Friday, January 27, 2017

Manajemen Pemberian Pakan Sapi Potong



      Meningkatkan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.Daging sapi adalah sumber protein hewani yang kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumen nasional baru sekitar 23% (Luthan, 2006). 
        Pogram swasembada daging memerlukan upaya terobosan yang efektif serta dukungan yang memadai dari pemerintah dan masyarakat, khususnya yang bergerak di bidang usaha sapi potong.
Peningkatan produktivitas sapi potong memerlukan strategi khusus dalam program pemberian pakan, karena biaya pakan pada sebuah usaha peternakan mencapai 70–80% dari biaya operasional usaha.
Selain harus berkualitas, pakan juga harus ekonomis supaya dapat memberikan keuntungan bagi peternak, namun di Indonesia, pakan yang diberikan ke sapi potong pada umumnya sesuai dengan kemampuan peternak; bukan sesuai dengan kebutuhan ternaknya.
Pakan hijauan bervariasi jenis dan jumlahnya sedangkan pakan penguat diberikan dalam jumlah yang tidak menentu dan diberikan dalam jumlah banyak saat musim panen, sebaliknya sangat terbatas pada musim tanam (Aryogi et al.,  2000).
         Pasokan pakan berkualitas rendah merupakan hal yang biasa, yang apabila terjadi secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama akan berpengaruh negatip terhadap produktivitas.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyusun artikel ini dengan harapan dapat menjadi tambahan wawasan yang bermanfaat bagi masyarakat veteriner.

A. Bahan Pakan dan Bahan Penyusun Ransum Seimbang.
     Di dalam Ilmu Makanan Ternak terdapat beberapa istilah penting yang perlu dipahami diantaranya adalah :

1. Zat Nutrien

Zat nutrien adalah zat-zat gizi di dalam bahan pakan yang sangat diperlukan untuk hidup ternak meliputi protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air (Tillman et al.,  1998).

2.  Bahan Pakan.

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (Tillman et al.,  1998). Bahan pakan terdiri dari 2 kelompok, yaitu bahan pakan asal tanaman dan asal non tanaman (ternak atau ikan). Berdasarkan sifat fisik dan kimianya dibedakan menjadi 8 klas yaitu : hijauan kering dan jerami, tanaman padangan rumput, hijauan segar, silage dan haylage; sumber energi; sumber protein; suplemen vitamin, mineral; aditif dan non aditif (Kellems and Church, 1998). Kualitas suatu bahan pakan ditentukan oleh kandungan zat nutrien atau komposisi kimianya, serta tinggi rendahnya zat antinutrisi yang terkandung di dalamnya (Soejono et al.,  2006).

3. Ransum (Pakan).

Merupakan campuran dari dua atau lebih bahan pakan yang diberikan untuk seekor ternak selama sehari semalam. Ransum harus dapat memenuhi kebutuhan zat nutrien yang diperlukan ternak untuk berbagai fungsi tubuhnya, yaitu untuk hidup pokok, produksi maupun reproduksi (Siregar, 1995). Pada umumnya ransum untuk ternak ruminansia  terdiri dari pakan hijauan dan pakan konsentrat. Pakan pokok (basal) dapat berupa rumput, legum, perdu, pohon – pohonan serta tanaman sisa panen; sedangkan pakan konsentrat antara lain berupa biji-bijian, bungkil, bekatul dan tepung ikan.

4. Ransum Seimbang.

Adalah ransum yang diberikan selama 24 jam yang mengandung semua zat nutrien (jumlah dan macam nutriennya) dan perbandingan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan tujuan pemeliharaan ternak (Chuzaemi, 2002). Pengetahuan  tentang kualifikasi bahan pakan diperlukan untuk menyusun ransum seimbang. Penyusunan ransum seimbang yang sesuai dengan kebutuhan ternak, diharapakan akan dapat menghasilkan produksi yang optimal.

