Kondisi geografis Indonesia yang merupakan daerah tropis
dengan suhu dan kelembapan yang tinggi dapat memudahkan tumbuhnya jamur,
sehingga infeksi oleh karena jamur pada hewan umunya dan khususnya sapi di
Indonesia banyak ditemukan. Hal ini juga didukung oleh data NADIS (National
Disease Information Service) yang menunjukkan bahwa musim dingin terutama dalam
keadaan basah dapat meningkatkan kejadian penyakit kulit sapi. Ringworm
merupakan salah satu penyakit kulit yang oaling umum pada sapi.
Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh jamur
pada bagian superficial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin
(bulu, rambut, kuku dan tanduk). Penyakit kulit ini pada ternak tidak berakibat
fatal namun dapat menurunkan nilai ekonomis ternak. Ringworm juga dapat menular
antar sesama hewan dan hewan dengan manusia. Penyakit ini sering dijumpai pada
hewan yang dipelihara secara bersama-sama dan merupakan penyakit mikotik yang
tertua di dunia.
Penyakit kulit ini dinamakan ringworm karena pernah
diduga penyebabnya adalah worm dan karena gejalanya dimulai dengan adanya
peradangan pada permukaan kulit yang bila dibiarkan akan meluas secara
melingkar seperti cincin. Maka dinamai ringworm. Meskipun sekarang telah diketahui
bahwa penyebab penyakit adalah jamur tetapi akhirnya pemakaian istilah ringworm
tetap dipakai sampai sekarang.
Penularan dari hewan ke manusia (zoonosis) dilaporkan
pada tahun 1820 dari sapi ke manusia. Hewan yang terserang umumnyahewan piaran
seperti anjing, babi, domba, kucing,, kuda, kambing, sapi dan hewan lainnya.
Namun yang pa;ing utama adalah sapi, anjing dan kucing. Ketiga hewan ini
merupakan masalah penting untuk manusia karena sifat zoonosisnya. Trichopyton
spp dan Microsporum spp, merupakan 2 jenis jamur yang menjadi penyebab utama
ringworm pada hewan. Di Indonesia sendiri hewan yang paling banyak terserang
adalah anjing, kucing dan sapi.
1. Pengertian Ringworm
Ringworm adalah penyakit kulit yang bersifat superfisial, meliputi lapisan
keratin kulit dan apendiksnya (rambut, kuku san sayap), yang disebabkan oleh
golongan jamur. Penetrasi jamur pada lapisan kulit dapat menembus semua lapisan
kulit, namun umumnya terbatas pada stratum korneum. Menurut predileksi pada
manusia, ringworm dibagi menjadi ringworm kulit kepala (tinea capitis),
ringworm lipat paha (Tinea cruris), dan ringworm kaki (Tinea pedis). Berhubung ringworm secara
spesifik disebabkan oleh kelompok jamur berbentuk miselium dan bersifat
keratofilik, maka lebih banyak ahli memilih istilah dermatofitosis (dermatophytosis)
dibandingkan dengan dermatomikosis yang meliputi semua infeksi jamur pada
kulit.
2. Etiologi dan
Penyebab
Penyebab ringworm pada sapi adalah jamur dermatofit yaitu jamur dari genus Trichophyton dan spesies Trichophyton
verrucosum, T. mentagrophytes dan
T. megninii Di negara-negara yang beriklim tropis atau
dingin, kejadian ringworm lebih sering, karenadalam bulan-bulan musim dingin,
hewan selain kurang menerima sinar matahari secaralangsung, juga sering bersama
- sama di kandang, sehingga kontak langsung di antara sesamaindividu lebih
banyak terjadi. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena kontak langsung dengan hewan atau patahan bulu yang terinfeksi.
Ada dua genera
jamur penting sebagai penyebab ringworm secara umum, yakni Microsporum dan Trichophyton
sp. Pada tinea capitis, jenis
(spesies) Microspora sp. yang paling
sering ditemukan adalah M. canis,
sedangan jamu lain yang ditemukan adalah T.
tonsurans,T. violaceum, M. gypseum, T. verrucosum, T. mentagrophytes var.
granulosum dan yang amat jarang adalah M.
audouinii.
Gambar 1. Hipsa T. verrucosum
Pada tinea cruris, selain Microspora sp. dan Trichophyton sp. dapat juga disebabkan oleh Epydermophyton floccosum. M. canis umumnya bertindak sebagai
penyebab ringworm di bagian tubuh, sedangkan E. floccosum lebih sering ditemukan pada bagian lipatan paha. Jenis Trichophyton yang dapat
menyebabkan tinea cruris adalah T. mentagrophytes, T. violaceum, T.
tonsurans, T. rubrum, T. verrucosum, dan T. equinum. Penyebab tinea
pedis umumnya adalah Trichophyton
floccosum.
