Rumah Sakit Hewan (RSH) pada
dasarnya merupakan organisasi layanan (Service Organization) bidang
kesehatan, yang memerlukan manajemen untuk keberlangsungan rumah sakit.
Penerapan manajemen pada RSH diperlukan sebagai upaya untuk memanfaatkan dan
mengatur Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi secara efektif, efisien dan rasional (Safrudin, 2009).
Fungsi rumah sakit sebagai
industri jasa layanan, dalam memberikan pelayanan tentu sangat berhubungan erat
dengan tuntutan untuk tetap memperhatikan mutu pelayanannya. Peningkatan mutu
pelayanan yang berkesinambungan di suatu rumah sakit sangat ditentukan oleh
usaha bersama yang dilakukan oleh komponen yang terlibat dalam penyelenggara
rumah sakit layaknya organisasi. Baik jajaran direksi sebagai pihak manajerial
maupun pegawai yang menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab .
Sumber daya manusia adalah
aset penting yang dimiliki oleh sebuah organisasi termasuk rumah sakit yang
perlu dikelola secara efektif agar
memberikan nilai tambah. Untuk mengelola sumber daya manusia menjadi aset
organisasi seperti rumah sakit diperlukan kepemimpinan yang efektif (Muninjaya;
2004) begitu juga untuk meningkatkan mutu, salah satunya perlu meningkatkan
’leadership’ atau kepemimpinan.
Kepemipinan sebagai salah
satu indikator kualitas sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat
menentukan keberhasilan suatu organisasi seperti rumah sakit. Demikian juga
halnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan didapat dengan cepat dan memuaskan
tanpa mengabaikan kecermatan, ketelitian dan terjaminnya pengamanan kebijakan
pemerintah, mutu kepemimpinan memegang peranan yang sangat menentukan (Siagian;
2006).
Syarat untuk pengangkatan
seorang Direktur rumah sakit hewan tentunya harus seorang dokter hewan, dan dalam realita proses
pengangkatan ini dilakukan berdasarkan penunjukkan langsung oleh Peraturan
Gubernur atau oleh pemilik perusahaan,
yang memiliki modal perusahaan dan sebagai penyandang dana rumah sakit hewan.
Dari semua hal yang
tersebut di atas terlihat pengangkatan seorang direktur rumah sakit hewan Pontianak
selama ini dilakukan atas dasar penunjukan langsung belum melalui penilaian
kepemimpinan baik dalam syarat definisi maupun belum adanya prosedur formal
sehingga tidak diketahui dengan pasti apakah seorang direktur rumah sakit hewan
mempunyai kemampuan kepemimpinan yang memadai untuk memimpin organisasi rumah
sakit hewan dengan baik
Oleh Karena itu Direktur rumah sakit hewan perlu meningkatkan
kualitas dan kemampuan diri melalui kepemimpinannya
agar rumah sakit hewan sebagai organisasi dapat maju dan berkembang. Dengan demikian, kepemimpinan direktur rumah sakit merupakan persyaratan mutlak bagi rumah sakit untuk mencapai tujuan dengan
mengatur kerja sama secara harmonis antara pimpinan dan seluruh staf rumah
sakit hewan. Sehingga Tercipta peningkatan efisiensi
kerja, evaluasi kerja yang mengarah pada pengembangan usaha rumah sakit hewan.
2.1.1 Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah universal sifatnya, selalu ada dan
senantiasa diperlukan pada setiap usaha bersama manusia serta terdapat disetiap
organisasi, dimanapun dan kapanpun dimana merupakan masalah relasi dan pengaruh
antara pemimpin dan yang dipimpin. Beberapa ahli memberi batasan pengertian
kepemimpinan yang antara lain dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah seni,
kemampuan dan ketrampilan seorang personel atau kelompok yang menduduki jabatan
sebagai pimpinan satuan kerja yang berupa suatu hubungan atau proses untuk mempengaruhi,
meyakinkan, menginspirasi dan membimbing perilaku orang lain terutama pengikut
atau bawahannya melalui proses komunikasi sehingga orangorang tersebut dapat
berpikir, berpartisipasi, bertindak dan beraktivitas sedemikian rupa serta
dapat digerakkan secara maksimal, terorganisir dan berkomitmen total,
diinginkan atau sukarela untuk berperilaku positif, bekerja sama dan
melaksanakan tugas-tugas yang ada sehingga akan memberikan sumbangsih nyata
dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang diinginkan atau melebihi itu
dalam situasi tertentu. (Gibson; 1996, Goetsch; 1997, Hersey & Blanchard;
1998, Yulk; 1998, Kreitner; 2005, Terry; 2005, Ilyas; 2006, Robbins; 2006 dan
Siagian; 2006 serta Kartono; 2008) Batasan lain, kepemimpinan adalah suatu
kualitas, pola pikir, budaya, peran dan serangkaian tindakan. Kepemimpinan
mengandung semua yang diperlukan untuk merangsang perubahan yang konstruktif
(Yudelowitz; 2006). Atau lebih rincinya berupa proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok.
Dengan 4 implikasi penting, yaitu (Stoner J A F; 1994)
-
Kepemimpinan
melibatkan orang lain yaitu bawahan.
-
Kepemimpinan
melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara pemimpin dan bawahan.
-
Kemampuan
menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi tingkah laku bawahan
dengan berbagai cara.
-
Gabungan
ketiga aspek di atas dan mengakui bahwa kepemimpinan adalah mengenai nilai.
Atau dapat juga diartikan
kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mengendalikan kekuatan yang tersebar dan
memberi kekuasaan pada orang lain untuk mengubah impian menjadi kenyataan
(Timpe; 1992). Keberadaan seorang pemimpin dapat dipandang sebagai faktor
penentu dalam kehidupan berorganisasi. Meskipun begitu tetap disadari bahwa
posisi sentral pimpinan itu tidak berati mengabaikan keberadaan orang lain
yaitu para bawahan. Dalam kepemimpinan terdapat hubungan antar manusia yaitu
hubungan mempengaruhi dari pimpinan dan hubungan kepatuhan dan ketaatan dari
bawahan karena dipengaruhi oleh kewibawaan pemimpin. Kepemimpinan yang efektif
akan dapat membujuk orang untuk berhenti mengerjakan sesuatu yang sedang
dikerjakan, untuk kemudian melakukan sesuatu yang berbeda sesuai dengan
pandangan bersama. Kepemimpinan menggunakan perubahan untuk membuat kemajuan.
Kepemimpinan mengandung semua yang diperlukan untuk merangsang perubahan yang
konstruktif. Kepemimpinan yang baik dalam suatu organisasi memainkan peranan
yang sangat dominan dalam keberhasilan penyelenggaraan berbagai kegiatan.