B.  Strategi Penyusunan Ransum Seimbang.

     Ransum yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak merupakan syarat mutlak dihasilkannya produktivitas yang optimal. Penyusunan ransum tidak boleh merugikan peternak, misalnya peningkatan berat badan yang tidak dapat memenuhi target, salah pemberian pakan karena terlalu banyak dalam memperkirakan kandungan nutrien pakan ataupun karena adanya zat anti nutrisi.
Terdapat tiga (3) macam metode yang biasa digunakan dalam penyusunan formula ransum yaitu pearson square method, least cost formulation dan  trial and error. Pearson square method adalah metode penyusunan pakan yang berasal dari perhitungan 4 macam bahan. Least cost formulation adalah penyusunan ransum ekonomis dengan dasar linear programming. Metode trial and error dapat dilakukan peternak dengan cara mengubah – ubah komposisi (persentase) bahan pakan dalam ransum dengan mempertimbangkan kriteria rasional, ekonomis dan aplikatip. Saat ini telah pula tersedia beberapa software atau program yang dapat digunakan untuk penyusunan formula ransum seperti MIXID atau aplikasi EXCEL. Selanjutnya untuk penyampuran bahan pakan terutama dalam membuat konsentrat, dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan mesin.

C.  Metode Pemberian Pakan dan Penyusunan Ransum Sapi Potong.

      PH rumen harus stabil untuk efisiensi rumen yang maksimum.  Jika hewan memakan atau diberi makan konsentrat terlebih dahulu, mereka akan memproduksi sedikit air liur dan oleh karena itu rumen akan lebih asam. Dengan memberi makanan kasar dahulu, ternak sudah akan memproduksi air liur untuk menyeimbangkan porsi konsentrat makanan mereka.
Pakan kasar harus dipotong dengan panjang yang benar antara 2,5 dan 3 cm untuk pemamahbiakan yang memadai.  Jika panjang potongan terlalu panjang, hewan harus mengunyah lebih banyak untuk memutusnya sehingga menurunkan asupan makan. Jika panjang potongan terlalu pendek, tidak akan merangsang memamah biak. Selain itu pencampuran ransum harus sempurna  tanpa gumpalan besar salah satu komponen-terutama ketika memberi makan urea yang dapat berpotensi menjadi racun. Jika ransum tidak tercampur dengan baik, ganti pisau pencampur atau seluruh mixer.
Pakan yang sudah lama dan basah akan menumbuhkan jamur, terutama di daerah tropis yang hangat dan lembab. Walaupun kebanyakan jamur mungkin hanya mengurangi asupan, tetapi beberapa dapat menghasilkan mikotoksin yang dapat berakibat fatal.
   Pemberian pakan untuk sapi potong umumnya diberikan menurut jenis kelamin (jantan atau betina), berat badan, taraf pertumbuhan/status fisiologis (pedet, sapihan, bunting dan lain – lain) serta tingkat produksi, yaitu :

