Wednesday, January 18, 2017

Biosecurity Pada Peternakan Babi



Menurut Jeffrey (2006), biosekuriti memiliki arti sebagai upaya untuk mengurangi penyebaran organisme penyakit dengan cara menghalangi kontak antara hewan dan mikroorganisme. Adapun menurut Deptan RI (2006), biosekuriti adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan penularan/ kontak dengan ternak tertular sehingga rantai penyebaran penyakit dapat diminimalkan. WHO (2008) menambahkan bahwa tindakan biosekuriti meliputi sekumpulan penerapan manajemen yang dilakukan bersamaan untuk mengurangi potensi penyebaran penyakit, misalnya virus flu burung pada hewan atau manusia. Tujuan utama penerapan biosekuriti pada peternakan yaitu,
1.     seminimalkan keberadaan penyebab penyakit,
2.     meminimalkan kesempatan agen berhubungan dengan induk semang dan
3. membuat tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit seminimal mungkin (Zainuddin dan Wibawan 2007).
Ditambahkan pula bahwa tujuan dari penerapan biosekuriti adalah mencegah semua kemungkinan penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit (Ditjen Peternakan 2005).
Penerapan biosekuriti pada seluruh sektor peternakan, baik di industry perunggasan atau peternakan lainnya akan mengurangi risiko penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit yang mengancam sektor tersebut. Meskipun biosekuriti bukan satu-satunya upaya pencegahan terhadap serangan penyakit, namun biosekuriti merupakan garis pertahanan pertama terhadap penyakit (Cardona 2005).
Dilihat dari segi hierarkinya, biosekuriti terdiri atas tiga komponen yaitu biosekuriti konseptual, biosekuriti struktural dan biosekuriti operasional. Biosekuriti konseptual merupakan biosekuriti tingkat pertama dan menjadi basis dari seluruh program pencegahan penyakit meliputi pemilihan lokasi kandang serta penetapan lokasi khusus untuk gudang pakan atau tempat mencampur pakan. Adapun biosekuriti struktural merupakan biosekuriti tingkat kedua, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan tata letak peternakan (farm), pembuatan pagar yang benar, pembuatan saluran pembuangan, penyediaan peralatan dekontaminasi, instalasi penyimpanan pakan, ruang ganti pakaian dan peralatan kandang. Sementara itu, biosekuriti operasional merupakan biosekuriti tingkat ketiga terdiri atas prosedur manajemen untuk mencegah kejadian dan penyebaran infeksi dalam suatu peternakan. Biosekuriti operasional tediri atas tiga hal pokok yakni, a) pengaturan traffic control, b) pengaturan dalam farm dan c) desinfeksi (Sudarisman 2004). Tindakan biosekuriti memiliki tiga komponen utama, yaitu isolasi ternak dari lingkungan luar, pengawasan lalu lintas dalam peternakan dan sanitasi.

Tindakan Biosecurity
     Secara garis besar pelaksanaan prosedur biosekuriti diterapkan dengan maksud untuk mencegah masuknya penyakit hewan menular kedalam lingkungan sumber bibit (UPT/UPTD) melalui ternak, manusia dan peralatan yang tercemar bibit penyakit. Oleh karena itu, pelaksanaan tata cara pemeliharaan ternak yang sudah ada di lingkungan breeding farm harus mengikuti tata cara sebagai berikut:
Lokasi UPT Perbibitan
1.     Lokasi
Lokasi perbibitan ternak secara umum harus berjarak minimal 1 Km dari jalan raya, pemukiman , sungai/danau (khusus unggas), pasar hewan dan tempat pemotongan ternak. Untuk ternak bibit antar spesies lokasi kandang harus terpisah berjarak minimal 1 Km.