2.1.1 Fungsi
Kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan menurut Kartono (2008), Kreitner (2005),
Yulk (1998) dan Drucker (1992) adalah menetapkan tujuan, memandu, memimpin,
memberi ataupun membangunkan motivasi kerja, mengemudikan organisasi dengan
cara menyusun struktur kelompok, menjalin jaringan komunikasi yang baik,
membangun tim, menciptakan kesatuan, mempertahankan hubungan kerja sama yang
harmonis dan menyelesaikan perselisihan di antara para anggota sehingga dapat
menyelesaikan tugas organisasi dengan baik, memberikan supervisi atau
pengawasan dan evaluasi yang efisien, proses pengendalian, pendelegasian dan
pelimpahan wewenang serta membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin
dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Kreitner (2005)
menambahkan seorang pemimpin ditingkat individu melibatkan diri dalam pemberian
nasehat, bimbingan, inspirasi. Sedangkan Drucker (1992) menyatakan seorang
pemimpin juga mempunyai tugas dan fungsi mengembangkan bawahan termasuk dirinya
sendiri. Menurut Ilyas (2006), pemimpin lebih berperan sebagai fasilitator yang
mengembangkan, mengkoordinasikan dan memotivasi anggota tim untuk menyelesaikan
pekerjaan. Pemimpin tim yang sukses dapat menciptakan atmosfer kerja yang
mendorong anggota tim untuk melakukan pemecahan masalah, mencari solusi dan
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Penting untuk mengetahui perbedaan
pemimpin dan manajer guna memahami sepenuhnya fungsi dari seorang pemimpin.
Pemimpin dan manajer masing-masing melibatkan sekelompok aktivitas atau fungsi yang
unik. Secaraluas, biasanya manajer melaksanakan fungsi-fungsi yang berkaitan
dengan perencanaan, pengorganisasian, penyelidikan dan pengendalian. Sementara
pemimpin berurusan dengan aspek-aspek antar pribadi dari pekerjaan seorang
manajer.
Manajer
bertugas mengurus, mempertahankan, mengendalikan, memiliki pandangan jangka
pendek, menanyakan bagaimana dan kapan, menerima status quo serta melakukan
dengan benar. Sedangkan pemimpin memberi inspirasi kepada orang lain,
memberikan dukungan emosional dan mencoba uuntuk membuat bawahannya bergerak ke
arah tujuan. Pemimpin melakukan inovasi, mengembangkan, memunculkan, memiliki
pandangan jangka panjang, menanyakan apa dan mengapa, menantang status quo
serta melakukan sesuatu yang benar.
Kepemimpinan bisa berfungsi
atas dasar kekuasaan pemimpin untuk menggerakkan orang atau bawahan guna
melakukan sesuatu demi pencapaian tujuan bersama. Dalam arti luas, kepemimpinan
dapat digunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas berlaku dalam suatu
organisasi atau kantor tertentu. Dengan kata lain, seorang pemimpin belum tentu
seorang manajer tetapi seorang manajer bisa berperilaku sebagai seorang
pemimpin (Thoha; 2007).
2.1.1
Sifat-Sifat Kepemimpinan
Upaya untuk menilai sukses atau gagalnya pemimpin antara
lain dilakukan dengan mengamati sifat dan mutu perilakunya yang dipakai sebagai
kriteria untuk menilai kepemimpinannya. Kartono (2008), Siagian (2006), Terry
(2005), Nasution (2004), Edwin H Schell dan Ordway Tead seperti yang dikutip
Winardi (2000), John D Millet Azwar (1996), Drucker (1992) dan Zalenik (1986)
menyebutkan sifat-sifat kepemimpinan yang baik dan perlu dimiliki oleh seorang
pemimpin, yaitu :
1.
Energi
jasmani/badaniah dan mental/rohaniah.
Energi jasmani
seperti daya tahan, keuletan, kekuatan tenaga serta kemampuan berkembang secara
mental berupa semangat juang, motivasi kerja, disiplin, kesabaran, kedewasaan
mental dan stabilitas emosi yang baik dimana pemimpin yang baik tidak mudah
marah, tidak mudah tersinggung dan tidak meledak-ledak secara emosional.
Pemimpin menghormati martabat orang lain, toleran terhadap kelemahan orang lain
dan bisa memaafkan kesalahan yang tidak terlalu prinsipil. Seorang pemimpin
juga harus memiliki ketahanan batin dan kemauan untuk mengatasi semua
permasalahan yang dihadapi.
2.
Kesadaran
akan tujuan dan arah.
Memiliki
keyakinan yang teguh akan kebenaran dan kegunaan dari semua perilaku yang
dikerjakan dan pengaruhnya atas pihak lain maupun persepsinya tentang situasi
yang sedang dihadapi serta memiliki kemampuan untuk menentukan tindakan yang
terbaik dan tahu persis kemana arah yang akan dituju yang pasti memberikan
kemanfaatan dalam mencapai tujuan kelompok yang dipimpinnya.
3.
Antusiasme.
Pekerjaan yang
dilakukan dan tujuan yang akan dicapai harus sehat, berarti, bernilai,
memberikan harapan yang menyenangkan, memberikan kesuksesan dan menimbulkan
semangat.
4. Keramahan,
kecintaan, kasih sayang, simpati yang tulus, kepedulian terhadap kemanusiaan,
kesediaan berkorban, dedikasi, membuka hati untuk bekerja sama demi mencapai
satu sasaran tertentu.
5.
Integritas.
6. Terbuka,
merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan anak buah, senasib dan
sepenanggungan dalam satu perjuangan yang sama. Dengan segala ketulusan hati
dan kejujuran, pemimpin harus menepati janji, tidak munafik, dapat dipercaya
dan berlaku adil terhadap semua orang serta memiliki rasa tanggung jawab,
perilaku, prestasi dan keteladanan agardipatuhi dan diikuti atau dijadikan
panutan anggota kelompoknya.
7.
Pendidikan
umum yang luas dan penguasaan teknis.
Pemimpin harus
memiliki satu atau beberapa kemahiran teknis tertentu. Terutama tehnik untuk
mengkoordinasikan tenaga manusia agar tercapai maksimalisasi efektifitas kerja
dan produktivitas, tehnik lain yang juga harus dikuasai adalah antara lain
ketrampilan atau kemampuan mengajar atau mendidik, ketrampilan berkomunikasi
dengan anggota secara efektif termasuk kemampuan mendengar, sosial dan
kecakapan teknis dan manajerial.
8.
Ketegasan
dalam mengambil keputusan.
Setiap pemimpin
harus dapat mengambil keputusan secara tepat, tegas dan cepat dan harus mampu
meyakinkan anggota akan kebenaran keputusannya. Pemimpin berusaha agar para
pengikut bersedia mendukung kebijakan yang telah diambilnya. Pemimpin harus menampilkan
ketetapan hati.
9. Kecerdasan,
rasionalitas atau kecenderungan berpikir ilmiah dan objektifitas. Yaitu
kemampuan untuk melihat, menemukan hal-hal yang krusial, bukti-bukti nyata dan
memahami, mengerti dengan baik serta mempunyai alasan yang rasional sebab dan
akibat setiap kejadian juga cepat menemukan cara penyelesaian. Disertai dengan
daya imajinasi yang tinggi dan rasa humor serta dapat dengan cepat mengurangi
ketegangan.
10.
Kepercayaan.
