Menurut Jeffrey (2006), biosekuriti memiliki arti sebagai upaya untuk
mengurangi penyebaran organisme penyakit dengan cara menghalangi kontak antara
hewan dan mikroorganisme. Adapun menurut Deptan RI (2006), biosekuriti adalah
semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan
dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan penularan/ kontak dengan ternak
tertular sehingga rantai penyebaran penyakit dapat diminimalkan. WHO (2008)
menambahkan bahwa tindakan biosekuriti meliputi sekumpulan penerapan manajemen
yang dilakukan bersamaan untuk mengurangi potensi penyebaran penyakit, misalnya
virus flu burung pada hewan atau manusia. Tujuan utama penerapan biosekuriti
pada peternakan yaitu,
1.
seminimalkan keberadaan penyebab penyakit,
2.
meminimalkan kesempatan agen berhubungan dengan induk semang dan
3. membuat tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit seminimal
mungkin (Zainuddin dan Wibawan 2007).
Ditambahkan pula bahwa tujuan dari penerapan
biosekuriti adalah mencegah semua kemungkinan penularan dengan peternakan
tertular dan penyebaran penyakit (Ditjen Peternakan 2005).
Penerapan biosekuriti pada seluruh sektor peternakan, baik di industry
perunggasan atau peternakan lainnya akan mengurangi risiko penyebaran
mikroorganisme penyebab penyakit yang mengancam sektor tersebut. Meskipun
biosekuriti bukan satu-satunya upaya pencegahan terhadap serangan penyakit,
namun biosekuriti merupakan garis pertahanan pertama terhadap penyakit (Cardona
2005).
Dilihat dari segi hierarkinya, biosekuriti terdiri atas tiga komponen
yaitu biosekuriti konseptual, biosekuriti struktural dan biosekuriti
operasional. Biosekuriti konseptual merupakan biosekuriti tingkat pertama dan
menjadi basis dari seluruh program pencegahan penyakit meliputi pemilihan
lokasi kandang serta penetapan lokasi khusus untuk gudang pakan atau tempat
mencampur pakan. Adapun biosekuriti struktural merupakan biosekuriti tingkat
kedua, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan tata letak peternakan (farm),
pembuatan pagar yang benar, pembuatan saluran pembuangan, penyediaan peralatan
dekontaminasi, instalasi penyimpanan pakan, ruang ganti pakaian dan peralatan
kandang. Sementara itu, biosekuriti operasional merupakan biosekuriti tingkat ketiga
terdiri atas prosedur manajemen untuk mencegah kejadian dan penyebaran infeksi
dalam suatu peternakan. Biosekuriti operasional tediri atas tiga hal pokok
yakni, a) pengaturan traffic control, b) pengaturan dalam farm dan
c) desinfeksi (Sudarisman 2004). Tindakan biosekuriti memiliki tiga komponen utama, yaitu isolasi ternak
dari lingkungan luar, pengawasan lalu lintas dalam peternakan dan sanitasi.
Tindakan
Biosecurity
Secara garis
besar pelaksanaan prosedur biosekuriti diterapkan dengan maksud untuk
mencegah masuknya penyakit hewan menular kedalam lingkungan sumber bibit (UPT/UPTD) melalui
ternak, manusia dan
peralatan yang tercemar bibit penyakit. Oleh karena itu, pelaksanaan tata cara
pemeliharaan ternak yang sudah ada di lingkungan breeding farm harus mengikuti tata cara
sebagai berikut:
Lokasi UPT Perbibitan
1.
Lokasi
Lokasi perbibitan ternak
secara umum harus berjarak minimal 1 Km dari jalan raya, pemukiman ,
sungai/danau (khusus unggas), pasar hewan dan tempat pemotongan ternak. Untuk
ternak bibit antar spesies lokasi kandang harus terpisah berjarak minimal 1 Km.
Gambar
2. skematik kepadatan babi lokal
didefinisikan sebagai jumlah rata-rata babi per 4 mil persegi (63 mil x 63 mil
= .4.sq.mi) dalam 3 mil radius pertanian
2.
Ternak Bibit
1. Bahwa ternak yang ada dan akan masuk lingkungan peternakan harus sehat
dan bebas dari penyakit hewan menular.
2.
Ternak harus bebas dari kelainan alat reproduksi.
