SARANA
DAN PRASARANA
A. Prasarana
1. Lahan
dan Lokasi
Lahan dan lokasi pembibitan sapi potong harus
memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a.
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Provinsi
(RTRWP), rencana Tata ruang wilayah Kabupaten/
Kota (RTRK), atau rencana Detail
Tata ruang Daerah (RTRD);
b.
letak dan ketinggian lahan dari wilayah
sekitarnya memperhatikan topografi dan fungsi lingkungan, untuk menghindari kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak
mencemari lingkungan;
c. tidak ditemukan agen
penyakit hewan menular
strategis terutama yang berhubungan dengan reproduksi dan produksi
ternak;
d.
mempunyai potensi sebagai sumber bibit sapi potong;
e. Upaya Pengelolaan lingkungan hidup
dan Upaya Pemantauan lingkungan hidup (UKI/UPI); dan
f.
mudah diakses atau terjangkau alat transportasi.
2. Air
dan Sumber Energi
Tersedia cukup
air bersih sesuai dengan
baku mutu dan sumber energi yang
cukup sesuai kebutuhan dan peruntukannya, seperti listrik sebagai alat
penerangan.
B. Sarana
Sarana untuk pembibitan
sapi potong sebagai berikut:
1.
Bangunan
a. Bangunan yang diperlukan pada peternak, kelompok, atau koperasi meliputi kandang,
tempat penyimpanan pakan, dan tempat
penampungan dan/atau pengolahan limbah.
b. Bangunan yang diperlukan pada perusahaan, UPT Pemerintah, dan UPT pemerintah daerah
(provinsi dan kabupaten/kota) meliputi:
1)
Bangunan Perkantoran
Bangunan perkantoran
terletak dalam satu lokasi dengan tempat usaha pembibitan, yang fungsinya untuk
kegiatan manajemen administrasi dan pengolahan data.
2)
Bangunan Perkandangan
a)
Sistem Ekstensif (Pastura)
Pada sistem ini bangunan
diperlukan sebagai berikut:
·
paddock untuk melakukan penggembalaan bergilir (rotation grazing) agar pertumbuhan
rumput dapat terkendali.
· cattle yard untuk penanganan sapi dalam
kegiatan diantaranya pemeriksaan, vaksinasi, pengukuran/ penimbangan,
bongkar muat atau melakukan seleksi
ternak.
b)
Sistem Intesif
Pada sistem intensif bangunan
yang diperlukan adalah
sebagai berikut:
·
kandang kelompok untuk
anak, dewasa, induk dan pejantan;
·
kandang jepit; dan
·
kandang isolasi dan kandang melahirkan.
c)
Bangunan Pendukung
·
gudang pakan;
·
gudang peralatan dan garasi; dan
·
unit penampungan dan/atau pengolahan limbah.
c.
Persyaratan Tata Letak
Kandang
Kandang harus terletak di tempat kering dan tidak tergenang air saat hujan serta
cukup sinar matahari.
d.
Persyaratan Teknis Kandang
·
konstruksi kandang harus kuat;
·
terbuat dari bahan yang ekonomis
dan mudah diperoleh;
·
sirkulasi udara dan sinar matahari cukup;
·
drainase dan saluran
pembuangan limbah baik serta
mudah dibersihkan;
·
lantai rata, tidak licin, tidak kasar, mudah kering,
dan tahan injak; dan
·
luas kandang memenuhi
persyaratan daya tampung dan memiliki area untuk gerak.
Bentuk dan ukuran kandang
sesuai Gambar 1 dan 2.
Gambar 1.
Bentuk dan Ukuran Kandang Tampak Depan
Gambar 2. Bentuk
dan Ukuran Kandang Tampak Belakang
2. Alat dan Mesin Peternakan dan Kesehatan Hewan
a.
Pada Peternak atau Kelompok, antara lain:
1)
Tempat pakan, tempat minum, sapu lidi dan sekop;
2)
alat pemotong
rumput;
3)
pita ukur, tongkat
ukur, buku recording dan formulir
pencatatan; dan
4)
eartag dan kalung.
b.