Gambar 2.   skematik kepadatan babi lokal didefinisikan sebagai jumlah rata-rata babi per 4 mil persegi (63 mil x 63 mil = .4.sq.mi) dalam 3 mil radius pertanian

2.     Ternak Bibit
1.    Bahwa ternak yang ada dan akan masuk lingkungan peternakan harus sehat dan bebas dari penyakit hewan menular.
2.     Ternak harus bebas dari kelainan alat reproduksi.
3.  Mempunyai sistem pencatatan untuk setiap ekor ternak yang menggambarkan waktu datang dan pergi; kinerja produksi; obat dan vaksin yang digunakan; uji laboratorium yang dilakukan dan hasilnya; asal ternak (negara, daerah, alamat suplayer); dan daerah tujuan penyebaran ternak/produksinya. Catatan ini harus tetap disimpan sampai sedikitnya 1 (satu) tahun setelah ternak tersebut sudah tidak ada di farm.
4.  Setiap ternak yang sakit harus dipisahkan dari kelompok ke kandang isolasi untuk dilakukan pengobatan atau afkir bagi penyakit-penyakit tertentu.
5.    Setiap ternak yang mati harus segera dimusnahkan dibawah pengawasan Dokter Hewan yang berwenang serta dicatat penyebab kematiannya berdasarkan pemeriksaan standar oleh Dokter Hewan.
6.     Dilarang memasukkan dan memelihara ternak bukan bibit di areal pembibitan

3.     Lalu lintas
Lalu lintas ternak, manusia dan peralatan dilingkungan sumber bibit harus diatur dan diawasi dengan ketat sesuai prosedur dibawah ini.
1.     Perlakuan terhadap Ternak yang baru masuk
a.     Setiap ternak bibit yang masuk dari luar wilayah (dalam negeri/luar negeri) kedalam suatu pembibitan harus bebas dari penyakit menular sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia.
b.     Setiap ternak bibit yang baru masuk kedalam lingkungan UPT/UPTD harus dilakukan isolasi di kandang karantina selama 3 (tiga) minggu sampai dengan 1 (satu) bulan.
c.     Pengamatan ternak di kandang karantina harus dilakukan dibawah pengawasan dokter hewan serta petugas yang memahami menejemen ternak dan perbibitan.
d. Selama ternak di kandang karantina harus dilakukan pengamatan terhadap kemungkinan adanya penyakit .
e.     Ternak di kandang karantina harus dilakukan pengujian untuk deteksi penyakit.
f.      Semua sample harus diuji di laboratorium kesehatan hewan yang terakreditasi.
g.   Segera setelah dinyatakan tidak ada (bebas) dari carrier penyakit, maka ternak bibit yang baru tadi dapat bergabung dengan ternak yang lainnya.
2.     Perlakuan terhadap ternak yang sudah ada lingkungan peternakan
a. Ternak yang ada didalam lingkungan peternakan harus secara rutin dilakukan pengamatan terhadap status kesehatannya.
b.     Secara berkala harus dilakukan uji/pemeriksaan laboratorium, terhadap penyakit hewan menular oratoris dinyatakan sakit harus dilakukan tindakan sesuai dengan pedoman Kesehatan Hewan Ternak Babi Bibit
c.     Ternak yang sudah keluar dari area peternakan tidak diperkenankan masuk lagi, sebelum dilakukan tindak karantina.
3.     Perlakuan terhadap manusia yang keluar masuk lingkungan UPT Perbibitan Peternakan
a.  Setiap orang yang akan masuk ke dalam areal Perbibitan UPT peternakan harus dilakukan desinfeksi.


b.    Setiap orang yang akan memasuki areal produksi harus memakai pakaian dan sepatu khusus serta mencelupkan sepatunya (dipping) di bak desinfektan
c.     Setiap petugas dilarang mempunyai tugas rangkap
d.  Setiap orang yang akan memasuki areal UPT Perbibitan tidak diperbolehkan membawa barang atau peralatan dari luar areal produksi, sebelum dilakukan tindak desinfeksi.
4.     Perlakuan terhadap peralatan dan kendaraan
a.    Setiap kendaraan yang akan masuk ke area UPT Perbibitan harus di desinfeksi terlebih dahulu. Khusus Kendaraan tamu harus diparkir diluar areal produksi peternakan (disediakan tempat parkir diluar area produksi)

b.   Kendaraan yang dipergunakan untuk pengangkutan pakan atau pemindahan ternak didalam areal produksi setelah keluar area peternakan dilarang masuk kembali ke area produksi sebelum dilakukan desinfeksi ulang.
c.     Semua peralatan yang akan masuk areal produksi harus di desinfeksi terlebih dahulu.
d.     Tidak diperbolehkan membawa peralatan di areal produksi keluar dari areal tersebut .
e.     Setiap peralatan harus didesinfeksi terlebih dahulu sebelum dipergunakan.