3. Mempunyai sistem pencatatan untuk setiap ekor ternak yang menggambarkan
waktu datang dan pergi; kinerja produksi; obat dan vaksin yang digunakan; uji
laboratorium yang dilakukan dan hasilnya; asal ternak (negara, daerah, alamat
suplayer); dan daerah tujuan penyebaran ternak/produksinya. Catatan ini harus
tetap disimpan sampai sedikitnya 1 (satu) tahun setelah ternak tersebut sudah
tidak ada di farm.
4. Setiap ternak yang sakit harus dipisahkan dari kelompok ke kandang
isolasi untuk dilakukan pengobatan atau afkir bagi penyakit-penyakit tertentu.
5. Setiap ternak yang mati harus segera dimusnahkan dibawah pengawasan
Dokter Hewan yang berwenang serta dicatat penyebab kematiannya berdasarkan
pemeriksaan standar oleh Dokter Hewan.
6. Dilarang memasukkan dan
memelihara ternak bukan bibit di areal pembibitan
3.
Lalu lintas
Lalu lintas
ternak, manusia dan peralatan dilingkungan sumber bibit harus diatur dan
diawasi dengan ketat sesuai prosedur dibawah ini.
1.
Perlakuan terhadap Ternak
yang baru masuk
a.
Setiap ternak bibit yang
masuk dari luar wilayah (dalam negeri/luar negeri) kedalam suatu pembibitan
harus bebas dari penyakit menular sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia.
b.
Setiap ternak bibit yang
baru masuk kedalam lingkungan UPT/UPTD harus dilakukan isolasi di kandang
karantina selama 3 (tiga) minggu sampai dengan 1 (satu) bulan.
c.
Pengamatan ternak di
kandang karantina harus dilakukan dibawah pengawasan dokter hewan serta petugas
yang memahami menejemen ternak dan perbibitan.
d. Selama ternak di kandang
karantina harus dilakukan pengamatan terhadap kemungkinan adanya penyakit .
e.
Ternak di kandang karantina
harus dilakukan pengujian untuk deteksi penyakit.
f.
Semua sample harus diuji di
laboratorium kesehatan hewan yang terakreditasi.
g. Segera setelah dinyatakan
tidak ada (bebas) dari carrier penyakit, maka ternak bibit yang baru tadi dapat
bergabung dengan ternak yang lainnya.
2.
Perlakuan terhadap ternak
yang sudah ada lingkungan peternakan
a. Ternak yang ada didalam lingkungan
peternakan harus secara rutin dilakukan pengamatan terhadap status
kesehatannya.
b.
Secara berkala harus
dilakukan uji/pemeriksaan laboratorium, terhadap penyakit hewan menular oratoris
dinyatakan sakit harus dilakukan tindakan sesuai dengan pedoman Kesehatan Hewan
Ternak Babi Bibit
c.
Ternak yang sudah keluar
dari area peternakan tidak diperkenankan masuk lagi, sebelum dilakukan tindak karantina.
3.
Perlakuan terhadap manusia yang keluar masuk lingkungan UPT Perbibitan
Peternakan
a. Setiap orang yang akan masuk ke dalam areal Perbibitan UPT peternakan
harus dilakukan desinfeksi.
b. Setiap orang yang akan memasuki areal produksi harus memakai pakaian dan
sepatu khusus serta mencelupkan sepatunya (dipping) di bak desinfektan
c.
Setiap petugas dilarang mempunyai tugas rangkap
d. Setiap orang yang akan
memasuki areal UPT Perbibitan tidak diperbolehkan membawa barang atau peralatan
dari luar areal produksi, sebelum dilakukan tindak desinfeksi.
4.
Perlakuan terhadap peralatan dan kendaraan
a. Setiap kendaraan yang akan masuk ke area UPT Perbibitan harus di
desinfeksi terlebih dahulu. Khusus Kendaraan tamu harus diparkir diluar areal
produksi peternakan (disediakan tempat parkir diluar area produksi)
b. Kendaraan yang dipergunakan untuk pengangkutan pakan atau pemindahan
ternak didalam areal produksi setelah keluar area peternakan dilarang masuk kembali
ke area produksi sebelum dilakukan desinfeksi ulang.
c.
Semua peralatan yang akan masuk areal produksi harus di desinfeksi
terlebih dahulu.
d.
Tidak diperbolehkan membawa peralatan di areal produksi keluar dari
areal tersebut .
e.
Setiap peralatan harus didesinfeksi terlebih dahulu sebelum
dipergunakan.