1. Sapi Dara
Usaha pembesaran sapi dara di tingkat peternakan rakyat masih belum banyak dilakukan karena dipandang belum menguntungkan dan biayanya mahal. Pemeliharaan sapi dara merupakan bagian penting dalam upaya pengembangan sapi potong karena merupakan calon penghasil bakalan. Peningkatan efisiensi usaha pemeliharaan sapi potong dara perlu dilakukan melalui efisiensi biaya pakan.
Perkembangan organ reproduksi terjadi selama masa pertumbuhan sehingga status fisiologis  sapi dara harus benar – benar diperhatikan, karena  kekurangan gizi dapat menyebabkan tidak berfungsinya ovarium (Matondang et al, 2001) sebaliknya bisa mengalami gangguan reproduksi seperti terjadinya kegagalan kebuntingan dan terjadinya kemajiran bila berat badan sapi meningkat secara berlebihan (Wijono, 1992). 
Pembesaran sapi dara berhubungan erat dengan efisiensi reproduksi;  keberhasilannya tergantung pada pola pemeliharaan yang 95% dipengaruhi oleh pakan, kesehatan dan faktor lingkungan. Menurut Kuswandi et al.,  (2003) berat badan minimal 250 kg pada waktu kawin pertama jarang  tercapai pada umur 15 bulan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh rendahnya potensi pertumbuhan calon induk atau kurang terpenuhinya pakan. 
Terpenuhinya zat nutrisi yang dibutuhkan ternak diharapkan sapi dara akan mengalami pubertas pada umur yang tepat dan pada kondisi yang optimal. Pada kondisi tubuh yang optimal pada saat kawin, diharapkan dapat memperkecil kemungkinan kegagalan perkawinan sehingga yang secara tidak langsung akan memperpendek jarak beranak (calving interval).
Menurut Umiyasih et al.  (2003) PBBH optimal untuk sapi dara yaitu 0,5 kg/hari dapat tercapai apabila jumlah pemberian bahan kering pakan pada sapi dara adalah 3% dari berat badan. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa konsentrat yang mengandung PK 12% dan TDN sebanyak 60% ideal digunakan sebagai pakan penguat pada sapi potong dara karena selain menghasilkan PBBH yang optimal untuk sapi potong juga menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi.
Kebutuhan zat nutrien untuk sapi dara dengan bobot badan 300 kg dengan kenaikan berat badan 500 g/hari ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1.  Kebutuhan zat nutrien sapi dara BB 300 kg.
BB
(kg)
PBBH
BK  (kg)
TDN
(kg)
PK
(g)
Ca
(g)
P
(g)
300
0.5
7,1
3.8
423
14
14

Berdasarkan kebutuhan zat nutrient, bahan pakan penyusun ransum yang dsesuai adalah jerami padi, dedak halus kampung dan bungkil kelapa. Konsumsi jerami padi dibatasi 1,33 % berat badan. Selanjutnya dilakukan perhitungan kandungan zat – zat makanan dan dibandingkan dengan kebutuhan zat nutrien (Tabel 2).

Tabel 2. Perbandingan kebutuhan zat nutrien dengan yang tersedia oleh bahan pakan.
Uraian
BK (kg)
TDN (kg)
PK  (g)
Ca
P
Jerami padi
4
2,4
96
8
3
Dedak halus
2,06
1,25
130
14
31
Bungkil kelapa
1,05
0,82
209
3
7
Jumlah
7,11
4,47
435
25
41
Kebutuhan
7,1
3.8
423
14
14

Perbandingan Ca : P yang ideal adalah 1 : 1. Untuk mencapai perbandingan tersebut, maka di dalam ransum harus ditambahkan kalsium karbonat (CaCO3). Sumber CaCO3 yang mudah di dapat adalah dolomit atau kapur. CaCO3 mengandug Ca 36%. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, maka di dalam ransum harus ditambahkan kapur sebanyak : (41 – 25)/ 0,36 = 44,44 gram.
Untuk perhitungan susunan ransum sapi dara dalam bentuk segar adalah sebagai berikut :
-     Jerami padi         = (100/60) x 4 kg      =  6,67 kg
-     Dedak halus       = (100/86) x 2,06     = 2,44 kg
-     bungkil kelapa   = (100/86) x 1,05      = 1,22 kg

2. Sapi  Induk Bunting Muda

    Kebutuhan pakan sapi bunting diperlukan untuk pembentukan jaringan-jaringan baru seperti janin, membrana janin, pembesaran uterus dan perkembangan glandula mammary (kelenjar susu). Namun standart pemberian pakan untuk sapi bunting  hanya untuk 1/3 masa kebuntingan terakhir, sedangkan pada masa kebuntingan sebelumnya dapat menggunakan standar pakan untuk kebutuhan pokok sapi dewasa biasa (Tillman et al., 1998). Sapi betina muda yang bunting juga masih mengalami pertumbuhan badan, sehingga pemberian pakan harus menjamin tercukupinya kebutuhan untuk pertumbuhan jaringan selama terjadi kebuntingan dan pertumbuhan induk semangnya (Tillman et al.,  1998). 
Kebutuhan karbohidrat selama kebuntingan sangat besar, karena dibutuhkan energi dalam jumlah besar. Kebutuhan mineral terbanyak pada saat terjadinya kebuntingan adalah kalsium dan fosfor karena dibutuhkan untuk pembentukan tulang janin. Pemberian pakan pada ternak ruminansia harus menjamin pemenuhan kebutuhan vitamin A dan D. Sapi bunting membutuhkan juga pemenuhan kebutuhan vitamin A sebagai cadangan selama laktasi nantinya. 
Penggunaan dedak sebagai pakan penguat pada sapi induk bunting muda sebanyak 2 % berat badan berdasarkan kebutuhan bahan kering dengan penambahan suplemen yang mengandung kalsium, fosfat dan vitamin ADEK dapat menghasilkan PBBH 0,7 kg dan perbandingan keuntungan- biaya produksi B/C yang tinggi yaitu 2,7. 