Prosedur Biosekuriti Babi
    Secara garis besar pelaksanaan pengendalian penyakit pada ternak bibit diterapkan dengan maksud untuk mencegah masuknya penyakit hewan menular kedalam lingkungan sumber bibit (UPT/UPTD) melalui ternak, manusia dan peralatan yang tercemar bibit penyakit. Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengendalian/penanganan ternak bibit adalah penyakit hewan yang harus bebas, persyaratan pemasukan hewan agar hewan yang baru datang tidak membawa penyakit dan sistem pemeriksaan kesehatan hewan yang secara rutin harus dilakukan.  
Tatalaksana pembibitan babi adalah kegiatan melakukan pembiakan babi hasil seleksi melalui perkawinan yang seleksinya didasarkan pada sifat produksi dan/atau reproduksi. Tatacara pembiakannya adalah : (a) melakukan perkawinan babi jantan dan betina untuk menghasilkan bibit; (b) menghasilkan untuk pedaging.


Gambar 1. komponen dari peternakan babi diperlukan untuk biosekuriti yang memadai

Usaha pembibitan babi dilakukan dengan mengacu kepada Pedoman Pembibitan Babi Yang Baik (GBP).
A.   Pesyaratan Teknis Bibit Babi
1.     Bibit diutamakan hasil produksi dari pembibit;
2.     Babi bebas dari penyakit menular;
3.     Memenuhi persyaratan teknis minimal bibit babi sesuai galur yang digunakan;
4.   Babi betina induk siap berproduksi dan pejantan siap kawin. Untuk mengatasi kesulitan penyediaan babi induk, dipertimbangkan pengadaan bibit dengan memperhitungkan pakan sampai dengan babi siap produksi.
B.    Penyakit Hewan yang Harus Bebas
Penyakit hewan yang harus bebas untuk Ternak Bibit Babi adalah :
1.     Anthrax
2.     Brucellosis (B.suis)
3.     Hog Cholera (Classical swine fever)
4.     Coli bacillosis
5.     Erysipelas
6.     Cisticercosis
C.    Kandang dan Perlengkapan
1.    Bangunan kandang pejantan harus kuat dengan ukuran 3m x 2m. Kandang induk/induk bunting 3m x 2,5m yang bisa dilengkapi halaman umbaran
2.  Kandang cukup ventilasi, memperoleh cukup sinar matahari dan terhindar dari aliran hembusan angin yang terus menerus.
3.    Tempat pakan dan air minum terbuat dari bahan semen dan sesuai dengan umur babi, baik ukuran maupun bentuknya.
4.  Tempat pakan dan air minum harus diletakan secara praktis, berdekatan, mudah terjangkau, sehingga pakan tidak tercecer.
5.     Babi yang sakit ditempatkan di kandang isolasi, alat untuk membersihkan kandang isolasi tidak boleh digunakan pada kandang lain.
6. Lantai kandang terbuat dari semen dan dibuat miring agar memudahkan dalam pembersihan
D.   Pakan dan Obat
1.     Pakan
a.     yang digunakan berupa pakan komersial dan/atau campuran layak konsumsi;
b.     Pakan dapat diberikan dalam bentuk konsentrat, dedak, ampas tahu dan campuran.
2.     Obat
a.    Obat hewan yang digunakan seperti biologik, premik, farmasbabi adalah obat hewan yang telah terdaftar dan memiliki nomor pendaftaran obat hewan;
b.  Penggunaan obat hewan harus dibawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
E.    Kesehatan Hewan
1.   Kandang yang digunakan untuk pembibitan babi dirancang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dimasuki dan tidak lembab
2.  Pembersihan dan pensucihamaan kandang yang baru dikosongkan dilakukan dengan menggunakan desinfektan.
3.     Desinfeksi kandang dan peralatan serta pembasmian serangga, parasit dan hama lainnya dilakukan secara teratur.
4.     Kandang harus dikosongkan minimal 2 minggu sebelum digunakan kembali;
5.  Setiap individu, kendaraan, peralatan dan atau barang lainnya yang akan masuk atau dibawa ke dalam lokasi pembibitan harus didesinfeksi.
6.   Pencegahan terhadap penyakit menular yaitu H1N1 dan penyakit cacing serta penyakit lainnya dilakukan sesuai petunjuk teknis kesehatan hewan.
7.     Apabila terjadi kasus penyakit hewan menular yang menyerang babi di lokasi pembibitan harus segera dilaporkan kepada dinas setempat untuk dilakukan tindakan sebagaimana mestinya.
8.   Babi, bangkai babi dan limbah pembibitan yang terkena penyakit hewan menular tidak boleh dibawa keluar lokasi pembibitan dan harus segera dimusnahkan dengan dibakar dan/atau dikubur.
F.    Biosekuriti
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontak/penularan bibit penyakit hewan pada ternak, dilakukan tindakan sebagai berikut :
1.   lokasi pembibitan harus memiliki pagar untuk memudahkan kontrol keluar masuknya individu, kendaraan, barang serta mencegah masuknya hewan lain;
2.  Setiap individu sebelum masuk ke unit kandang harus melalui ruang sanitasi untuk disemprot dengan desinfeksi. atau mencelupkan kaki ke bak cuci yang telah diberi disinfektans,
3.  Pengunjung yang hendak masuk lokasi pembibitan harus meminta izin dan mengikuti peraturan yang ada