Prosedur Biosekuriti Babi
Secara garis
besar pelaksanaan pengendalian penyakit pada ternak bibit diterapkan dengan maksud
untuk mencegah masuknya penyakit hewan menular kedalam lingkungan sumber bibit
(UPT/UPTD) melalui ternak, manusia dan peralatan yang tercemar bibit penyakit.
Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
pengendalian/penanganan ternak bibit adalah penyakit hewan yang harus bebas,
persyaratan pemasukan hewan agar hewan yang baru datang tidak membawa penyakit
dan sistem pemeriksaan kesehatan hewan yang secara rutin harus dilakukan.
Tatalaksana
pembibitan babi adalah kegiatan melakukan pembiakan babi hasil seleksi melalui
perkawinan yang seleksinya didasarkan pada sifat produksi dan/atau reproduksi.
Tatacara pembiakannya adalah : (a) melakukan perkawinan babi jantan dan betina
untuk menghasilkan bibit; (b) menghasilkan untuk pedaging.
Gambar
1. komponen dari peternakan babi diperlukan untuk biosekuriti yang memadai
Usaha
pembibitan babi dilakukan dengan mengacu kepada Pedoman Pembibitan Babi Yang
Baik (GBP).
A.
Pesyaratan Teknis Bibit Babi
1.
Bibit diutamakan hasil produksi dari pembibit;
2.
Babi bebas dari penyakit menular;
3.
Memenuhi persyaratan teknis minimal bibit babi
sesuai galur yang digunakan;
4. Babi betina induk siap berproduksi dan pejantan
siap kawin. Untuk mengatasi kesulitan penyediaan babi induk, dipertimbangkan
pengadaan bibit dengan memperhitungkan pakan sampai dengan babi siap produksi.
B.
Penyakit Hewan yang Harus Bebas
Penyakit hewan yang harus
bebas untuk Ternak Bibit Babi adalah :
1.
Anthrax
2.
Brucellosis (B.suis)
3.
Hog Cholera (Classical swine fever)
4.
Coli bacillosis
5.
Erysipelas
6.
Cisticercosis
C.
Kandang dan Perlengkapan
1. Bangunan kandang pejantan harus kuat dengan ukuran
3m x 2m. Kandang induk/induk bunting 3m x 2,5m yang bisa dilengkapi halaman
umbaran
2. Kandang cukup ventilasi, memperoleh cukup sinar
matahari dan terhindar dari aliran hembusan angin yang terus menerus.
3. Tempat pakan dan air minum terbuat dari bahan semen
dan sesuai dengan umur babi, baik ukuran maupun bentuknya.
4. Tempat pakan dan air minum harus diletakan secara
praktis, berdekatan, mudah terjangkau, sehingga pakan tidak tercecer.
5.
Babi yang sakit ditempatkan di kandang isolasi,
alat untuk membersihkan kandang isolasi tidak boleh digunakan pada kandang
lain.
6. Lantai kandang terbuat dari semen dan dibuat miring
agar memudahkan dalam pembersihan
D.
Pakan dan Obat
1.
Pakan
a.
yang digunakan berupa pakan komersial dan/atau
campuran layak konsumsi;
b.
Pakan dapat diberikan dalam bentuk konsentrat,
dedak, ampas tahu dan campuran.
2.
Obat
a. Obat hewan yang digunakan seperti biologik, premik,
farmasbabi adalah obat hewan yang telah terdaftar dan memiliki nomor
pendaftaran obat hewan;
b. Penggunaan obat hewan harus dibawah pengawasan
dokter hewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
E.
Kesehatan Hewan
1. Kandang yang digunakan untuk pembibitan babi
dirancang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dimasuki dan tidak lembab
2. Pembersihan dan pensucihamaan kandang yang baru
dikosongkan dilakukan dengan menggunakan desinfektan.
3.
Desinfeksi kandang dan peralatan serta pembasmian
serangga, parasit dan hama lainnya dilakukan secara teratur.
4.
Kandang harus dikosongkan minimal 2 minggu sebelum
digunakan kembali;
5. Setiap individu, kendaraan, peralatan dan atau
barang lainnya yang akan masuk atau dibawa ke dalam lokasi pembibitan harus
didesinfeksi.
6. Pencegahan terhadap penyakit menular yaitu H1N1 dan
penyakit cacing serta penyakit lainnya dilakukan sesuai petunjuk teknis
kesehatan hewan.
7.