3. Penyebaran
Ringworm
ditemukan pada hampir semua penjuru dunia. Pada waktu wabah Ringworm terjadi
pada sapi perah asal Australia di Kabupaten Boyolali (1980-an), beberapa
pekerja kandang dilaporkan ikut tertular.
4. Sumber dan Penularan
Berdasarkan
habitat, jamur penyebab ringworm dikelompokan menjadi jamur geofilik (di
tanah), zoofilik (pada hewan) dan anthropofilik (pada manusia). Ketiga kelompok
jamur ini dapat menular antar-hewan, antar-manusia, dari tanah ke hewan atau
manusi, dan dari hewan ke manusia atau sebaliknya.
Sumber
penular tinea capitis dan tinea cruris umunya hewan (anjing,
kucing), manusia dan tanah yang tercemar. M.
canis dapt ditemukan pada anjing dan kucing, sedangkan M. verrucosum umumnya ditemukan pada sapi. Pada kuda dapat
ditemukan T. equinum, sedangkan pada
tikus dan kangguru dapat ditemukan pada babi, sedangkan M. gypseum ditemukan di tanah. Pada tinea pedis, sumber penular
utama adalah manusia, hanya kadang-kadang saja hewan. Sebagai penyebab tinea pedis adalah T. mentagrophytes var. interdigitale, T. rubrum dan E. floccosum.
Baik tinea capitis, tinea cruris maupun tinea pedis, umunya menular secara
kontak langsung antara manusia dsn hewa tertular atau tanah dan barang-barang
tercemar. Pada hewan, penularan oleh jamur-jamur ini tidak selalu diikuti
dengan lesi kulit. Pada tinea cruris,
penularan dapat pula terjadi lewat peralatan kamar mandi seperti bath tub.
Pada
hewan, penularan secara kontak langsung umumnya terjadi pada hewan yang
dikandangkan dalam jumlah banyak di ruang terbatas, misalnya sapi yang
dipelihara dengan sistem feed-lot.
5. Patogenesa Penyakit
Ringworm hanya dapat tumbuh pada jaringan yang mengandung keratin seperti
kulit, rambut dan kuku. Hal ini disebabkan karena Ringworm menggunakan keratin
sebagai sumber makanan (keratinophilic/ keratinofilik). Ringworm menghasilkan
enzim seperti asam proteinase, elastase, keratinase dan proteinase lain yang
merupakan penyebab keratinolisis/keratinolytic. Ringworm pada sapi lebih banyak
diderita oleh hewan muda daripada yang deasa. Hal ini disebabkan karena pada
hewan dewasa telah terbentuk kekebalan. Perubahan klinis dimulai dengan
eritrema, kemudian diikuti dengan eksudasi, panas setempat dan terjadinya
alopecia. Karena jamur tidak tahan dalam suasana radang, jamur berusaha meluas
ke pinggir lesi, hingga akhirnya terbentuk lesi yang berupa lesi yang bulat
atau sirkuler berwarna coklat kekuningan, dengan bagian tengahnya mengalami
kesembuhan.
Gambar 2. Lesi Ringworm pada sapi.
Infeksi virus menyebabkan viraemia. Selanjutnya virus akan bersarang dalam
berbagai organ tubuh. Tergantung pada organ yang paling berat menderita,
manifestasi klinisnya berupa bentuk-bentuk respiratorik, konjungtival, genital
dan keluron, ensefalik (syaraf) dan neonatal.
Beratnya penyakit tergantung pada berbagai faktor anatara lain pada galur
virus, jumlah virus dan frekuensi infeksi, derajat kekebalan penderita,
pengelolaan peternakan dan sebagainya.
6. Gejala Klinis
Pada sapi di bagian
permukaan kulit dan bulu yang terinfeksi akan ditemukan adanya lesi
berbentuk bulatan-bulatan seperti cincin dalam berbagai ukuran dan berwarna
keputih-putihan, yang dalam keadaan intensif dapat disertai dengan adanya
kerak-kerak peradngan dan kerontokan bulu. Lesi ini dapat ditemukan pula di
daerah kepala, leher dan bahu. Pada sapi tidak dijumpai tanda-tanda kegatalan,
hewan yang parah tubuhnya sangat kurus dan tidak nafsu makan.
Gambar 3. Seekor sapi yang terserang ringworm. Perhatikan
jejas kulit di leher dan kepalanya.
7. Diagnosa
Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang
diperlihatkan seperti infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan
adanya bentuk cincin pada daerah yang terinfeksi dan tidak adanya tanda-tanda
kegatalan dapat memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit ringworm.
Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratrium diperlukan sampel kerokan
kulit, serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan pemeriksaan
langsung dengan mikroskop atau dengan membuat biakan pada media. Pemeriksaan
langsung mikroskop dengan cara membuat preparat native yang diberikan potasium
hydroxide (KOH) 10% kemudian diamati dengan mikropkop cahaya dengan pembesaran
100x dan 400x. Pada biakan/kultur media, sampel yang diambil dari hewan suspect
ringworm diberikan KOH 20% dan ditumbuhkan pada media Saboraud Glucose Agar
(SGA) yang ditambah chloramphenicol dan cycloheximide untuk menghambat
kontaminasi bakteri dan jamur saprofic. Media di inkubasi selama 4 minggu
dengan temperatur 28 samapai 30˚C.
Baik pada hewan maupun manusia, Microspora sp. dapat
ditunjukkan dengan adanya fluorescent pada rambut apabila disinari dengan lampu
wood. Perlu diperhatikan bahwa fluorescent tidak terlihat pada Trichophyton sp.
oleh karena itu, hasil negatif fluorescent hanya berarti negatif untuk Microspora
sp.
Kerokan kulit dan potongan rambut untuk pemeriksaan
mikroskopik secara langsung dilakukan dengan menambahkan KOH 10%, sedangkan
untuk kultur sebaiknya bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam amplop kertas
diberi label yang jelas dan tidak di dalam botol.
Identifikasi jenis jamur yang bertanggung jawab sebagai
penyebab penyakit didasarkan atas bentuk koloni, morfologi secara mikroskopik
dan kebutuhan nutrisi jamur.
8. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Meski seacara alamiah
dapat sembuh sendiri namun oengobatan pada hewan penderita harus dilakukan.
Mekanisme secara alamiah untuk menghilangkan infeksi ringworm dapat terjadi
akibat berhentinya produksi keratin sebagai akibat dari reaksi peradangan.
Terdapatbeberapa kelompok obat dengan berbagai cara dapat dipakai untuk
menghilangkan ringworm, yaitu obat iritan bekerja untuk membuat reaksi radang
sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit, obat keratolitik bekerja untuk
menghilangkan ringworm yang hidup pada stratum korneum dan obat fungisidal yang
secara langsung merusak dan membunuh ringworm. Pengobatan dapat dilakukan
secara sistemik dan topikal.pengobatan yang sebaiknya diberikan adalah
kombinasi dari pengobatan secara sistemik dan topikal hanya saja relatif mahal.
Secara sistemik dapat diberikan preparat griseofulvin dengan dosis 7.5 – 10
mg/kg secaar PO satu kali sehari. Secara topikal menggunakan mikonazol 2% atau
salep yang mengandung asam benzoat 6 gram, asam salisilat 3 gram, sulfur 5
gram, iodine 4 gram dan vaseline 100 gram.
Salah satu cara yang
efektif untuk pencegahan adalah meningkatakan kebersihan, perbaikan gizi dan
tata laksana pemeliharaan. Kandang sapi harus sering dijaga kebersihannya
dengan membersihkan secara teratur, sapi diberikan konsentrat, rumput dan
vitamin seperlunya. Kebersihan lingkungan/kandang dapat dijaga dengan cara
mendesinfektan kandang. Selain itu kebersihan hewan juga harus dijaga dan
mencegah kontak langsung dengan hewan terinfeksi. Vaksinasi dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya penyakit ringworm. Mekanisme kerja vaksin adalah
pengaktifan sel Th1 yang merangsang Cellular Mediated Immunity (CMI) yang
ditandai dengan pelepasan cytokines interferon-c (IFN-c), interleukin 12
(IL-12) dan IL-2 oleh sel epitel skuamosa yang merupakan sel utama epidermis.
Vaksinasi adalah pencegahan yang baik pula, namun relatif mahal.
Hewan terserang
ringworm sebaiknya diisolasi untuk mengurangi kesempatan kontak dengan manusia
atau hewan lain. Peralatan yang digunakan untuk merawat hewan, misalnya sikat,
tali dsb direndam dalam air panas atau diganti dengan yang baru apabila hewan
telah sembuh.
Pada
manusia, griseovulvin per os dapat diberikan untuk jangka waktu 28 hari. Secara
topikal dapat diberikan fungisida seperti miconazole, clotrimazole, atau
tolnaftate. Pada anjing, griseovulvin juga membrikan kesembuhan yang baik.
9. Terapi
Penderita
sedapat mungkin diisolasi. Selanjutnya pemberian antibiotika berspektrum luas
untuk melawan kuman penyebab infeksi sekunder. Pengobatan suportif misalnya
cairan elektrolit, vitamin perlu pula dipertimbangkan. Secara simtomatik
preparat aspirin dapat diberikan. Preparat kortikosteroid merupakan kontra
indikasi karena akan memperhebat pertumbuhan virus. Juga dalam keadaan laten
preparat kortikosteroid dapat menyebabkan aktivitas virus yang meningkat.
0 komentar:
Post a Comment