Kepercayaan bahwa para
angggota dipimpin dengan baik, dipengaruhi secara positif dan diarahkan pada
sasaran yang benar. Apapun tingkatan dan dimanapun keberadaannya, pemimpin yang
baik harus memiliki kewibawaan dan kelebihan atau kemampuan untuk mempengaruhi,
mengajak, meyakinkan, memotivasi serta mengarahkan bawahannya atau orang lain
untuk melaksanakan tugas secara efektif dan kooperatif serta bertanggung jawab
untuk mencapai tujuan.
Terry (2005) juga menambahkan sifat lain yang harus dimiliki
pemimpin yang unggul berupa pengetahuan tentang relasi insani dimana pemimpin
diharapkan memiliki pengetahuan tentang sifat, watak dan perilaku anggota
kelompok dan yang paling penting adalah dorongan pribadi dimana keinginan dan
kesediaan menjadi pemimpin harus muncul dari dalam hati sendiri.
Sifat dan sikap pemimpin
yang baik ditambahkan menurut Siagian (2006) adalah rasa ingin tahu, pragmatis,
sense of priority, urgency, timing, cohesiveness dan relevance, kesederhanaan,
adaptabilitas dan fleksibilitas. Selain itu menurut John D Millet (dalam Azwar;
1996) dan Drucker (1992), pemimpin harus mempunyai sifat mampu melihat
organisasi secara keseluruhan, menentukan, mengungkapkan dan menetapkan misi,
tujuan, prioritas dan standar organisasi secara jelas serta mengekspresikan
wewenang dan memerintah. Pemimpin juga harus memberi kontribusi kepada
organisasi serta memperoleh respek.
2.1.1
Teori Kepemimpinan
Dalam beberapa literatur dikenal macam-macam teori
kepemimpinan antara lain menurut Robbins (2006) serta Kreitner dan Kinicki
(2000) dalam buku Organizational Behaviour, membagi teori kepemimpinan menjadi
:
1.
Teori
Ciri Kepribadian
Diyakini bahwa
pemimpin dilahirkan, tidak dibuat. Orang-orang terpilih dianggap memiliki
karakteristik bawaan lahir yang menjadikan mereka pemimpin. Teori ini
membedakan ciri-ciri pemimpin dari non pemimpin atau pengikut dengan berfokus
pada ciri dan karakteristik pribadi. Pencarian atribut kepribadian, sosial,
fisik atau intelektual yang akan mampu menggambarkan pemimpin dan membedakan
dari bukan pemimpin. Temuan kumulatif dari penelitian kemudian menyimpulkan
bahwa sejumlah ciri meningkatkan kemungkinan sukses sebagai pemimpin tapi tidak
satupun karakter itu menjamin kesuksesan. Ciri-ciri melakukan pekerjaan yang
lebih baik dalam memperkirakan penampilan kepemimpinan daripada dalam
membedakan secara aktual antara pemimpin yang efektif ddan tidak efektif. Fakta
bahwa individu memperlihatkan ciri-ciri yang lain menganggap orang itu sebagai pemimpin
tidak selalu berarti bahwa pemimpin itu berhasil membuatkelompoknya mancapai
sasaran.
2.
Teori
Gaya Perilaku
Titik tolak teori
ini berpusat pada perilaku pemimpin dan bukan pada karakteristik kepribadian.
Diyakini bahwa perilaku pemimpin secara langsung mempengaruhi efektifitas
kelompok kerja. Teori ini mengemukakan bahwa perilaku khusus membedakan pemimpin
dan bukan pemimpin sehingga orang-orang dapat dilatih untuk menjadi pemimpin,
mengajarkan kepemimpinan dan merancang programprogram yang menanamkan pola
perilaku ini ke dalam diri individu yang berhasrat menjadi pemimpin yang
efektif.
3.
Teori
Kontinjensi atau Situasional
Efektifitas gaya
perilaku kepemimpinan tergantung pada situasi dan hal lain yang mampu
mengisolasi kondisi-kondisi situasi itu. Dengan berubahnya situasi, gaya yang
berbeda menjadi sesuai. Yang termasuk teori ini adalah :
a.
Model
Fielder
Mengemukakan
bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada penyesuaian yang tepat
antara gaya pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahan dan tingkat mana situasi
tertentu memberikan kendali dan pengaruh ke pemimpin tersebut dimana gaya
kepemimpinan bersifat tetap.
b.
Model
Situasional Hersey dan Blanchard
Model ini yang
disebut teori kepemimpinan situasional memusatkan perhatian kepada pengikut.
Kepemimpinan yang berhasil dapat dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang
tepat, yang tergantung pada tingkat kesiapan atau kedewasaan para pengikut.
c.
Teori
Pertukaran Pemimpin-Anggota
Para pemimpin
menciptakan kelompok dalam dan kelompok luar. Individu-individu yang terbentuk
menjadi kelompok dalam dipercaya, mendapat perhatian lebih dari pemimpin dan
berkemungkinan lebih besar mendapat hak istimewa. Bawahan yang berada di
kelompok luar, memperoleh lebih sedikit waktu pemimpin, lebih sedikit imbalan
yang diinginkan yang dikendalikan oleh pemimpin dan mendapatkan hubungan atasan
bawahan yang didasarkan pada interaksi otoritas formal.
d.
Teori
Jalur-Sasaran atau Tujuan
Teori yang
mengatakan bahwa tugas pemimpin adalah mendampingi pengikut dalam meraih
sasaran dan memberikan pengarahan dan atau dukungan yang perlu untuk menjamin
sasaran selaras dengan keseluruhan kelompok atau organisasi.
e.
Model
Partisipasi-Pemimpin
Teori ini
memberikan serangkaian aturan untuk menentukan bentuk dan banyaknya pengambilan
keputusan partisipasif dalam situasi berbeda-beda.
4.
Teori
Kepemimpinan Transaksional ke Kepemimpinan Karismatik.
Kepemimpinan
transaksional berfokus pada transaksi antar pribadi, antar manajer dan bawahan.
Dua karakteristik yang melandasi teori ini adalah pemimpin menggunakan
penghargaan kontinjensi untuk memotivasi bawahan dan pemimpin melaksanakan
tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kinerja. Kepemimpinan
karismatik menekankan perilaku pemimpin yang simbolis, daya tarik terhadap
nilai-nilai idiologis, pesan-pesan mengenai visi dan memberikan inspirasi,
komunikasi nonverbal, stimulasi intelektual terhadap para pengikut oleh
pemimpin, penampilan percaya diri sendiri dan atas para pengikut serta harapan
pemimpin akan pengorbanan diri para pengikut dan untuk kinerja yang melampaui
panggilan tugas. G. R. Terry dan L. W. Rue (2005) mengemukakan teori tentang kepemimpinan
sebagai berikut :
1.
Teori
Otokratis dan Pemimpin Otokratis
Teori ini
didasarkan atas perintah, paksaan dan tindakan yang arbiter (sebagai wasit).
Pemimpin melakukan pengawasan yang ketat agar semua pekerjaan berlangsung
secara efisien. Kepemimpinannya berorientasi pada struktur organisasi dan
tugas-tugas.
2.