Apabila terjadi kasus penyakit hewan menular yang
menyerang babi di lokasi pembibitan harus segera dilaporkan kepada dinas
setempat untuk dilakukan tindakan sebagaimana mestinya.
8. Babi, bangkai babi dan limbah pembibitan yang
terkena penyakit hewan menular tidak boleh dibawa keluar lokasi pembibitan dan
harus segera dimusnahkan dengan dibakar dan/atau dikubur.
F.
Biosekuriti
Untuk
mencegah kemungkinan terjadinya kontak/penularan bibit penyakit hewan pada
ternak, dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. lokasi pembibitan harus memiliki pagar untuk
memudahkan kontrol keluar masuknya individu, kendaraan, barang serta mencegah masuknya
hewan lain;
2. Setiap individu sebelum masuk ke unit kandang harus
melalui ruang sanitasi untuk disemprot dengan desinfeksi. atau mencelupkan kaki
ke bak cuci yang telah diberi disinfektans,
3. Pengunjung
yang hendak masuk lokasi pembibitan harus meminta izin dan mengikuti peraturan
yang ada
Persyaratan terhadap ternak yang baru masuk
Setiap ternak bibit yang
masuk dari luar wilayah (dalam negeri/luar negeri) kedalam suatu pembibitan
harus bebas dari penyakit menular sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia yang
dibuktikan dengan dokumen lengkap kesehatan dari tempat asal.
1. Setiap ternak bibit yang baru masuk kedalam lingkungan UPT/UPTD harus
dilakukan isolasi di kandang isolasi sekurang-kurangnya selama 14 hari sampai
dengan 90 hari untuk tindakan pengamatan dan pemeriksaan penyakit.
2. Pengamatan dan pemeriksaan ternak di kandang isolasi harus dilakukan
dibawah pengawasan dokter hewan yang berwenang.
3. Segera setelah dinyatakan tidak ada (bebas) dari carrier penyakit, maka
ternak bibit yang baru tadi dapat bergabung dengan ternak yang lainnya.
4. Setiap ternak yang sakit harus dipisahkan dari kelompok ternak yang
sehat ke kandang khusus untuk dilakukan pengobatan atau afkir bagi
penyakit-penyakit tertentu.
5. Setiap ternak yang mati harus segera dimusnahkan dibawah pengawasan
Dokter hewan yang berwenang serta dicatat penyebab kematiannya.
6.
Dilarang memasukkan dan memelihara ternak bukan bibit di areal farm.
7.
Mempunyai sistem pencatatan untuk setiap ekor ternak yang menggambarkan
waktu dating dan pergi, kinerja produksi; obat dan vaksin yang digunakan; uji
laboratorium yang dilakukan dan hasilnya; asal ternak (negara, daerah, alamat
suplayer); dan daerah tujuan penyebaran ternak/produksinya. Catatan ini harus
tetap disimpan sampai sedikitnya 1 (satu) tahun setelah ternak tersebut sudah
tidak ada di farm.
Kegiatan Pendukung Biosekuriti
1.
Sumber Daya Manusia (SDM)
a.
Para petugas pemelihara ternak bibit perlu memiliki pengetahuan dan
keterampilan dalam kesejahteraan hewan (animal welfare).
b. Peningkatan SDM melalui penyuluhan, pelatihan kepada setiap
karyawan/petugas yang ada di peternakan terutama dalam mengelola limbah,
penggunaan alat-alat, pemberian pakan, cara pencegahan dan penanggulangan
penyakit.
2.
Program Vaksinasi
Pelaksanaan program vaksinasi di UPT Perbibitan, perusahaan maupun di
Balai Pembibitan milik pemerintah, memerlukan pengkajian lebih lanjut karena
berhubungan dengan regulasi pemerintah terhadap penyakit menular pada ternak
dan diperlukan adanya keikutsertaan masyarakat (peternak, perusahaan peternakan)
terhadap pelaksanaan vaksinasi tersebut.
Sumber :
Levis, Donanld.
2011. Biosecurity of Pig and Farm Security. Institute of Agriculture and
Natural Resources. University of Nebraska.
Pedoman Penataan
Budidaya Ternak Babi Ramah Lingkungan. 2011. Kementerian Pertanian Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Stokes, A.M.,
Willer, R.D., dan Zaleski, H.M. 2010. Biosecurity for Swine Producer. College
of Tropical Agriculture and Human Resources. University of Hawai.
DOWNLOAD PDF : Tindakan Biosecurity Pada Pembibitan Babi
0 komentar:
Post a Comment