Tuesday, January 24, 2017

Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik


SARANA DAN PRASARANA

A.    Prasarana
1.     Lahan dan Lokasi
Lahan dan lokasi pembibitan sapi potong harus memenuhi persyaratan sebagai  berikut:
a.     sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Provinsi (RTRWP), rencana Tata ruang wilayah Kabupaten/ Kota (RTRK), atau rencana Detail Tata ruang Daerah (RTRD);
b.     letak dan ketinggian lahan dari wilayah sekitarnya memperhatikan topografi dan fungsi lingkungan, untuk menghindari kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan;
c.    tidak ditemukan agen penyakit hewan menular strategis terutama yang berhubungan dengan reproduksi dan produksi ternak;
d.     mempunyai potensi sebagai sumber bibit sapi potong;
e.   Upaya  Pengelolaan  lingkungan   hidup   dan  Upaya Pemantauan lingkungan hidup (UKI/UPI); dan
f.      mudah diakses atau terjangkau alat transportasi.
2.     Air dan Sumber Energi
Tersedia  cukup  air  bersih  sesuai  dengan  baku  mutu dan sumber energi yang cukup sesuai kebutuhan dan peruntukannya, seperti listrik sebagai alat penerangan.

B.    Sarana
Sarana untuk pembibitan sapi potong sebagai berikut:
1.     Bangunan
a.    Bangunan yang diperlukan pada peternak, kelompok, atau koperasi meliputi kandang, tempat penyimpanan pakan, dan tempat penampungan dan/atau pengolahan limbah.
b.   Bangunan yang diperlukan pada perusahaan, UPT Pemerintah, dan UPT pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) meliputi:
1)    Bangunan Perkantoran
Bangunan perkantoran terletak dalam satu lokasi dengan tempat usaha pembibitan, yang fungsinya untuk kegiatan manajemen administrasi dan pengolahan data.
2)    Bangunan Perkandangan
a)     Sistem Ekstensif (Pastura)
Pada sistem ini bangunan diperlukan sebagai berikut:
·      paddock  untuk  melakukan  penggembalaan bergilir (rotation grazing) agar pertumbuhan rumput dapat terkendali.
·  cattle  yard  untuk  penanganan  sapi  dalam kegiatan diantaranya pemeriksaan, vaksinasi, pengukuran/ penimbangan, bongkar muat atau melakukan seleksi ternak.
b)    Sistem Intesif
Pada sistem intensif bangunan yang diperlukan adalah sebagai berikut:
·      kandang kelompok untuk anak, dewasa, induk dan pejantan;
·      kandang jepit; dan
·      kandang isolasi dan kandang melahirkan.
c)     Bangunan Pendukung
·      gudang pakan;
·      gudang peralatan dan garasi; dan
·      unit penampungan dan/atau pengolahan limbah.
c.     Persyaratan Tata Letak Kandang
Kandang harus terletak di tempat kering dan tidak tergenang air saat hujan serta cukup sinar matahari.
d.     Persyaratan Teknis Kandang
·      konstruksi kandang harus kuat;
·      terbuat dari bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh;
·      sirkulasi udara dan sinar matahari cukup;
·      drainase dan saluran pembuangan limbah baik serta mudah dibersihkan;
·      lantai rata, tidak licin, tidak kasar, mudah kering, dan tahan injak; dan
·      luas kandang memenuhi persyaratan daya tampung dan memiliki area untuk gerak.