Teori Psikologis
Teori ini
menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah memunculkan dan mengembangkan
sistem motivasi terbaik untuk merangsang kesediaan bekerja dari bawahan. Guna
mencapai sasaran organisatoris maupun untuk memenuhi tujuan pribadi.
3.
Teori
sosiologis
Kepemimpinan
dianggap sebagai usaha untuk melancarkan antar relasi dalam organisasi dan
menyelesaikan setiap konflik organisatoris antara para pengikut agar tercapai
kerjasama yang baik. Pemimpin menetapkan tujuan, memberi petunjuk dan
menyertakan para pengikut dalam pengambilan keputusan akhir.
4.
Teori
suportif
Menurut teori
ini, para pengikut harus berusaha sekuat mungkin dan bekerja dengan penuh
gairah sedangkan pemimpin akan membimbing dengan sebaik-baiknya melalui policy
tertentu. Ada yang menamakannya dengan teori partisipatif atau teori
kepemimpinan demokratis.
5.
Teori
Laissez Faire
Pemimpin adalah ketua yang bertindak sebagai simbol, biasanya tidak
memiliki ketrampilan teknis. Kedudukannya biasanya dimungkinkan oleh sistem
nepotisme dan koneksi. Pemimpin menyerahkan semua tanggung jawab serta
pekerjaan kepada bawahan sehingga praktis kelompok menjadi tidak terbimbing
atau tidak terkontrol.
6.
Teori
Kelakuan Pribadi
Kepemimpinan
jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau pola-pola
kelakuan para pemimpin.
7.
Teori
sifat Orang-orang Besar.
Beberapa ciri-ciri unggul yang diharapkan dimiliki
seorang pemimpin yaitu memiliki intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya
kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan ketrampilan komunikatif,
memiliki kepercayaan diri, peka, kreatif dan mau memberikan partisipasi sosial
yang tinggi.
8.
Teori
situasi
Teori ini
menjelaskan bahwa harus terdapat daya lenting yang tinggi atau luwes pada
pemimpin untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan situasi, lingkungan sekitar
dan jaman. Situasi dianggap elemen yang sangat penting karena memiliki paling
banyak variabel dan kemungkinan yang bisa terjadi.
9.
Teori
Humanistik atau Populistik
Fungsi kepemimpinan menurut
teori ini ialah merealisir kebebasan manusia dan memenuhi segenap kebutuhan
insani yang dicapai melalui interaksi pemimpin dengan rakyat, melalui kerjasama
yang baik dengan memperhatikaan kepentingan masing-masing.
2.1.1 Teori
Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard
Teori kepemimpinan yang paling banyak digunakan dewasa ini
adalah yang berdasarkan teori situasional yang dikembangkan oleh Paul Hersey
dan Ken Blanchard (1998). Bahkan teori tersebut banyak dipakai dalam program
pengembangan eksekutif oleh berbagai jenis perusahaan di Amerika Serikat, mulai
dari perusahaan yang menghasilkan alat berat, komputer, perminyakan dan bank.
Bahkan juga oleh organisasi kemiliteran (Siagian; 2006). Teori ini juga telah
digunakan sebagai perangkat utama pelatihan di lebih dari 400 perusahaan
Fortune 500 dan lebih dari satu juta manajer setahun dari berbagai organisasi
mendapat pelatihan dan diajari unsur-unsur dasarnya. Teori ini memperoleh
pengikut kuat di kalangan spesialis pengembangan manajemen (Robbins; 2006).
Teori ini sangat menarik untuk didalami karena paling
sedikit mempunyai tiga alasan yaitu penggunaanya yang luas, daya tarik secara
intuitif dan karena tampaknya didukung oleh pengalaman di dunia nyata.
Teori kepemimpinan situasional (Situational Leadership Theory-SLT)
berkembang berdasarkan pemikiran bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang
efektif untuk semua situasi. Kekuatan yang ada pada diri pemimpin dan yang
dimiliki oleh kelompok (hubungan interpersonal di antara keduanya) serta
lingkungan (orientasi tugas) akan ikut menentukan gaya kepemimpinan seseorang
jika ia berhubungan dengan stafnya (Muninjaya; 2004).
Kepemimpinan situasional merupakan teori kontijensi yang
memusatkan perhatian pada para pengikut. Kepemimpinan yang berhasil dicapai
dengan memilih gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu
dan tergantung pada tingkat kesiapan (readiness) dan kedewasaan para pengikut.
SLT memiliki daya tarik intuitif. Teori ini mengakui
pentingnya pengikut dan membangun berdasarkan logika bahwa pemimpin dapat
mengkompensasikan kemampuan dan batas motivasi pengikut (Robbins; 2006).
Kesiapan didefinisikan sebagai keinginan untuk berprestasi, kemauan untuk
menerima tanggung jawab dan kemampuan yang berhubungan dengan tugas,
ketrampilan dan pengalaman (Hersey & Blanchard; 1998). Sebagai murid
Blanchard, Thoha (2007) mengatakan kedewasaan yang dimaksud adalah
dititikberatkan kepada tanggung jawab terhadap tugas yang saat itu diemban oleh
pengikut.
Dua dimensi kepemimpinan yang digunakan dakam teori ini
ialah perilaku seorang pemimpin yang berkaitan dengaan tugas kepemimpinannya
dan hubungan atasan bawahan (Siagian; 2003).
SLT pada hakekatnya melihat hubungan pemimpin-pengikut
dengan analogi hubungan orangtua-anak. Persis seperti orang tua perlu
melepaskan kendali ketika anak bertumbuh lebih matang dan bertanggungjawab,
begitu juga pemimpin. Teori ini mengidentifikasikan empat perilaku pemimpin
spesifik, mulai dari yang sangat direktif sampai yang sangat bebas. Perilaku
yang efektif tergantung pada kemampuan dan motivasi pengikut. Maka SLT
mengatakan jika para pengikut tidak mampu dan tidak ingin melaksanakan tugas,
pemimpin perlu memberikan arahan yang khusus dan jelas. Jika para pengikut
tidak mampu dan ingin, pemimpin perlu memaparkan orientasi tugas yang tinggi
untuk mengkompensasikan kekurangmampuan para pengikut dan orientasi hubungan
yang tinggi untuk membuat para pengikut menyesuaikan diri dengan keinginan
pemimpin. Jika pengikut mampu dan tidak ingin maka pemimpin perlu menggunakan
gaya yang mendukung dan partisipatif dan jika karyawan mampu dan ingin, para
pemimpin tidak perlu berbuat banyak (Robbins; 2006).
Pengawasan yang berlebihan atau terlalu longgar, memberikan
arahan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit, berakibat negatif bagi
perkembangan bawahan. Oleh sebab itu sangat penting untuk memadukan gaya
kepemimpinan dengan tingkat perkembangan. Strategi memadukan inilah esensi dari
Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard yang dibuat pada tahun 1968 dan
model yang sudah direvisi yaitu Kepemimpinan Situasional II telah berkembang
menjadi sebuah pendekatan yang efektif untuk mengendalikan dan memotivasi orang
karena pendekatan ini membuka jalur komunikasi dan mendukung terjadinya
kerjasama antar pemimpin dan orang-orang yang didukung oleh dan bergantung
pemimpin. (Blanchard; 2007).