3. Sapi Induk Bunting Tua Hingga Laktasi.

  Sistem pemeliharaan pada peternakan rakyat yang intensif dikandangkan menyebabkan jumlah pakan yang dikonsumsi sangat tergantung pada pakan yang tersedia di kandang. Affandhy et al. (2003) menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara jumlah pakan yang tersedia dengan jumlah tenaga kerja keluarga. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak tetapi sesuai dengan kemampuan peternak merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas.
Rendahnya kualitas ransum dalam tiga bulan awal setelah beranak; khususnya protein kasar (PK) yang hanya sekitar 50 – 65% dari kebutuhan merupakan penyebab tidak optimalnya lama waktu periode birahi setelah melahirkan( anoestrus post partus). Sedangkankekurangan BK dan TDN ini mengakibatkan terjadinya penurunan berat induk yang sedang laktasi rata-rata sebesar 0,36 kg/ekor serta tidak mampu meningkatkan berat pedet.
  Oleh sebab itu, pemanfaatan sumber pakan asal biomass lokal disertai dengan teknologi peningkatan nilai nutrien, misalnya melalui suplementasi merupakan alternatif pilihan. Suplementasi dengan menggunakan daun tanaman leguminosa pohon dan semak selama dua bulan pertama setelah beranak merupakan salah satu alternatif untuk memperpendek periode APP (Yusran et al.,  1998).

4. Sapi Jantan.

    Ransum sapi yang digemukkan ditujukan untuk membentuk daging dan lemak badan. Untuk itu ransum harus mengandung protein dan energi yang memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh serta dan pembentukan lemak. Penggemukan oleh perusahaan swasta, dilakukan tergantung daerah dan persediaan bahan pakan serta musim. 
  Di Indonesia, peternak membeli sapi – sapi jantan muda yang beratnya kurang 200 kg. Penggemukan dilakukan 5-6 bulan menggunakan sistem kereman. Pakan yang diberikan berupa rumput dan konsentrat yang terdiri dari campuran dedak dan ubi kayu yang diparut. Keuntungan lain yang diperoleh dari penggemukan sistem kereman adalah berupa pupuk kandang.
Penggemukan oleh perusahaan swasta dilakukan tergantung daerah dan persediaan bahan pakan serta musim. Sistem penggemukan tersebut adalah :

a. Penggemukan di Padang Rumput (Pasture Fattenning).

Penggemukan pada sistem ini dilakukan dengan jalan menggembalakan di padang rumput (pastura) yang luas. Padang rumput biasanya merupakan campuran antara rumput dengan leguminosa. Kualitas rumput dari padang rumput harus berkualitas tinggi sehingga tidak perlu ditambahan konsentrat. Penggemukan yang menggunakan sistem ini dapat dilakukan didaerah – daerah yang mempunyai padang rumput yang luas seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Tenggara. Padang rumput harus selalu dipelihara dengan melakukan tata laksana penggembalaan yang baik yaitu dengan menentukan kapasitas daya tampung sehingga tidak terjadi over grazing. Penggemukan di padang rumput biasanya berumur 2 tahun dengan lama penggemukan 6 – 8 bulan.

b. Penggemukan dengan Pakan Kering (Dry Lot Fattening).

Penggemukan pada sistem ini mengutamakan pemberian pakan biji-bijian seperti jagung, limbah pengolahan minyak (bungkil) dan konsentrat. Pemberian pakan pada sistem ini disebut dry lot feeding.

c. Kombinasi Antara Dry Lot Fattening dan Pasture Fattening.
Penggemukan sistem ini dilakukan di daerah tropis pada musim kering. Pada permulaan musim kering di mana padang rumput masih hijau, sapi digembalakan di padang rumput kemudian pada akhir musim kering penggemukan dilakukan dengan cara dry lot fattening.

Sapi jantan dengan BB 300 kg dengan PBBH 1 kg membutuhkan zat – zat makanan tertera pada Tabel 3. 
Tabel 3. Kebutuhan zat nutrien sapi jantan BB 300 kg dengan PBBH 1 kg 
Uraian
BK
(Kg)
PK
(g)
TDN
(kg)
Ca
(g)
P
(g)
Kebutuhan zat nutrien sapi jantan dengan berat badan 300 kg PBBH 1 kg
7,6
535
5,2
21
18
Berdasarkan kebutuhan zat nutrient maka bahan pakan penyusun ransum adalah jerami padi, dedak halus kampung, gaplek dan bungkil kelapa. Konsumsi BK adalah 3% berdasar berat badan. Imbangan hijauan dan konsentrat adalah 20 : 80, penggunaan bungkil kelapa dibatasi 10% dari konsentrat. Jika dibandingkan dengan kebutuhannya (Tabel 4).


Tabel 4. Perbandingan kebutuhan zat nutrien dengan yang tersedia oleh bahan pakan.
Uraian
BK (kg)
TDN
(kg)
DP (g)
Ca
P
Jerami padi
1,80
1,06
40,00
3,78
1,44
Dedak halus
3,14
1,90
200,00
20,00
50,00
Bungkil kelapa
1,44
0,95
310,00
4,32
9,65
Gaplek
1,22
0,84
20,00
1,22
0,49
Jumlah
7,60
4,75
570,00
29,32
61,58
Kebutuhan
7,60
5,2
535
21
18
Selisih
0
-0,45
+35
+8,32
43,58

Untuk mengatasi kekurangan energi (TDN) sebesar 0,45 kg, bisa digunakan molases atau tetes. Tetes mengandung BK 66 % dan TDN 96%. Jadi kekurangan TDN sebesar 0,45 kg (450 g) terdapat dalam tetes sebanyak   = (450/ 96) x 100 g  = 469 g
Perbandingan Ca : P yang ideal adalah 1 : 1. Untuk mencapai perbandingan tersebut, maka di dalam ransum harus ditambahkan CaCO3. Sumber CaCO3 yang mudah di dapat adalah dolomit atau kapur. CaCO3 mengandung Ca 36%. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, maka ditambahkan kapur sebanyak :(61,58 –29,32)/ 0,36 = 89,61 gram
Perhitungan susunan ransum sapi jantan dalam bentuk segar adalah sebagai berikut :
-  Jerami padi 
= (100/60) x 1,8 kg     =  3,12 kg
-  Dedak halus
= (100/86) x 3,14         = 3,64 kg
-  Bungkil kelapa
= (100/86) x 1,44         = 1,67 kg
-  Gaplek         
= (100/86) x 1,22         = 1,42 kg
-  Tetes           
= (100/66) x 469          = 712,9 g