Pada perusahaan, UPT Pemerintah, dan UPT pemerintah
daerah (provinsi dan kabupaten/kota)
1)
Sistem
Ekstensif Pastura
·
tempat pakan dan tempat minum;
· peralatan pencatatan ternak antara lain buku recording,
formulir pencatatan, timbangan
ternak, pita ukur dan tongkat ukur;
·
peralatan penanganan kesehatan hewan;
·
peralatan pemotong
tanduk;
·
peralatan identitas
ternak antara
lain microchip,
eartag dan kalung; dan
·
peralatan penanda
perkawinan antara lain chinball.
2)
Sistem
Intensif dan Semi Intensif
·
tempat pakan dan tempat minum;
·
buku recording, formulir pencatatan, timbangan
ternak, pita ukur dan tongkat
ukur;
·
pemotong rumput,
pengangkut rumput, pembersih kandang, dan pemotong tanduk;
·
alat penanganan kesehatan hewan; dan
·
peralatan identitas
ternak antara
lain microchip,
eartag dan kalung.
3. Bibit
Bibit yang digunakan untuk
pembibitan sapi potong
harus memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
4. Pakan
Dalam usaha pembibitan sapi
potong harus menyediakan pakan dengan jumlah
cukup dan berkualitas yang berasal dari:
a.
hijauan pakan antara
lain rumput (rumput
budi daya dan rumput alam),
dan legume;
b.
hasil samping dari tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura;
c.
pakan konsentrat tidak boleh
mengandung
bahan
pakan yang berupa darah, daging dan/atau tulang serta tidak boleh dicampur
dengan hormon tertentu atau
antibiotik imbuhan pakan;
d.
pakan konsentrat sebagai sumber protein dan atau sumber energi serta dapat mengandung
pelengkap pakan dan/atau imbuhan pakan;
e.
pakan yang berasal dari pabrik harus berlabel dan memiliki nomor
pendaftaran, dan pakan yang diolah sendiri harus memenuhi nutrisi.
5. Obat
Hewan
a. obat hewan yang dipergunakan dalam pembibitan sapi potong harus memiliki nomor pendaftaran;
b.
obat hewan yang dipergunakan sebagai
imbuhan dan pelengkap pakan
meliputi premiks dan sediaan obat alami sesuai dengan peruntukannya; dan
c. penggunaan obat
hewan harus sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang obat hewan.
CARA
PEMBIBITAN
Dalam pembibitan sapi potong dilaksanakan melalui pemuliaan dalam satu
rumpun atau satu galur, baik pejantan maupun induk yang dikawinkan berasal dari
satu rumpun atau galur yang sama. Pelaksanaan pembibitan meliputi:
A.
Pemilihan Bibit
Bibit sapi potong yang
digunakan untuk usaha pembibitan harus memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
B.
Pemberian Pakan
Dalam pemberian pakan perlu
diperhatikan kandungan nutrisi berupa protein,
vitamin, mineral, dan serat kasar
yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi fisioliogis ternak sebagai
berikut:
1.
Pemberian pakan dengan pemeliharaan sistem ekstensif/
pastura (digembalakan), yaitu sapi dilepas di padang rumput, biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai
tempat pengembalaan cukup
luas, dan memerlukan waktu rata-rata 5-7 jam per hari. Dengan cara ini maka tidak
memerlukan ransum tambahan pakan penguat karena sapi telah memakan bermacam
jenis rumput.
2. Pemberian pakan dengan pemeliharaan sistem intensif/ semi
intensif, yaitu sapi dikandangkan setiap hari dengan diberikan pakan
rata-rata 10% dari berat badan dan pakan tambahan 1-2% dari berat badan.
Pakan tambahan dapat berupa dedak halus, bekatul, bungkil
kelapa, gaplek, ampas tahu yang diberikan
dengan cara mencampurkan dalam rumput. Selain itu juga
dapat ditambahkan mineral sebagai penguat berupa garam dapur dan kapur.
C.
Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan pembibitan sapi potong dapat dilakukan melalui pemeliharaan
ekstensif/pastura (digembalakan), intensif dan/atau semi intensif.
1.
Pemeliharaan dengan Sistem Ekstensif (Pastura)
Pada sistem
ini pemeliharaan induk
dengan anak dilakukan secara bersamaan (cow calf
operation), setelah anaknya disapih, induk dimasukkan dalam
paddock perkawinan, dan anak dikelompokkan berdasarkan berat badan dan umur sesuai dengan jenis kelamin
dan rumpun.
a.
Pemeliharaan Pedet
·
pedet dibiarkan selalu bersama induknya sampai
umur lepas sapih;
·
pemberian kolustrum dan susu atau bahan cair lain
sebanyak 10% dari berat badan;
· penimbangan berat
badan, dan pengukuran tinggi
gumba, lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pinggul dilakukan pada saat
lahir dan disapih.
b.
Pemeliharaan Sapi Dara dan
Remaja (Muda)
·
sapi ditempatkan di paddock berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan rumpun;
·
bagi sapi dara siap kawin ditempatkan pada paddock
khusus untuk perkawinan;
·
kapasitas tamping pasture 1–2 ekor/hektar (tergantung kondisi
pastura)
c.
Pemeliharaan Induk dan
Calon Induk
·
induk dan calon induk ditempatkan pada satu paddock;
·
diberikan pakan dan vitamin/mineral tambahan;
· perkawinan dilakukan
dengan cara kawin alam
dengan cara memasukan
pejantan yang telah diberi
penanda perkawinan dengan perbandingan
pejantan dan betina 1:15-20;
·
pejantan ditempatkan di dalam paddock kelompok
betina selama
3 bulan dan identitas
pejantan dicatat;
· pengawasan dan pemeriksaan kebuntingan dilakukan
untuk memisahkan ternak yang menunjukan
kebuntingan dan mengeluarkannya pada paddock terpisah;
·
induk yang tidak bunting
setelah 2 kali masa pemeriksaan kebuntingan dipisahkan
untuk mendapatkan penanganan gangguan reproduksi;
·
induk yang tidak bunting
setelah 3 kali masa pemeriksaan kebuntingan dilakukan
pengafkiran
untuk dijadikan ternak
potong.
d.
Pemeliharaan Sapi Bunting
1) sapi bunting ditempatkan pada paddock terpisah,
diberi pakan dan vitamin/mineral tambahan;
2) pengawasan dilakukan
untuk penanganan sapi dengan
memperlihatkan tanda-tanda akan melahirkan;
penanganan kelahiran:
o apabila terlihat gejala kesulitan beranak, segera
minta bantuan kepada
petugas tenaga medis;
o dilakukan pencatatan induk: kondisi, jenis partus,
tanggal melahirkan, dan status kelahiran;
o
dilakukan pencatatan anak : tanggal lahir,
berat lahir, tinggi
pundak
(gumba),
panjang
badan,
lingkar dada dan silsilah.
e.
Pemeliharaan calon
Penjantan
·
sapi calon pejantan
dikelompokkan pada paddock tersendiri berdasarkan umur
dan berat badan;
·
diberikan pakan dan vitamin/mineral tambahan.
f.
Pemeliharaan Pejantan
·
ditempatkan pada paddock tersendiri agar kondisinya terjaga;
· pemberian pakan konsentrat sesuai dengan
SNI
No. 3148.2:2009 agar dapat menghasilkan sperma dengan kualitas baik;
·
pejantan yang sedang digunakan untuk kawin alam dipantau kesehatannya, dan segera
dikeluarkan dari paddock apabila menunjukkan kelemahan untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut;
·
dimandikan dan kontrol kesehatan;
· penggunaan pejantan dalam
perkawinan perlu diatur agar tidak mengawini
keturunannya.
2.
Pemeliharaan dengan Sistem
Intensif atau Semi Intensif
a.