Bentuk dan ukuran kandang sesuai Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Bentuk  dan Ukuran Kandang Tampak Depan


Gambar 2. Bentuk dan Ukuran Kandang Tampak Belakang

2.     Alat dan Mesin Peternakan dan Kesehatan Hewan
a.     Pada Peternak atau Kelompok, antara lain:
1)    Tempat pakan, tempat minum, sapu lidi dan sekop;
2)    alat pemotong rumput;
3)    pita ukur, tongkat ukur, buku recording dan formulir pencatatan; dan
4)    eartag dan kalung.
b.     Pada perusahaan, UPT Pemerintah, dan UPT pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota)
1)    Sistem Ekstensif Pastura
·      tempat pakan dan tempat minum;
·   peralatan pencatatan ternak antara lain buku recording, formulir pencatatan, timbangan ternak, pita ukur dan tongkat ukur;
·      peralatan penanganan kesehatan hewan;
·      peralatan pemotong tanduk;
·      peralatan  identitas  ternak  antara  lain  microchip, eartag dan kalung; dan
·      peralatan penanda perkawinan antara lain chinball.
2)    Sistem Intensif dan Semi Intensif
·      tempat pakan dan tempat minum;
·      buku recording, formulir pencatatan, timbangan ternak, pita ukur dan tongkat ukur;
·      pemotong rumput, pengangkut rumput, pembersih kandang, dan pemotong tanduk;
·      alat penanganan kesehatan hewan; dan
·      peralatan  identitas  ternak  antara  lain  microchip, eartag dan kalung. 
3.     Bibit
Bibit yang digunakan untuk pembibitan sapi potong harus memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4.     Pakan
Dalam usaha pembibitan sapi potong harus menyediakan pakan dengan jumlah cukup dan berkualitas yang berasal dari:
a.     hijauan pakan antara lain rumput (rumput budi daya dan rumput alam), dan legume;
b.     hasil samping dari tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura;
c.     pakan  konsentrat  tidak  boleh  mengandung  bahan pakan yang berupa darah, daging dan/atau tulang serta tidak boleh dicampur dengan hormon tertentu atau antibiotik imbuhan pakan;
d.     pakan konsentrat sebagai sumber protein dan atau sumber energi serta dapat mengandung pelengkap pakan dan/atau imbuhan pakan;
e.     pakan yang berasal dari pabrik harus berlabel dan memiliki nomor pendaftaran, dan pakan yang diolah sendiri harus memenuhi nutrisi. 
5.     Obat Hewan
a.   obat hewan yang dipergunakan dalam pembibitan sapi potong  harus memiliki nomor pendaftaran;
b.     obat hewan yang dipergunakan sebagai imbuhan dan pelengkap pakan meliputi premiks dan sediaan obat alami sesuai dengan peruntukannya; dan

c.    penggunaan obat hewan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang obat hewan.


CARA PEMBIBITAN

Dalam pembibitan sapi potong dilaksanakan melalui pemuliaan dalam satu rumpun atau satu galur, baik pejantan maupun induk yang dikawinkan berasal dari satu rumpun atau galur yang sama. Pelaksanaan pembibitan meliputi:
A.    Pemilihan Bibit
Bibit sapi potong yang digunakan untuk usaha pembibitan harus memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

B.    Pemberian Pakan
Dalam pemberian pakan perlu diperhatikan kandungan nutrisi berupa protein, vitamin, mineral, dan serat kasar yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi fisioliogis ternak sebagai berikut:
1.     Pemberian pakan dengan pemeliharaan sistem ekstensif/ pastura (digembalakan), yaitu sapi dilepas di padang rumput, biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat pengembalaan cukup luas, dan memerlukan waktu rata-rata 5-7 jam per hari. Dengan cara ini maka tidak memerlukan ransum tambahan pakan penguat karena sapi telah memakan bermacam jenis rumput.
2.    Pemberian pakan dengan pemeliharaan sistem intensif/ semi intensif, yaitu sapi dikandangkan setiap hari dengan diberikan pakan rata-rata 10% dari berat badan dan pakan tambahan 1-2% dari berat badan. Pakan tambahan dapat berupa dedak halus, bekatul, bungkil kelapa, gaplek, ampas tahu yang diberikan dengan cara mencampurkan dalam rumput. Selain itu juga dapat ditambahkan mineral sebagai penguat berupa garam dapur dan kapur.