Perilaku suportif adalah dimana pemimpin membangun
komunikasi dua arah, mendengarkan, memberikan dukungan dan mendorong
keberanian, memfasilitasi interaksi dan menyertakan karyawan dalam pembuatan
keputusan. (Hersey & Blanchard; 1998).
Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku seorang pemimpin
yang ditujukan untuk mempengaruhi kegiatan kelompok atau staf. Pola ini
dikelompokkan kedalam 4 gaya kepemimpinan yaitu :
1.
Directing
(mengarahkan) Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri perilaku mengarahkan tinggi
dan perilaku mendukung rendah, pemimpin memberikan instruksi yang spesifik
tentang peran dan tujuan pada bawahan, pengawasan terhadap tugas dilaksanakan
secara ketat, pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan,
bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan harus dilakukan serta komunikasi searah.
Peran bawahan sangat minim. Pemecahan masalah dan pengambil keputusan dilakukan
oleh pemimpin. Gaya kepemimpinan directing disebut dengan gaya S1.
2.
Coaching
(melatih) Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri perilaku mengarahkan tinggi dan
perilaku mendukung tinggi, pemimpin menjelaskan keputusan yang diambil, mau
menerima pendapat, pemimpin masih banyak melakukan pengarahan dan terus-menerus
melakukan pengawasan dalam penyelesaian tugas serta pemimpin mulai melakukan
komunikasi dua arah. Gaya kepemimpinan coaching disebut dengan gaya S2.
3.
Suporting
(mendukung) Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri perilaku mengarahkan rendah dan
perilaku mendukung tinggi, pemimpin dan bawahan saling memberikan gagasan,
bersama-sama membuat keputusan dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
tugas. Gaya kepemimpinan supporting disebut dengan gaya S3.
4.
Delegating
(menugaskan) Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri perilaku mengarahkan rendah
dan perilaku mendukung rendah dan pemimpin menyerahkan pembuatan keputusan dan
tanggung jawab pelaksanaan kepada bawahan. Gaya kepemimpinan delegating disebut
gaya S4.
Empat gaya kepemimpinan ini berhubungan dengan empat tingkat
dasar perkembangan, yaitu :
1.
Pemula
antusias: Kemampuan rendah tapi komitmen tinggi disebut D1.
2.
Pembelajar
yang kecewa: Kemampuan rendah sampai sedang, komitmen rendah disebut D2.
3.
Pelaksanan
yang mampu tapi ragu-ragu: Kemampuan sedang sampai tinggi, komitmen tidak
menentukan tidak menentu disebut D3.
4.
Pencapai
mandiri : Kemampuan dan komitmen tinggi disebut D4.
Gambar 2.1
Model kepemimpinan Situasional II
Untuk menentukan
gaya kepemimpinan yang akan dipergunakan di setiap empat tingkatan
perkembangan, gambar sebuah garis vertikal dimulai dari hasil diagnosis level
perkembangan ke kurve kepemimpinan melalui model empat kuadran. Sebagaimana
yang diilustrasikan oleh gambar di bawah ini : gaya kepemimpinan yang sesuai
pasangannya adalah kuadran dimana garis vertical bersinggungan dengan garis
kurva.
Gambar
2.2 Mencocokkan Gaya Kepemimpinan dengan Tingkat Perkembangan
Dengan
menggunakan pendekatan ini (Blanchard, 2007) :
- Pemula antusias (D1) membutuhkan gaya
kepemimpinan mengarahkan (S1).
- Pembelajar yang kecewa (D2) membutuhkan
gaya kepemimpinan melatih (S2).
- Pelaksanan yang mampu tapi ragu-ragu (D3)
membutuhkan gaya kepemimpinan mendukung (S3).
- Pencapai mandiri (D4) membutuhkan gaya
kepemimpinan menugaskan (S4).
Model
kepemimpinan situasional juga memberi perhatian kepada fleksibilitas gaya
kepemimpinan yaitu tingkat kemampuan seorang pemimpin untuk menyesuaikan gaya kepemimpinannya
dalam situasi yang berbeda-beda. Motivasi, kemampuan dan pengalaman para
bawahan harus terus-menerus dinilai untuk menentukan kombinasi gaya mana yang
paling memadai dengan kondisi yang fleksibel dan berubah-ubah. Bila pemimpin
fleksibel dalam gaya mereka, dapat dianggap pemimpin akan efektif dalam
berbagai situasi kepemimpinan. Bila sebaliknya, pemimpin relatif kaku dalam
gaya kepemimpinan akan bekerja efektif hanya dalam situasi yang paling cocok
dengan gaya mereka atau yang dapat disesuaikan agar cocok dengan gaya mereka.
Kekakuan seperti ini akan menghambat karir pribadi pemimpin dan menyebabkan
tugas organisasi dalam mengisi posisi manajemen secara efektif menjadi rumit.
(Stoner; 1994).
Sedangkan keefektifan gaya
adalah kadar kemampuan pemimpin untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai
dengan tuntutan situasi tertentu. Pemimpin dengan tingkat fleksibilitas yang
rendah masih dapat efektif dalam jangka waktu yang panjang apabila tetap dalam
situasi yang memungkinkan. Sebaliknya pemimpin dangan tingkat fleksibilitas
yang tinggi bisa jadi tidak efektif apabila perilaku tersebut tidak sesuai
dengan tuntutan situasi. Konsep keefektifan gaya menunjukan bahwa pimpinan yang
efektif dapat menerapkan gaya yang tepat pada saat yang tepat.
2.1.1 Struktur
Organisasi Rumah Sakit Hewan
Pengorganisasian adalah
pengaturan sejumlah personil yang dimiliki suatu rumah sakit untuk memungkinkan tercapainya
suatu tujuan yang dimiliki rumah sakit untuk memungkinkan tercapainya suatu
tujuan rumah sakit, dengan jalan mengalokasikan masing-masing fungsi dan
tanggung jawabnya (Azwar, 2002). Struktur organisasi merupakan visualisasi
kegiatan dan pelaksana kegiatan (personal) dalam suatu institusi. Berdasarkan
kegiatan dan pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang maka organisasi dibagi atas
organisasi lini, organisasi staf dan organisasi lini beserta staf. Organisasi
rumah sakit dan rumah sakit hewan mempunyai bentuk yang unik dan berbeda dengan
organisasi lain, (Soedarmo, 2002).
Adapun uraian tugas dan tanggung jawab masing-masing jabatan adalah sebagai berikut:
1.
Komisaris
Sebagai
pemilik perusahaan, yang memiliki modal perusahaan, sebagai penyandang dana.
Menerima laporan bulanan, menerima laporan tahunan, membuat keputusan dalam
perusahaan, penanggung jawab segala keputusan yang terjadi dalam perusahaan.
2.
Direktur Utama
· Menyusun rencana
program dan kegiatan pelayanan medik, penunjang medik, penunjang non medik,
pendidikan, penelitian dan pelatihan, administrasi umum dan keuangan.
· Merumuskan
kebijakan pelayanan medik, penunjang medik, penunjang non medik, pendidikan,
penelitian dan pelatihan, administrasi umum dan keuangan.