Pemeliharaan dan Perawatan
Pedet
Pemeliharaan dan perawatan pedet pada saat kelahiran
sebagai berikut:
1) bersihkan lendir dari mulut, lubang hidung dan bagian lainnya, agar pedet dapat
bernafas dengan baik;
2)
tali pusar dipotong
10 cm dari pangkal talinya
dan diberi antiseptik;
3)
dilakukan pemantauan kondisi
pedet apabila lebih kurang tiga puluh menit sesudah
lahir pedet belum dapat berjalan dan menyusu, maka harus dibantu;
4)
apabila induk tidak dapat menyusui
maka pedet diberi susu
dari induk yang
lain atau susu
pengganti;
5) pedet diberi
air susu (kolostrum) dalam minggu pertama;
6) tempat pedet berbaring harus diberi alas yang bersih dan hangat;
7) dilakukan penimbangan berat
badan, pengukuran tinggi pundak (gumba), lingkar dada, panjang
badan, setelah pedet mampu
berdiri sendiri (dalam
waktu 24 jam setelah lahir) dan pemberian identitas;
8) pedet dibiarkan bersama induk sampai
pedet disapih kira-kira
sampai umur 205 hari.
b.
Pemeliharaan dan Perawatan
Sapi Dara dan Muda
1)
setelah sapi disapih
umur 205 hari,
dapat dilakukan pengeluhan (ring
nose) agar sapi mudah dikendalikan dalam penanganan;
2)
ditempatkan dalam kandang
berdasarkan kelompok umur,
jenis kelamin dan rumpun;
3)
pemberian pakan sesuai dengan standar.
c.
Pemeliharaan dan Perawatan
Calon Induk
1)
ditempatkan dalam kandang
tersendiri berdasarkan
kelompok umur dan rumpun;
2)
pemberian pakan sesuai dengan standar;
3)
dikawinkan pada birahi ke dua
dengan
umur
dan berat badan yang memenuhi syarat untuk dikawinkan
sesuai rumpunnya;
4)
perkawinan dianjurkan dengan cara inseminasi buatan (IB) atau
dapat pula dilakukan kawin alam, serta pencatatan kode semen dan pejantan yang
digunakan harus dilakukan;
5)
apabila perkawinan IB dua kali gagal, dianjurkan kawin alam.
d.
Pemeliharaan dan Perawatan
Induk Bunting
1)
sapi yang sedang bunting harus dipisahkan dari sapi lainnya;
2)
untuk memudahkan pemeliharaan dan perawatan, induk bunting
dikelompokkan dalam tiga fase yakni:
· bunting muda (1-5 bulan) diberikan
pakan yang memenuhi kebutuhan
nutrisi;
· bunting tua (>5-8
bulan) kuantitas dan kualitas
pakan sesuai kebutuhan dan penambahan energi di dalam pakan;
·
menjelang beranak (>8 bulan) kuantitas
dan kualitas pakan sesuai kebutuhan campuran
dari 2-3 kg konsentrat dengan 4-6 kg dedak padi/ jagung (1 kg kulit kopi
dan hijauan segar atau jerami padi kering), induk dimasukkan ke dalam kandang melahirkan yang kering dan terang serta exercise harus dilakukan.
e.
Pemeliharaan dan Perawatan
Induk Melahirkan
1)
apabila terlihat gejala
akan melahirkan, dilakukan pengawasan secara intensif;
2)
jika mengalami kesulitan
beranak, segera minta pertolongan pada petugas medis;
3) hijauan pakan dan konsentrat diberikan lebih dari kebutuhan
pokok, agar dapat mempercepat proses perbaikan kesehatan.
f.
Pemeliharaan Calon Pejantan
dan Pejantan
1) ditempatkan pada kandang khusus secara tersendiri
agar kondisinya terjaga;
2)
agar dapat menghasilkan sperma dengan kualitas baik,
pejantan diberi pakan khusus;
3)
pejantan yang
sedang digunakan untuk kawin alam
dipantau kesehatannya, dan segera
dikeluarkan dari kandang apabila menunjukkan
kelemahan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut;
4)
penggunaan pejantan
dalam perkawinan perlu diatur
agar tidak mengawini
anaknya.
D.
Pembibitan
1.