D.  Rancangan Tempat Pemberian Pakan.
    Desain yang baik akan menghasilkan tempat pemberian pakan yang menjamin kesejahteraan hewan yang baik, penambahan berat badan yang efisien dan pengelolaan pemberian pakan serta limbah yang efektif dengan masalah manajemen yang minimal. Rancangan yang buruk dapat menghambat pengoperasian dan manajemen pemberian pakan untuk keseluruhan kelangsungan tempat pemberian pakan tersebut.
      Sapi selalu harus memiliki akses bebas terhadap pakan dan air minum. Bak pakan harus dipasang sepanjang bagian depan kandang, sedangkan bak air harus terletak di bagian belakang kandang. Setiap hewan harus memiliki minimal ruang 200 mm ruang di bak pakan.
1.     Bak Pakan
Konfigurasi bak dan kabel / rel harus memungkinkan ternak untuk mencapai semua pakan. Sisi kandang dari bak harus bulat dan lebih rendah untuk memungkinkan akses yang lebih baik untuk memberi pakan sementara sisi jalan dari bak harus lebih tinggi untuk meminimalkan tumpahan pakan selama pengiriman. Kedua muka luar bak harus vertikal untuk mencegah menumpuknya pakan dan kotoran yang tumpah, dan untuk membantu pembersihan kandang. Kandang harus miring menjauhi bak pakan.
Bak pakan perlu dibersihkan untuk memastikan pakan segar dan bebas dari kontaminasi. Semua sudut di bagian dalam bak harus bulat untuk mencegah pakan basi dari pengumpulan, dan untuk membantu operasi pembersihan tanpa hambatan dari kabel gantung.
2.     Bak Air Minum
Sapi ternak harus memperoleh persediaan air minum bersih yang konstan. Periksa setiap hari untuk aliran air yang sesuai dan untuk kebocoran atau air mengalir berlebihan di saluran minum sapi, dan memperbaiki masalah dengan segera.
Bahan bak air minum yang baik adalah dari beton karena merupakan bahan yang paling kuat dan tahan lama. Baja dapat berkarat dan plastik dapat rusak oleh ternak dan mesin. Bak harus tertutup di bawah dengan sisi vertikal untuk mencegah kotoran menumpuk bawahnya.
Sistem retikulasi harus dapat memberikan 5-6 liter / ekor / jam dengan pipa yang terlindung dari sinar matahari langsung untuk menjaga air tetap dingin. Pipa harus dilindungi dari kerusakan oleh ternak dan mesin, terutama jika digunakan bahan yang rentan seperti PVC.
Bak air perlu dibersihkan secara teratur dengan air kotor dibuang dari kandang. Bak harus memiliki lubang keluaran (outlet) pembilasan dengan sumbat yang dapat dilepas untuk mengalirkan air dengan cepat. Akses harus memungkinkan untuk membersihkan menggunakan kuas.


  Kesimpulan
-       Tidak ada formulasi bahan yang baku. Dengan mengkombinasikan bahan pakan yang tersedia serta penggunaan suplemen dari bahan pakan lokal diharapkan akan tercipta ransum yang murah tetapi mampu memberikan hasil yang optimal.
-       Desain tempat pemberian pakan yang baik akan menjamin kesejahteraan hewan, penambahan berat badan yang efisien dan pengelolaan pemberian pakan yang efektif dengan masalah manajemen yang minimal.



Sumber :

