyakit
Meski seacara alamiah dapat sembuh sendiri namun oengobatan pada hewan penderita harus dilakukan. Mekanisme secara alamiah untuk menghilangkan infeksi ringworm dapat terjadi akibat berhentinya produksi keratin sebagai akibat dari reaksi peradangan. Terdapatbeberapa kelompok obat dengan berbagai cara dapat dipakai untuk menghilangkan ringworm, yaitu obat iritan bekerja untuk membuat reaksi radang sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit, obat keratolitik bekerja untuk menghilangkan ringworm yang hidup pada stratum korneum dan obat fungisidal yang secara langsung merusak dan membunuh ringworm. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal.pengobatan yang sebaiknya diberikan adalah kombinasi dari pengobatan secara sistemik dan topikal hanya saja relatif mahal. Secara sistemik dapat diberikan preparat griseofulvin dengan dosis 7.5 – 10 mg/kg secaar PO satu kali sehari. Secara topikal menggunakan mikonazol 2% atau salep yang mengandung asam benzoat 6 gram, asam salisilat 3 gram, sulfur 5 gram, iodine 4 gram dan vaseline 100 gram.
Salah satu cara yang efektif untuk pencegahan adalah meningkatakan kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana pemeliharaan. Kandang sapi harus sering dijaga kebersihannya dengan membersihkan secara teratur, sapi diberikan konsentrat, rumput dan vitamin seperlunya. Kebersihan lingkungan/kandang dapat dijaga dengan cara mendesinfektan kandang. Selain itu kebersihan hewan juga harus dijaga dan mencegah kontak langsung dengan hewan terinfeksi. Vaksinasi dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ringworm. Mekanisme kerja vaksin adalah pengaktifan sel Th1 yang merangsang Cellular Mediated Immunity (CMI) yang ditandai dengan pelepasan cytokines interferon-c (IFN-c), interleukin 12 (IL-12) dan IL-2 oleh sel epitel skuamosa yang merupakan sel utama epidermis. Vaksinasi adalah pencegahan yang baik pula, namun relatif mahal. 
Hewan terserang ringworm sebaiknya diisolasi untuk mengurangi kesempatan kontak dengan manusia atau hewan lain. Peralatan yang digunakan untuk merawat hewan, misalnya sikat, tali dsb direndam dalam air panas atau diganti dengan yang baru apabila hewan telah sembuh.
Pada manusia, griseovulvin per os dapat diberikan untuk jangka waktu 28 hari. Secara topikal dapat diberikan fungisida seperti miconazole, clotrimazole, atau tolnaftate. Pada anjing, griseovulvin juga membrikan kesembuhan yang baik.


9.     Terapi
Penderita sedapat mungkin diisolasi. Selanjutnya pemberian antibiotika berspektrum luas untuk melawan kuman penyebab infeksi sekunder. Pengobatan suportif misalnya cairan elektrolit, vitamin perlu pula dipertimbangkan. Secara simtomatik preparat aspirin dapat diberikan. Preparat kortikosteroid merupakan kontra indikasi karena akan memperhebat pertumbuhan virus. Juga dalam keadaan laten preparat kortikosteroid dapat menyebabkan aktivitas virus yang meningkat.



0 komentar:

Post a Comment