Perkawinan
Dalam upaya memperoleh bibit yang sesuai
standar, teknik perkawinan dapat
dilakukan dengan cara kawin alam
atau Inseminasi Buatan (IB).
a. pada kawin alam rasio jantan
betina diusahakan 1:15–20 ekor;
b. perkawinan dengan IB memakai semen beku sesuai SNI
atau semen cair dari pejantan
yang sudah teruji kualitasnya
dan dinyatakan bebas dari penyakit
hewan menular;
c. dalam pelaksanaan kawin alam atau IB harus dilakukan
pengaturan penggunaan pejantan atau semen untuk menghindari terjadi perkawinan sedarah (inbreeding).
2.
Pencatatan (Recording)
Dalam melakukan pembibitan sapi potong
harus dilakukan pencatatan, meliputi:
a.
rumpun, identitas, silsilah;
b.
perkawinan (tanggal,
pejantan/kode semen, IB/kawin
alam, induk);
c.
induk melahirkan (tanggal, tunggal/kembar,
normal/distokia);
d. pedet lahir (tanggal,
tunggal/kembar, bobot lahir, jenis
kelamin, induk, pejantan/kode semen, tinggi gumba, panjang badan);
e.
penyapihan (tanggal, bobot
sapih, tinggi gumba,
panjang badan);
f.
vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment);
g. mutasi (pemasukan dan
pengeluaran).
Gambar
3. Contoh Format Kartu Recording
Induk
Gambar 4. Contoh Format
Kartu Recording Pejantan
Gambar 5. Contoh Format
Kartu Recording Anak
Gambar 6. Contoh Format
Kartu Recording Anak
3.
Seleksi Bibit
Seleksi bibit
sapi potong dilakukan berdasarkan performan
anak dan individu calon bibit sapi potong, dengan mempergunakan kriteria
seleksi sebagai berikut :
a.
Sapi Induk
1)
sapi induk harus dapat menghasilkan anak secara teratur;
2)
dapat melahirkan anak tidak cacat dan mempunyai rasio bobot sapih umur 205 hari (weaning
weight ratio) di atas rata-rata dari kelompoknya
b.
Calon Pejantan
1)
bobot sapih umur 205 hari terkoreksi terhadap umur induk dan
musim kelahiran, di atas rata-rata dari kelompoknya;
2)
bobot badan umur 365 hari di atas rata-rata;
3)
pertambahan bobot badan umur 2 tahun di atas rata-rata;
4)
libido dan kualitas sperma baik;
5)
penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya.
c.
Calon Induk
1)
bobot sapih umur 205 hari terkoreksi terhadap umur induk dan
musim kelahiran, di atas rata-rata dari kelompoknya;
2)
bobot badan umur 365 hari di atas rata-rata;
3)
penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya.
4.
Ternak Pengganti (Replacement Stock)
Ternak pengganti diprogram
secara teratur setiap tahun.
5.
Afkir (Culling)
Pengeluaran ternak
yang sudah dinyatakan tidak memenuhi
persyaratan bibit (afkir/culling), dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
sapi induk yang tidak produktif harus segera
dikeluarkan;
b.
keturunan jantan yang tidak terpilih
sebagai calon bibit (tidak lolos seleksi) dikeluarkan, dapat dikastrasi dan dijadikan sapi
potong;
c. anak betina yang pada saat sapih
atau pada umur muda menunjukkan tidak memenuhi persyaratan bibit harus dijadikan sapi potong.
KESEHATAN
HEWAN
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam pembibitan sapi potong harus
memperhatikan kaidah kesehatan hewan yang meliputi:
A.
Situasi Penyakit Hewan
1.
pembibitan sapi potong
harus terletak di daerah yang tidak
terdapat gejala klinis atau bukti lain tentang penyakit radang limpa (Anthrax), dan keluron menular
(Brucellosis);
2.
dalam hal pembibitan dilakukan di daerah
endemis Anthrax,
Brucellosis dan SE, kegiatan
vaksinasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.
B.