Affandhy L., D. Pamungkas, M.A. Yusran, D.B. Wijono, Gunawan, W. Kadarisman, Suhariyono, Soekirno, Rustamadji dan A. Sutardjo.  2003. Pembentukan Bibit Komersial Sapi Potong Sistem Persilangan. Loka Penelitian Sapi Potong. Badan Litbang Pertanian. Unpublish.
Anggraeny, Y.N. dan U.Umiyasih. 2003. Tinjauan Tentang Karakteristik Tatalaksana Pakan, Kaitannya dengan Limbah Tanaman Pangan pada Usaha Sapi Potong Rakyat di Kabupaten Lumajang. Proseding Seminar Nasional Pengembangan Sapi Lokal. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.
Anggraeny Y.N.A, U. Umiyasih dan D. Pamungkas. 2005. Pengaruh Suplementasi Multinutrien terhadap Performance Sapi Potong yang Memperoleh Jerami jagung. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Aryogi, U. Umiyasih, D.B. Wijono dan D.E. Wahyono. 2000. Pengkajian Rakitan Teknologi Penggemukan Sapi Potong, Prosiding Seminar Hasil Penelitian/Pengkajian BPTP Karangploso. T.A. 1998/1999. No.3. BPTP Karangploso. Malang. 
Chuzaemi. S. 2002 Arah dan sasaran penelitian nutrien sapi potong di Indonesia. Workshop Sapi Potong. Lolit Sapi Potong. Unpublish.
Chaniago, T. D., A. Bamualim and C. Liem. 1993. Draught animal system in Nusa Tenggara Timur. In Draught animal system and management: An Indonesian study ACIAR monograph 19: 4 – 10.
Cohen, R.D.H., Garden, D.L. dan Langlands J.P. 1980. A note on the relationship between live weight and the incidence of oestrus in Hereford heiferss. Journal of Animal production.
Diwyanto, K. 2003. Pengelolaan plasma Nutfah untuk mendukung industri sapi potong berdaya saing. Proc. Seminar Pengembangan sapi Lokal. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya Malang.
Kearl .1982.. Nutrien Requirement of Ruminant in Developing Countries.
Kuswandi, Chalid talib, A.R. Siregar dan Tatit Sugiarti. 2003. Manajemen pemberian Pakan pada Sapi Dara FH Calon Induk. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Mariyono, D.B. Wijono dan Hartati. 2005 Perbaikan Teknologi Pemeliharaan Sapi PO Induk sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas Induk dan Turunannya pada Usaha Peternakan Rakyat. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Mukasa-Mugerwa, E. 1989. A review of reproductive performance of female bos indicus (zebu) cattle. in: Monograph No. 6 International Livestock centre for Africa. Addis Ababa.
Preston T.R., and R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System With Available Resources in the Tropic and Sub Tropic. Penambul Book. Armidale.
Ranjhan  S. K. 1981. Animal Nutrition in the Tropies. Vikas Publishing House. PVT. Ltd.New Delhi,.
Soejono M, R. Utomo, S.P.S. Budhi dan A. Agus. 2002. Mutu Pakan Sapi Potong Ditinjau dari Kebutuhan Nutrisi. Koordinasi Pengawasan Mutu Pakan. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur. Surabaya.
Soetirto, E. 1997. Pemberdayaan Peternakan Rakyat dan Industri Peternakan Rakyat Menuju Pasar Bebas, 
Syamsu, J. A., L. A. Sofyan, K. Mudikdjo dan E. G. Said. 2003. Daya Dukung Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Indonesia. Wartazoa.
Tillman, Hartadi. H, Rekso Hadiprojo. S., Prawirokusumo, Lebdosoekodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM.
Utomo, R., S. Reksohadiprodjo, B.P. Widyobroto, Z. Bachrudin dan B. Suhartanto 1999. Sinkronisasi Degradasi Energi dan Protein dalam Rumen pada Ransum Basal Jerami padi untuk Meningkatkan Efisiensi Kecernaan Nutrien Sapi Potong. Laporan Penelitian Komprehensif HB V. Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Winugroho M. 2002. Strategi Pemberian Pakan Tambahan untuk memperbaiki Efisiensi Reproduksi Induk Sapi. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 21. No 1.
Yusdja, Y.N. Ilham dan W.K. Sejati. 2003. Profil dan Permasalahan Peternakan dalam : Forum Penelitian Agroekonomi. Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor.
Yusran, M.A., T. Purwanto, B. Suryanto, M.Sabrani, M. Winugroho and E. Teleni. 1998. Application of surge feeding for improving the post partum an estrus of ongole cows calve in rainy season in dry land of East Java. Seminar the 2 nd ISTAP, Juli 1998. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.



1 komentar:

  1. Jual murah Singkong sortir (krucil), Kulit Singkong dan Bonggol Singkong bagus untuk pakan ternak sapi perah, penggemukan sapi potong, Kambing, Domba, unggas dan Babi. Hub. Bpk HERU "BEJO UTOMO FARM" MALANG - JAWA TIMUR Hp/Wa 081334272800 blog saya di https://malangkambingdombasuper.blogspot.com/2018/12/jual-kulit-singkong-dan-bonggol.html?m=1

    ReplyDelete