C.   Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan pembibitan sapi potong dapat dilakukan melalui pemeliharaan ekstensif/pastura (digembalakan), intensif dan/atau semi intensif.
1.     Pemeliharaan dengan Sistem Ekstensif (Pastura)
   Pada sistem ini pemeliharaan induk dengan anak dilakukan secara bersamaan (cow calf operation), setelah anaknya disapih, induk dimasukkan dalam 
paddock perkawinan, dan anak dikelompokkan berdasarkan berat badan dan umur sesuai dengan jenis kelamin dan rumpun.
a.     Pemeliharaan Pedet
·      pedet dibiarkan selalu bersama induknya sampai umur lepas sapih;
·      pemberian kolustrum dan susu atau bahan cair lain sebanyak 10% dari berat badan;
·     penimbangan berat badan, dan pengukuran tinggi gumba, lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pinggul dilakukan pada saat lahir dan disapih.
b.     Pemeliharaan Sapi Dara dan Remaja (Muda)
·      sapi ditempatkan di paddock berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan rumpun;
·      bagi sapi dara siap kawin ditempatkan pada paddock khusus untuk perkawinan;
·      kapasitas tamping pasture 1–2 ekor/hektar (tergantung kondisi pastura)
c.     Pemeliharaan Induk dan Calon Induk
·      induk dan      calon    induk   ditempatkan    pada    satu paddock;
·      diberikan pakan dan vitamin/mineral tambahan;
·    perkawinan dilakukan dengan cara kawin alam dengan cara memasukan pejantan yang telah diberi penanda perkawinan dengan perbandingan pejantan dan betina 1:15-20;
·      pejantan ditempatkan di dalam paddock kelompok betina selama 3 bulan dan identitas pejantan dicatat;
·        pengawasan dan pemeriksaan kebuntingan dilakukan untuk memisahkan   ternak   yang   menunjukan kebuntingan dan mengeluarkannya pada paddock terpisah;
·      induk yang tidak bunting setelah 2 kali masa pemeriksaan kebuntingan dipisahkan untuk mendapatkan penanganan gangguan reproduksi;
·      induk yang tidak bunting setelah 3 kali masa pemeriksaan kebuntingan   dilakukan   pengafkiran untuk dijadikan ternak potong.
d.     Pemeliharaan Sapi Bunting
1)  sapi bunting ditempatkan pada paddock terpisah, diberi pakan dan vitamin/mineral tambahan;
2)  pengawasan dilakukan untuk penanganan sapi dengan memperlihatkan tanda-tanda akan melahirkan; penanganan kelahiran:
o   apabila terlihat gejala kesulitan beranak, segera minta bantuan kepada petugas tenaga medis;
o   dilakukan pencatatan induk: kondisi, jenis partus, tanggal melahirkan, dan status kelahiran;
o   dilakukan pencatatan anak : tanggal lahir, berat lahir,  tinggi  pundak  (gumba),  panjang  badan, lingkar dada dan silsilah. 
e.     Pemeliharaan calon Penjantan
·      sapi calon pejantan dikelompokkan pada paddock tersendiri berdasarkan umur dan berat badan;
·      diberikan pakan dan vitamin/mineral tambahan. 
f.     Pemeliharaan Pejantan
·      ditempatkan pada paddock tersendiri agar kondisinya terjaga;
·   pemberian  pakan  konsentrat  sesuai  dengan  SNI No. 3148.2:2009 agar dapat menghasilkan sperma dengan kualitas baik;
·      pejantan yang sedang digunakan untuk kawin alam dipantau kesehatannya, dan segera dikeluarkan dari paddock apabila menunjukkan kelemahan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut;
·      dimandikan dan kontrol kesehatan;
·   penggunaan   pejantan   dalam   perkawinan   perlu diatur agar tidak mengawini keturunannya.
2.     Pemeliharaan dengan Sistem Intensif atau Semi Intensif
a.     Pemeliharaan dan Perawatan Pedet
Pemeliharaan dan perawatan pedet pada saat kelahiran sebagai berikut:
1)  bersihkan lendir dari mulut, lubang hidung dan bagian lainnya, agar pedet dapat bernafas dengan baik;
2)    tali pusar dipotong 10 cm dari pangkal talinya dan diberi antiseptik;
3)    dilakukan pemantauan kondisi pedet apabila lebih kurang tiga puluh menit sesudah lahir pedet belum dapat berjalan dan menyusu, maka harus dibantu;
4)    apabila induk tidak dapat menyusui maka pedet diberi susu dari induk yang lain atau susu pengganti;
5)    pedet diberi air susu (kolostrum) dalam minggu pertama;
6)    tempat pedet berbaring harus diberi alas yang bersih dan hangat;
7)   dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi pundak (gumba), lingkar dada, panjang badan, setelah pedet mampu berdiri sendiri (dalam waktu 24 jam setelah lahir) dan pemberian identitas;
8)    pedet dibiarkan bersama induk sampai pedet disapih kira-kira sampai umur 205 hari. 
b.     Pemeliharaan dan Perawatan Sapi Dara dan Muda
1)    setelah sapi disapih umur 205 hari, dapat dilakukan pengeluhan (ring nose) agar sapi mudah dikendalikan dalam penanganan;
2)    ditempatkan dalam kandang berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan rumpun;
3)    pemberian pakan sesuai dengan standar.
c.     Pemeliharaan dan Perawatan Calon Induk
1)    ditempatkan dalam kandang tersendiri berdasarkan kelompok umur dan rumpun;
2)    pemberian pakan sesuai dengan standar;
3)    dikawinkan  pada  birahi  ke  dua  dengan  umur dan berat badan yang memenuhi syarat untuk dikawinkan sesuai rumpunnya;
4)    perkawinan dianjurkan dengan cara inseminasi buatan (IB) atau dapat pula dilakukan kawin alam, serta pencatatan kode semen dan pejantan yang digunakan harus dilakukan;
5)    apabila perkawinan IB dua kali gagal, dianjurkan kawin alam.
d.     Pemeliharaan dan Perawatan Induk Bunting
1)    sapi yang sedang bunting harus dipisahkan dari sapi lainnya;
2)    untuk memudahkan pemeliharaan dan perawatan, induk bunting dikelompokkan dalam tiga fase yakni:
·        bunting muda (1-5 bulan) diberikan pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi;
·     bunting tua (>5-8 bulan) kuantitas dan kualitas pakan sesuai kebutuhan dan penambahan energi di dalam pakan;
·      menjelang beranak (>8 bulan) kuantitas dan kualitas pakan sesuai kebutuhan campuran dari 2-3 kg konsentrat dengan 4-6 kg dedak padi/ jagung (1 kg kulit kopi dan hijauan segar atau jerami padi kering), induk dimasukkan ke dalam kandang melahirkan yang kering dan terang serta exercise harus dilakukan.
e.     Pemeliharaan dan Perawatan Induk Melahirkan
1)    apabila terlihat gejala akan melahirkan, dilakukan pengawasan secara intensif;
2)    jika mengalami kesulitan beranak, segera minta pertolongan pada petugas medis;
3)  hijauan pakan dan konsentrat diberikan lebih dari kebutuhan pokok, agar dapat mempercepat proses perbaikan kesehatan.
f.      Pemeliharaan Calon Pejantan dan Pejantan
1)    ditempatkan pada kandang khusus secara tersendiri agar kondisinya terjaga;
2)    agar dapat menghasilkan sperma dengan kualitas baik, pejantan diberi pakan khusus;
3)    pejantan yang sedang digunakan untuk kawin alam dipantau kesehatannya, dan segera dikeluarkan dari kandang  apabila  menunjukkan  kelemahan  untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut;
4)    penggunaan pejantan dalam perkawinan perlu diatur agar tidak mengawini anaknya.