· Mengkoordinasikan
pelayanan medik, penunjang medik, penunjang non medik, pendidikan, penelitian
dan pelatihan, administrasi umum dan keuangan.
· Melaksanakan
pengelolaan sistem informasi pelayanan medik, penunjang medik, penunjang non
medik, pendidikan, penelitian dan pelatihan, administrasi umum dan keuangan.
· Melaksanakan
evaluasi dan pelaporan pelayanan medik, penunjang medik, penunjang non medik,
pendidikan, penelitian dan pelatihan, administrasi umum dan keuangan.
· Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan
bidang tugasnya.
· Menerima laporan dan pertnggungjawaban dari direktur
masing-masing divisi, bertaggung jawab mengatur dan menjalankan.
3.
Seksi Pelayanan Medis
· Menyusun rencana
program dan kegiatan pelayanan medik, pelayanan keperawatan, pelayanan
penunjang medik, kegiatan pemasaran dan pengelolaan sarana pelayanan medik
· Mengkoordinasikan
perumusan kebijakan pelayanan medik, pelayanan keperawatan, pelayanan penunjang
medik, kegiatan pemasaran dan pengelolaan sarana pelayanan medik.
· Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi pelayanan
medik, pelayanan keperawatan, pelayanan penunjang medik, kegiatan pemasaran dan
pengelolaan sarana pelayanan medik.
· Melaksanakan
evaluasi dan pelaporan pelayanan medik, pelayanan keperawatan, pelayanan
penunjang medik, kegiatan pemasaran dan pengelolaan sarana pelayanan medik.
· Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan
oleh Direktur sesuai dengan bidang tugasnya.
4.
Bagian Sekretariat
· Menyusun rencana program dan kegiatan ketatausahaan,
keuangan, perencanaan program, kegiatan pengelolaan sarana umum dan sanitasi
lingkungan Rumah Sakit Hewan Jakarta.
· Melaksanakan koordinasi dan singkronisasi kegiatan
ketatausahaan, keuangan, perencanaan program, kegiatan pengelolaan sarana umum
dan sanitasi lingkungan Rumah Sakit Hewan Jakarta
· Melaksanakan sistem informasi kegiatan ketatausahaan,
keuangan, perencanaan program, kegiatan pengelolaan sarana umum dan sanitasi
lingkungan Rumah Sakit Hewan Jakarta.
·
Melaksanakan evaluasi dan pelaporan kegiatan
ketatausahaan, keuangan, perencanaan program, kegiatan pengelolaan sarana umum
dan sanitasi lingkungan Rumah Sakit Hewan Jakarta
5.
Seksi Sarana Prasarana
·
Menyusun rencana pelaksanaan
·
Merencanakan dan mengusulkan kebutuhan sarana
pelayanan rumah sakit
· Mengelola dan mengendalikan semua perbekalan kesehatan
yang beredar dan digunakan di Rumah Sakit, menjamin keamanan, kemanfaatan dan
mutu paling baik.
· Mengkomunikasikan seluruh obat-obatan yang batas
waktunya hampir habis kepada dokter.
· Melaksanakan pemusnahan obat yang rusak atau
kadarluwarsa sesuai dengan prosedur yang berlaku.
·
Membuat laporan tahunan pelayanan farmasi.
6.
Seksi Administrasi
·
Melaksanakan Program dan kegiatan ketatausahaan
·
Melaksanakan urusan administrasi umum dan pelayanan
biaya / pembayaran.
·
Melksanakan job desk fron officer.
7.
Seksi Keuangan
·
Menyusun rencana pendapatan dan pembelanjaan.
·
Melaksanakan penatausahaan seluruh pendapatan dan
pengeluaran keuangan.
·
Melaksanakan penyajian laporan keuangan secara berkala
8.
Dokter
Memberi keputusan dan melakukan praktek medis
terhadap pasien
9.
Paramedis
Membantu tugas dokter dalam memeriksa pasien,
memberikan obat, memantau perkembangan kondisi pasien, menulis laporan.
10. Tenaga Teknis
Memanggil nomor antrian, membantu menangani dan
mengendalikan pasien, bertanggung jawab terhadap mobilisasi pasien selama di
klinik, memberi makan pasien, membersihkan kandang pasien, melakukan perawatan
non medical pada pasien.
2.1.1 Manajemen
Rumah Sakit Hewan
1. Pengertian
Manajemen
Dalam literatur
mengenai ”manajemen”, ditemukan macam-macam batasan yang kesemuanya itu dapat
disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu ilmu atau seni yang berupa proses,
usaha atau kegiatan yang khas mencakup seperangkat fungsi-fungsi dan kegiatan
teknis yang saling berhubungan seperti perencanaan, pengorganisasian,
pengaturan staf, penggerakkan, pelaksanaan, pengarahan dan pengendalian serta
pelimpahan wewenang dimana dilakukan oleh satu orang atau lebih dalam bentuk
organisasi baku untuk mengatur, mengkoordinasikan dan mengintegrasikan sejumlah
kegiatan atau aktivitas kerja orang lain agar diselesaikan secara efisien dan
efektif guna menentukan dan mencapai hasil, tujuan atau sasaran yang telah
ditentukan dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya materil
lainnya secara efesien, efektif dan rasional. (Koontz; 1989, G. R. Terry; 1991,
Evancevich dalam Notoatmodjo; 2003, Muninjaya; 2004, Robbins; 2006).
Dari rangkuman
berbagai batasan manajemen di atas, terlihat empat elemen utama dalam manajemen
:
a.
Proses
: satu perangkat fungsi-fungsi dan kegiatan yang sedang berlangsung yang saling
interaktif dan saling berhubungan
b.
Pencapaian
sasaran dan tujuan organisasi
c.
Pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber daya lain
Terjadi dalam satu bentuk
organisasi.
2.
Fungsi-fungsi Manajemen
Perangkat utama
dari fungsi-fungsi teknis dan sosial dalam proses manajemen adalah :
a. Perencanaan
(Planning)
b. Pengambilan
keputusan (Decision Making)
c.
Pengorganisasian (Organizing)
d. Staffing
e. Pengarahan (Directing)
f. Pengawasan
(Controlling)
Setiap manajer
rumah sakit melaksanakan kegiatan dan fungsi-fungsi ini dengan intensitas dan
fokus yang beragam tergantung dari tingkat kewenangan, lingkup tanggung jawab
dan aktivitas kerja individu tersebut.
Manajer adalah
individu yang ditunjuk untuk menduduki suatu posisi dengan kewenangan
mengarahkan pekerjaan orang lain. Bertanggungjawab dalam pemanfaatan sumber
daya dan akuntabel untuk hasil kerja yang spesifik, contoh direktur rumah
sakit, direktur farmasi, pimpinan klinik, kepala laboratorium, penyelia rekam
medis dan lain-lain.
Klasifikasi
manajer berdasarkan strata dan hirarki :
a.
Manajemen
senior (Top or Senior Management)
b.
Manajemen
madya/menengah (Middle Management)
c.
