Bekicot selama ini merupakan hewan yang banyak terdapat di pedesaan dan merupakan hama pertanian pada waktu tertentu. Harganya relatif murah dan mudah diperoleh sehingga memungkinkan untuk dipakai sebagai bahan penyusun ransum untuk menggantikan bahan pakan sumber protein hewani yang relative mahal diantaranya tepung ikan. Bekicot merupakan hewan bercangkang dengan perut bekicot yang berfungsi sebagai kaki jalan, yaitu dengan menjulurkan sebagian anggota badannya. Untuk memudahkan pergerakannya (merayap) setiap saat, bagian perut bekicot dapat mengeluarkan lendir sehingga melicinkan jalan yang dilaluinya (Asa, 1999). Bekicot sering ditemukan pada tanaman baik tanaman pertanian, tanaman pekarangan maupun rumput, disamping itu juga sering ditemukan dalam bahan-bahan busuk diantaranya pada timbunan sampah. Menurut Handojo (1989), bekicot menyukai tempat yang berhawa dingin atau daerah yang lembab, tetapi tidak becek atau berair sebagai habitatnya. Makin rendah temperatur maka makin baik bagi kehidupan bekicot. Bekicot juga tidak menyukai tempat yang terang atau tempat-tempat yang kena sinar matahari secara langsung, aktif mencari makan pada malam hari sedangkan siang hari lebih banyak istirahat. Bekicot mulai bertelur sekitar berumur 5 – 6 bulan. Jumlah telur yang dihasilkan seekor bekicot setiap bertelur sekitar 100 – 300 butir, dengan tiga sampai empat kali bertelur dalam satu tahun (Santoso,1989). Proses penetasan tidak dierami tetapi menetas secara alamiah setelah 7 – 9 hari keluar dari tubuh induknya dan berkembang menjadi bekicot muda. Pada musim penghujan daya tetas telur bekicot sangat tinggi bisa mencapai 90%, sedangkan pada musim kemarau hanya sekitar 60 – 70% (Prihasto, 1984).
Potensi Tepung Bekicot
Menurut Asa
(1999) daging bekicot yang dibuat menjadi pakan ternak sebaiknya dijadikan
tepung terlebih dahulu baik dalam bentuk Raw Snail Meal (tepung bekicot mentah)
maupun Boilled Snail Meal (tepung bekicot rebus). Tepung bekicot rebus sebagai
sumber protein hewani mempunyai kandungan protein kasar yang tinggi yaitu
62,43% dan kandungan serat kasarnya rendah yaitu 0,09% (Tabel 2.1) serta
memiliki kandungan asam amino yang cukup lengkap (Tabel 2.2), sehingga
penggunaannya sangat baik untuk pakan ayam, itik, dan babi. Bekicot juga
mengandung berbagai asam amino dan kaya akan vitamin Bkompleks serta mineral kalsium
dan fosfor yang cukup tinggi. Hasil penelitian Suharto (1999) menunjukkan untuk
pakan ayam pedaging, tepung bekicot dapat digunakan antara 5 – 15% sedangkan
untuk itik masa produksi, tepung bekicot dapat diberikan hingga 30%.
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Proses
Pengolahan Tepung Bekicot
Sebagai pakan
ternak, daging bekicot perlu terlebih dahulu diolah menjadi tepung bekicot.
Proses pengolahannya menurut Hartanto (2010) sebagai berikut :
1.
Bekicot dipuasakan selama dua hari tanpa diberi makan dan
minum. Tindakan ini bertujuan agar feses dan lendir dapat dikeluarkan
sebanyakbanyaknya. Bekicot hidup ditempatkan dalam wadah tertutup lalu ditaburi
garam kurang lebih 10 - 15% dari bobot badan selama 25 – 30 menit untuk
mengeluarkan sisa lendir yang masih ada.
2.
Bekicot yang masih ada cangkangnya dicuci dengan air,
dimasukan kedalam alat masak berisi air kapur dan direbus sampai masak untuk menghindari
adanya bakteri salmonella, selanjutnya ditiriskan.
3.
Daging bekicot yang sudah masak dikeluarkan dari cangkangnya
dengan cara dicungkil, dikeringkan dengan sinar matahari selama dua hari, selanjutnya
digiling sampai halus.
Suharto (1999)
melaporkan bahwa dengan penambahan tepung bekicot sebanyak 15% dalam ransum
ayam pedaging dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan memberikan pertambahan
bobot badan yang sangat nyata. Lebih lanjut dikatakan bahwa penambahan tepung
bekicot dalam pakan itik yang sedang berproduksi bisa diberikan hingga 30%
tanpa mempengaruhi produksinya. Sa’Adah (2008) melaporkan bahwa burung puyuh yang diberi
tambahan 25% tepung bekicot dalam ransum, produksi telur lebih tinggi
dibandingkan level dibawahnya.
0 komentar:
Post a Comment