D.    Pembibitan
1.     Perkawinan
Dalam upaya memperoleh bibit yang sesuai standar, teknik perkawinan dapat dilakukan dengan cara kawin alam atau Inseminasi Buatan (IB).
a.       pada kawin alam rasio jantan betina diusahakan 1:15–20 ekor;
b.   perkawinan dengan IB memakai semen beku sesuai SNI atau semen cair dari pejantan yang sudah teruji kualitasnya dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular;
c.     dalam pelaksanaan kawin alam atau IB harus dilakukan pengaturan penggunaan pejantan atau semen untuk menghindari terjadi perkawinan sedarah (inbreeding).
2.     Pencatatan (Recording)
Dalam melakukan pembibitan sapi potong harus dilakukan pencatatan, meliputi:
a.     rumpun, identitas, silsilah;
b.     perkawinan (tanggal, pejantan/kode semen, IB/kawin alam, induk);
c.     induk melahirkan (tanggal, tunggal/kembar, normal/distokia);
d.  pedet lahir (tanggal, tunggal/kembar, bobot lahir, jenis kelamin, induk, pejantan/kode semen, tinggi gumba, panjang badan);
e.     penyapihan (tanggal, bobot sapih, tinggi gumba, panjang badan);
f.      vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment);
g.     mutasi (pemasukan dan pengeluaran).
Gambar 3. Contoh Format Kartu Recording Induk