Penyelia/manajemen
lini depan (Supervisory or First line Management)
Klasifikasi
manajer lain berdasarkan :
a.
Strata
Kebijakan (Policy Level)
b.
Starta
administratif atau koordinatif (Administrative or Coordinative Level)
c.
Starta
operasional (Operations Level)
Faktor
diferensiasi strata manajer dibedakan berdasarkan :
a.
Tingkat
kewenangan (Degree of Authority)
b.
Lingkup
tanggung jawab
c.
Kegiatan
dalam organisasi
3. Tugas Pokok dan Fungsi Kepemimpinan Direktur Rumah Sakit Hewan dalam Melaksanakan Manajemen Rumah Sakit Hewan
Kegiatan Direktur Rumah Sakit :
1.
Manajemen
Internal
a.
Perencanaan
(Planning)
-
Menyusun
organisasi secara umum dan prioritas tujuan
-
Menetapkan
masalah-masalah yang menjadi pertimbangan Governing
Board atau pemilik.
-
Menetapkan
penambahan alat-alat diagnositik dan alat pengobatan maupun bangunan baru.
b.
Pengorganisasian
(Organization)
-
Menyususn
organisasi secara umum dan prioritas tujuan
-
Menetapkan
bagaimana kewenangan dan tanggung jawab dibagi diantara perorangan dan
departemen
-
Menetapkan
pola komunikasi baku (dan pelaporan) dalam rumah sakit.
c.
Staffing
-
Menetapkan
strata staf departemen
-
Menetapkan
skala penggajian
-
Evaluasi,
pelatihan dan pengembangan personil manajemen.
d.
Directing
Memootivasi, memberi saran dan konseling
bagi personil manajemen.
e.
Controlling
-
mengembangkan
dan meningkatkan system informasi
-
Meningkatkan
efisiensi dan produktivitas.
-
Mengembangkan
dan memperbaiki pola anggaran.
-
Memperbaiki
sistem komunikasi dengan pasien.
f.
Environmental Surveillance Planning
-
Menetapkan
dan menentukan prioritas untuk jenis pelayanan baru
-
Menginterpretasikan
bagaimana hukum dan peraturan dapat mempengaruhi rumah sakit.
-
Menginterpretasikan
bagaimana kecenderungan masalah keuangan dan pelayanan kesehatan dapat
mempengaruhi rumah sakit.
2.
Hubungan
Eksternal (External relation)
a.
menginfomasikan
kepada masyarakat luas tentang rumah sakit hewan
b.
Berhubungan
dengan tokoh masyarakat dalam masalah perumahsakitan.
c.
Mempengaruhi
legislatif dan regulator.
Untuk itu dapat
disimpulkan, menurut beberapa peneliti dan literatur, ada lima aspek penting
dalam fungsi kepemimpian direktur rumah sakit dalam pelaksanaan manajemen rumah
sakit yaitu :
1.
Aspek
koordinasi
Menurut G. R.
Terry (2005), koordinasi adalah penyerasian yang teratur usaha-usaha untuk
menyajikan jumlah, waktu dan pengarahan pelaksanaan yang cocok menurut mestinya
hingga menghasilkan tindakan harmonis dan terpadu menuju sasaran yang telah
ditentukan.
Mengkoordinasikan
kegiatan atau kelompok kegiatan adalah menempatkan kegiatan-kegiatan tersebut
dalam hubungan yang sesuai satu dengan yang lainnya untuk memastikan bahwa
semua yang perlu dikerjakan akan dikerjakan dan tidak ada dua orang yang
mencoba mengerjakan pekerjaan yang sama. Koordinasi merupakan alat untuk
mendistribusikan wewenang, mengadakan saluran-saluran komunikasi, penataan
pekerjaan sehingga pekerjaan yang benar terlaksana (what), pada tempat (where),
waktu (when) dengan cara (why) dan oleh orang (who) yanng tepat. (Mc Mahon;
1999)
Menurut J. A.
Stoner (1994), koordinasi adalah proses pemaduan sasaran kegiatan dari
unit-unit kerja yang terpisah untuk dapat mencapai tujuan organisasi secara
efektif. Tujuan koordinasi adalah untuk memastikan adanya kesatuan gerak dalam
organisasi, saling komunikasi dan membantu antar unit, menjamin kesatuan
kebijakan dan untuk hal-hal yang sama dan menghindarkan kecenderungan merasa
paling penting dalam organisasi. Faktor yang paling dominan dalam koordinasi
adalah kerjasama dan hubungan.
Bila kegiatan
telah dikoordinasikan, seluruh pekerjaan akan berlangsung dengan lancar,
berjalan teratur, serasi, efisien dan berhasil. Bila tidak terkoordinasi, besar
kemungkinan kegiatan akan gagal mencapai tujuan, tidak teratur, penuh
pertentangan, tidak efisien dan tidak berhasil.
2.
Aspek
Motivasi
Robbins (2006)
mendefinisikan motivasi sebagai proses yang berperan pada intensitas, arah dan
lamanya berlangsung upaya individu ke arah pencapaian sasaran. Tiga unsur
penting dalam definisi ini adalah intensitas, arah dan berlangsung lama.
Intensitas
terkait dengan seberapa keras seseorang berusaha. Akan tetapi intensitas yang
tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang diinginkan jika upaya
itu tidak disalurkan ke arah yang menguntunngkan organisasi. Oleh karena itu,
kualitas upaya dan intensitas harus dipertimbangkan. Harus diusahakan upaya
yang diarahkan ke sasaran dan konsisten dengan sasaran organisasi. Motivasi
memiliki dimensi berlangsung lama. Ini adalah ukuran tentang berapa lama
seseorang dapat mempertahankan usahanya. Individuindividu yang termotivasi
tetap bertahan dengan pekerjaannya dalam waktu cukup lama untuk mencapai
sasaran.
Menurut G. R.
Terry (2005), motivasi menyangkut perilaku manusia dan merupakan sebuah unsur
yang vital dalam manajemen. Motivasi adalah usaha untuk membuat orang
menyelesaikan pekerjaannya dengan semangat karena orang itu ingin melakukannya.
Adapun tugas pemimpin adalah menciptakan kondisi kerja yang akan membangkitkan
dan memelihara keinginan yang bersemangat untuk melakukan.
Motivasi adalah
suatu upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit
tenaga pada seseorang dan ataupun sekelompok orang untuk mau berbuat atau
bekerja sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pekerjaan memotivasi hanya akan berhasil
jika dapat diusahakan agar tujuan organisasi yang telah ditetapkan adalah juga
menjadi tujuan perorangan ataupun kelompok yang akan melaksanakan kegiatan.
Selain itu perlu diusahakan agar perbuatan yang diharapkan untuk dilaksanakan
sesuai dengan kemampuan yang dimilikiseseorang dan ataupun sekelompok orang (Azwar;
1996).
3.
Aspek
komunikasi
Kartono (2008)
mendefinisikan komunikasi sebagai kapasitas individu atau kelompok untuk
menyampaikan perasaan, pikiran dan kehendak kepada individu dan kelompok lain.