Pencegahan Penyakit Hewan
1.
melakukan vaksinasi dan
pengujian/tes laboratorium
terhadap penyakit hewan
menular tertentu yang
ditetapkan oleh instansi berwenang;
2.
mencatat setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis
vaksin yang dipakai dalam kartu kesehatan ternak;
3.
melaporkan kepada Kepala
Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat terhadap
kemungkinan timbulnya kasus penyakit, terutama yang diduga/dianggap sebagai
penyakit hewan menular;
4.
pemotongan kuku dilakukan apabila diperlukan;
5.
pemberian obat cacing dilakukan secara rutin 3 (tiga) kali dalam setahun;
6.
pakan yang diberikan tidak mengandung bahan pakan yang
berupa darah, daging dan/atau tulang.
C.
Pelaksanaan Biosecurity
Dalam rangka pelaksanaan kesehatan hewan, setiap pembibitan
sapi potong harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.
lokasi usaha tidak
mudah dimasuki binatang
liar dan bebas dari hewan peliharaan lainnya yang
dapat menularkan penyakit;
2.
melakukan desinfeksi kandang
dan peralatan dengan menyemprotkan desinfektan;
3.
melakukan penyemprotan insektisida pembasmi serangga, lalat,
dan hama lainnya di sekitar kandang ternak;
4.
untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu
kelompok ternak ke kelompok
ternak lainnya, pelayanan dilakukan mulai dari ternak yang sehat ke ternak yang sakit;
5.
menjaga agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk kandang ternak yang memungkinkan terjadinya penularan
penyakit;
6.
membakar atau mengubur
bangkai ternak yang mati
karena penyakit menular;
7.
menyediakan fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu di pintu masuk
perusahaan;
8.
segera mengeluarkan ternak
yang mati dari
kandang untuk dikubur atau
dimusnahkan;
9.
mengeluarkan ternak yang sakit dari kandang untuk segera diobati atau dipotong.
PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP
Dalam melakukan usaha
pembibitan sapi potong harus memperhatikan aspek pelestarian fungsi lingkungan
hidup, sebagai berikut:
- mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan timbulnya erosi;
- mencegah timbulnya polusi dan gangguan lain yang dapat menganggu lingkungan berupa suara bising, bau busuk, serangga, dan pencemaran air sungai/air sumur;
- membuat unit pengolahan limbah sesuai dengan kapasitas produksi untuk menghasilkan pupuk organik atau biogas;
- membuat saluran dan tempat pembuangan limbah; dan
- membuat tempat pembakaran dan tempat penguburan ternak yang mati.
SUMBER DAYA ALAM
Sumber daya manusia yang diperlukan dalam
usaha pembibitan sapi potong
harus:
1.
sehat jasmani dan rohani;
2.
mempunyai keterampilan dalam
bidang
pembibitan, produksi, reproduksi,
penyakit hewan, pakan,
lingkungan, dan memahami risiko pekerjaan, serta mampu melakukan
pencatatan (recording) dan pemeliharaan sapi potong; dan
mampu menerapkan keselamatan dan keamanan
kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
A.
Pembinaan
Pembinaan pembibitan sapi
potong dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. Pembinaan
antara lain dilakukan untuk
penerapan pembibitan sapi
potong
yang baik. Pembinaan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya secara berkelanjutan
B.
Pengawasan
Untuk menjamin kualitas
bibit sapi potong yang dihasilkan
perlu dilakukan pengawasan mutu bibit, yaitu:
1. pengawasan langsung dilakukan dengan cara pemeriksaan di lokasi pembibitan dan peredaran secara berkala oleh Pengawas Bibit Ternak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
2.
pengawasan tidak langsung
dilakukan melalui pelaporan berkala oleh pembibit kepada
Kepala
Dinas
yang membidangi fungsi peternakan dan
kesehatan hewan setempat.
SUMBER:
Direktorat Perbibitan Ternak. 2014. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian Indonesia.
Direktorat Perbibitan Ternak. 2014. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian Indonesia.
Terimakasih sharing nya. Sangat bermanfaat.
ReplyDelete