Gambar 4. Contoh Format Kartu Recording Pejantan


Gambar 5. Contoh Format Kartu Recording Anak


Gambar 6. Contoh Format Kartu Recording Anak


3.     Seleksi Bibit
Seleksi bibit sapi potong dilakukan berdasarkan performan anak dan individu calon bibit sapi potong, dengan mempergunakan kriteria seleksi sebagai berikut :
a.     Sapi Induk
1)    sapi induk harus dapat menghasilkan anak secara teratur;
2)    dapat melahirkan anak tidak cacat dan mempunyai rasio bobot sapih umur 205 hari (weaning weight ratio) di atas rata-rata dari kelompoknya
b.     Calon Pejantan
1)   bobot  sapih  umur  205  hari  terkoreksi  terhadap umur induk dan musim kelahiran, di atas rata-rata dari kelompoknya;
2)   bobot badan umur 365 hari di atas rata-rata;
3)   pertambahan bobot badan umur 2 tahun di atas rata-rata;
4)   libido dan kualitas sperma baik;
5)   penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya.
c.     Calon Induk
1)   bobot  sapih  umur  205  hari  terkoreksi  terhadap umur induk dan musim kelahiran, di atas rata-rata dari kelompoknya;
2)   bobot badan umur 365 hari di atas rata-rata;
3)   penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya.
4.     Ternak Pengganti (Replacement Stock)
Ternak pengganti diprogram secara teratur setiap tahun.
5.     Afkir (Culling)
Pengeluaran ternak yang sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan bibit (afkir/culling), dengan ketentuan sebagai berikut:
a.     sapi  induk  yang  tidak  produktif  harus  segera dikeluarkan;
b.     keturunan jantan yang tidak terpilih sebagai calon bibit (tidak lolos seleksi) dikeluarkan, dapat dikastrasi dan dijadikan sapi potong;

c.  anak betina yang pada saat sapih atau pada umur muda menunjukkan tidak memenuhi persyaratan bibit harus dijadikan sapi potong.




KESEHATAN HEWAN

Untuk memperoleh hasil yang baik dalam pembibitan sapi potong harus memperhatikan kaidah kesehatan hewan yang meliputi:

A.    Situasi Penyakit Hewan
1.     pembibitan sapi potong harus terletak di daerah yang tidak terdapat gejala klinis atau bukti lain tentang penyakit radang limpa (Anthrax), dan keluron menular (Brucellosis);
2.     dalam hal pembibitan dilakukan di daerah endemis Anthrax, Brucellosis dan SE, kegiatan vaksinasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.