Robbins (2006)
mengatakan komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman makna. Suatu gagasan,
tidak peduli seberapun hebatnya, tidak berguna sebelum diteruskan ke dan
dipahami oleh orang lain. Komunikasi akan sempurna bila pikiran atau ide yang
disampaikan dipersepsikan sama oleh penerima dengan yang dibayangkan oleh
pengirim.
Suatu kecakapan
utama yang diisyaratkan bagi seorang pemimpin adalah kemampuan untuk
berkomunikasi secara efektif. Bila pemimpin tidak mampu menyampaikan apa yang
harus dilakukan maka bawahan tidak akan berhasil menyelesaikan pekerjaan dengan
benar. Sebaliknya jika bawahan tidak bisa berkomunikasi bebas dengan pemimpin
maka informasi yang dibutuhkan untuk mengelola dengan berhasil akan terhalang.
Untuk itu G. R. Terry (2005) mendefinisikan komunikasi adalah prasarana dimana
seorang pemimpin diperlengkapkan, ia bukan suatu kegiatan yang berdiri sendiri
tapi merupakan bagian utama dari hampir semua hal yang dilakukan pemimpin itu
sendiri.
Kreitner (2005)
mendefinisikan komunikasi sebagai pertukaran informasi antara pengirim dan
penerima dan kesimpulan atau persepsi makna antara individu-individu yang
terlibat.
Menurut Muninjaya
(2004), komunikasi harus mengandung unsur 4C yaitu :
-
Singkat
dan Padat (Concise)
-
Informasi
lengkap (Complete)
-
Jelas
apa yang harus dikerjakan (Clear)
-
Tujuannya
jelas (Concrete)
Menurut Azwar
(1996), tujuan utama dari komunikasi adalah untuk menimbulkan saling
pengertian, bukan persetujuan. Jadi komunikasi adalah pertukaran pikiran atau
keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti serta saling percaya demi
terwujudnya hubungan baik antara seseorang dan orang lain.
Untuk mendorong
terjadinya komunikasi yang baik dan efketif, pemimpin harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
-
seluruh
anggota tim harus bebas menggemukakan pendapat dan didorong untuk bertindak
seperti itu
-
Mengggunakan
media yang akan lebih menunjang komunikasi tetapi komunikasi langsung harus
terus dikembangkan
-
Sebuah
pesan baik tertulis ataupun lisan harus dinyatakan dengan jelas dalam bahasa
dan ungkapan yang dapat dimengerti oleh yang menerimanya dan pemimpin harus
selalu memeriksa apakah efek pengiriman pesan terjadi dengan melakukan sistem
umpan balik
-
Kurangi
kesimpangsiuran arus informasi dalam organisasi
-
Komunikasi
harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan pengalaman staf.
Adapun syarat
komunikasi yang permisif adalah :
-
Dalam
suasana yang ebbas tanpa tekanan-tekanan tertentu
-
Pemimpin
menerima individu lain tanpa prasangka dan dengan lapang dada menghargai
kelebihan dan memahami kelemahan orang lain dan bersedia mendengarkan pendapat
orang lain tanpa penilaian dan mampu merasakan kehidupan orang lain.
Komunikasi
menjalankan empat fungsi utama dalam organisasi yaitu :
-
Mengendalikan
perilaku anggota
-
Memperkuat
motivasi dengan menjelaskan pada bawahan apa yang harus dilakukan, seberapa
baik bawahan bekerja dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja
yang kurang baik
-
Memfasilitasi
pelepasan ungkapan emosi perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial dan
-
Memberikan
yang diperlukan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan melalui
penyampaian data guna mengenali dan mengevaluasi pilihan-pilihan alternatif.
4.
Aspek
supervise
Menurut Ilyas
(2006) supervisi adalah suatu proses yang memacu anggota unit kerja untuk
berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi tercapai sedangkan Azwar
(1996) menyatakan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan
berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk
kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang
bersifat langsung guna mengatasinya.
Manfaat supervisi
yaitu dapat lebih meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja. Sesungguhnya
pokok dari supervisi adalah bagaimana dapat menjamin pelaksanaan berbagai
kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat. Dalam arti yang lebih
efektif dan efisien sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
dicapai dengan memuaskan. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai maka
sifat supervisi harus edukatif dan suportif bukan otoriter. Supervisi harus
dilakukan secara teratur dan berkala. Dengan supervisi harus terjalin kerja
sama yang baik dengan bawahan dan strategi serta cara supervisipun harus sesuai
dengan kebutuhan bawahan juga fleksibel dan disesuaikan dengan perkembangan.
5.
Aspek
pendelegasian wewenang
Pemimpin
bertanggungjawab atas pekerjaan, keberhasilan dan kegagalan timnya. Pada saat
yang bersamaan, bawahan bertanggungjawab atas tugas yang dibebankan kepadanya.
Pemimpin membuat
keputusan dan memiliki wewenang untuk melaksanakan keputusan tersebut. Wewenang
dan tanggung jawab dapat berjalan bersama-sama tetapi keduanya tidaklah sama.
Pemimpin menggunakan wewenang untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi
tanggung-jawabnya. Salah satu cara penggunaan wewenang adalah dengan pelimpahan
wewenang. Melimpahkan atau mendelegasikan wewenang berarti memberikan kepada
orang lain beberapa wewenang yang dimiliki atau dengan kata lain, memberikan
kuasa kepada orang lain untuk mengambil keputusan.
Menurut Timpe
(1992), wewenang merupakan otoritas atau kekuasaan legal yang merupakan hak
pemimpin (menurut hukum) untuk membuat permintaan atau tuntutan tertentu.
Sedangkan menurut
Kontz (1989), ada empat prinsip dalam pendelegasian wewenang yaitu :
-
Pendelegasian
wewenang sesuai dengan hasil yang diharapkan dimana artinya sesuai dengan
kemampuan bawahan untuk melakukan pekerjaan
-
Kemutlakan
tanggung jawab tetap terletak pada atasan yang mendelegasikan wewenang karena
sebenarnya tanggung jawab tidak dapat didelegasikan
- Bawahan
yang mendapatkan pembebanan tugas bertanggungjawab kepada atasan atas hasil
pekerjaannya
- Paritas
wewenang dan tanggung jawab haruslah sesuai dengan tanggung jawab seseorang
yang diberi tugas serta harus ada kesatuan kekuasaan.
DOWNLOAD : PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN PADA MANAGEMENT RUMAH SAKIT HEWAN
DAFTAR
PUSTAKA
Ayuningtyas,
D. (2005). Modul Mata Kuliah Strategic Leadership and System
Thinking. FKM UI. Jakarta.
Azwar, A, 1996. Pengantar Administrasi
Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta.
Blanchard,
K. et al. (1985). LBA II, Leader Behaviour Analysis II, Self Perception of
Leadership Style. Blanchard Training and Development. USA.
Hersey,
P. Blanchard, K. (1998). Management of Organizational Behaviour Utilizing Human
Resources, fifth ed. Prentice Hall International Edition USA.
Ilyas,
Y. (2006). Kiat Sukses Manajemen Tim Kerja. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Kartono, K. (2008). Pemimpin
dan Kepemimpinan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
0 komentar:
Post a Comment