Persyaratan terhadap ternak yang baru masuk
Setiap ternak bibit yang masuk dari luar wilayah (dalam negeri/luar negeri) kedalam suatu pembibitan harus bebas dari penyakit menular sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia yang dibuktikan dengan dokumen lengkap kesehatan dari tempat asal.
1.   Setiap ternak bibit yang baru masuk kedalam lingkungan UPT/UPTD harus dilakukan isolasi di kandang isolasi sekurang-kurangnya selama 14 hari sampai dengan 90 hari untuk tindakan pengamatan dan pemeriksaan penyakit.
2.  Pengamatan dan pemeriksaan ternak di kandang isolasi harus dilakukan dibawah pengawasan dokter hewan yang berwenang.
3.   Segera setelah dinyatakan tidak ada (bebas) dari carrier penyakit, maka ternak bibit yang baru tadi dapat bergabung dengan ternak yang lainnya.
4.   Setiap ternak yang sakit harus dipisahkan dari kelompok ternak yang sehat ke kandang khusus untuk dilakukan pengobatan atau afkir bagi penyakit-penyakit tertentu.
5.    Setiap ternak yang mati harus segera dimusnahkan dibawah pengawasan Dokter hewan yang berwenang serta dicatat penyebab kematiannya.
6.     Dilarang memasukkan dan memelihara ternak bukan bibit di areal farm.
7.     Mempunyai sistem pencatatan untuk setiap ekor ternak yang menggambarkan waktu dating dan pergi, kinerja produksi; obat dan vaksin yang digunakan; uji laboratorium yang dilakukan dan hasilnya; asal ternak (negara, daerah, alamat suplayer); dan daerah tujuan penyebaran ternak/produksinya. Catatan ini harus tetap disimpan sampai sedikitnya 1 (satu) tahun setelah ternak tersebut sudah tidak ada di farm.


Kegiatan Pendukung Biosekuriti
1.     Sumber Daya Manusia (SDM)
a.     Para petugas pemelihara ternak bibit perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam kesejahteraan hewan (animal welfare).
b.   Peningkatan SDM melalui penyuluhan, pelatihan kepada setiap karyawan/petugas yang ada di peternakan terutama dalam mengelola limbah, penggunaan alat-alat, pemberian pakan, cara pencegahan dan penanggulangan penyakit.
2.     Program Vaksinasi
Pelaksanaan program vaksinasi di UPT Perbibitan, perusahaan maupun di Balai Pembibitan milik pemerintah, memerlukan pengkajian lebih lanjut karena berhubungan dengan regulasi pemerintah terhadap penyakit menular pada ternak dan diperlukan adanya keikutsertaan masyarakat (peternak, perusahaan peternakan) terhadap pelaksanaan vaksinasi tersebut.

Sumber : 
Levis, Donanld. 2011. Biosecurity of Pig and Farm Security. Institute of Agriculture and Natural Resources. University of Nebraska.
Pedoman Penataan Budidaya Ternak Babi Ramah Lingkungan. 2011. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Stokes, A.M., Willer, R.D., dan Zaleski, H.M. 2010. Biosecurity for Swine Producer. College of Tropical Agriculture and Human Resources. University of Hawai.




0 komentar:

Post a Comment