B.    Pencegahan Penyakit Hewan
1.      melakukan  vaksinasi  dan  pengujian/tes laboratorium terhadap penyakit hewan menular tertentu yang ditetapkan oleh instansi berwenang;
2.      mencatat setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis vaksin yang dipakai dalam kartu kesehatan ternak;
3.      melaporkan kepada Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat terhadap kemungkinan timbulnya kasus penyakit, terutama yang diduga/dianggap sebagai penyakit hewan menular;
4.      pemotongan kuku dilakukan apabila diperlukan;
5.      pemberian obat cacing dilakukan secara rutin 3 (tiga) kali dalam setahun;
6.      pakan yang diberikan tidak  mengandung bahan pakan yang berupa darah, daging dan/atau tulang.

C.   Pelaksanaan Biosecurity
Dalam rangka pelaksanaan kesehatan hewan, setiap pembibitan sapi potong harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.     lokasi usaha tidak mudah dimasuki binatang liar dan bebas dari hewan peliharaan lainnya yang dapat menularkan penyakit;
2.     melakukan desinfeksi kandang dan peralatan dengan menyemprotkan desinfektan;
3.     melakukan penyemprotan insektisida pembasmi serangga, lalat, dan hama lainnya di sekitar kandang ternak;
4.     untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu kelompok ternak ke kelompok ternak lainnya, pelayanan dilakukan mulai dari ternak yang sehat ke ternak yang sakit;
5.     menjaga agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk kandang ternak yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit;
6.     membakar atau mengubur bangkai ternak yang mati karena penyakit menular;
7.     menyediakan fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu di pintu masuk perusahaan;
8.     segera mengeluarkan ternak yang mati dari kandang untuk dikubur atau dimusnahkan;
9.     mengeluarkan ternak yang sakit dari kandang untuk segera diobati atau dipotong.






PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

Dalam melakukan usaha pembibitan sapi potong harus memperhatikan aspek pelestarian fungsi lingkungan hidup, sebagai berikut:
  1.  mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan timbulnya erosi;
  2. mencegah timbulnya polusi dan gangguan lain yang dapat menganggu lingkungan berupa suara bising, bau busuk, serangga, dan pencemaran air sungai/air sumur;
  3. membuat unit pengolahan limbah sesuai dengan kapasitas produksi untuk menghasilkan pupuk organik atau biogas;
  4.  membuat saluran dan tempat pembuangan limbah; dan
  5.  membuat tempat pembakaran dan tempat penguburan ternak yang mati.



SUMBER DAYA ALAM

Sumber daya manusia yang diperlukan dalam usaha pembibitan sapi potong harus:
1.     sehat jasmani dan rohani;
2.     mempunyai   keterampilan   dalam   bidang   pembibitan, produksi,  reproduksi, penyakit hewan, pakan, lingkungan, dan memahami risiko pekerjaan, serta mampu melakukan pencatatan (recording) dan pemeliharaan sapi potong; dan
mampu menerapkan keselamatan dan keamanan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan






PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

A.    Pembinaan
Pembinaan pembibitan sapi potong dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. Pembinaan antara lain  dilakukan  untuk  penerapan  pembibitan  sapi  potong yang baik. Pembinaan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati/walikota  sesuai dengan kewenangannya secara berkelanjutan

B.    Pengawasan
Untuk menjamin kualitas bibit sapi potong yang dihasilkan perlu dilakukan pengawasan mutu bibit, yaitu:
1.  pengawasan langsung dilakukan dengan cara pemeriksaan di lokasi  pembibitan dan peredaran secara berkala oleh Pengawas Bibit Ternak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2.     pengawasan tidak langsung dilakukan melalui pelaporan berkala    oleh   pembibit   kepada   Kepala   Dinas   yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat.




SUMBER:
Direktorat Perbibitan Ternak. 2014. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian Indonesia.




1 komentar: