A. Reproduksi
Reproduksi merupakan suatu kemewahan fungsi
tubuh yang secara fisiologik tidak fital bagi kehidupan bagi individual tetapi
sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan. Pada
umumnya reproduksi baru dapat berlangsung sesudah hewan mencapai masa pubertas
dan diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon-hormon yang
dihasilkannya. Peranan reproduksi bagi kehidupan adalah:
·
meningkatkan
populasi ternak
·
melestarikan
keturunan
· memperbaiki
produksi ternak seperti susu, daging dan telur memperbaiki keturunannya seperti
berat lahirnya, pertambahan bobot badan, jumlah anak yang dihasilkan dll.
Dengan
usaha pengembangbiakan/ reproduksi maka perlu sekali memperhatikan hal hal
sebagai berikut :
hewan bibit
yang akan diusahakan keturunannya itu (induk dengan pejantannya) tidak boleh
terlalu muda ataupun terlalu tua
Hewan bibit
itu harus sehat tubuhnya, terutama harus bebas dari penyakit menular
Hewan bibit
itu harus mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan bagi si pemeliharanya,
seperti: badannya besar dan kuat, tahan penyakit, banyak menghasilkan susu dan
sebagainya
Hewan betina
(induk) sebaiknya dikawinkan pada waktu ia sedang berahi
Pada waktu
hewan betina bunting, harus dijaga benar makanan dan kesehatannya.
Tabel 1.
Batas Umur Terbaik dan Tertinggi Untuk Diternakkan Pada Berbagai Ternak
Dengan
adanya pengetahuan tentang reproduksi akan memberikan berbagai informasi yang
dapat digunakan sebagai dasar dalam
·
memperkirakan
jumlah atau banyaknya anak yang mungkin akan dihasilkan
·
informasi
tentang umur saat mulai bereproduksi
·
panjang
atau lama waktu bagi hewan bereproduksi
·
kapan
bisa melakukan aktivitas bereproduksi
·
pola
hormonal
· teknik reproduksi yang dilakukan.
Proses–proses
reproduksi dapat meliputi banyak hal mulai dari :
·
pembentukan
sel-sel kelamin yaitu sel ovum dan spermatozoa
· pelepasan
gamet-gamet. pada gamet betina (sel ovum) terjadi pelepasan sel telur dari
ovarium yang disebut ovulasi dan pada gamet jantan atau sel spermatozoa yaitu
pelepasan dari testis menuju alat-alat kelamin jantan selanjutnya seperti
duktus epididimus, duktus defferens, ampula dan berakhir dengan adanya
ejakulasi.
·
perkawinan
antara ternak jantan dan betina untuk mempertemukan gamet jantan dan betina
·
pertumbuhan
zigote sampai fetus dan berakhir dengan kelahiran pubertas
· siklus reproduksi, dll.
Batas umur
terbaik dan tertinggi untuk diternakkan pada berbagai ternak tertera pada Tabel 1.
B.
Siklus Reproduksi
Siklus reproduksi merupakan rangkaian dari semua
kejadian proses reproduksi baik jantan maupun betina, sejak ternak tersebut lahir
sampai ternak tersebut dapat melahirkan (proses-proses biologik kelamin) yang
berlangsung secara sambung menyambung yang kemudian terlahir individu baru dari
suatu mahluk hidup. Tahapan-tahapan Siklus reproduksi :
1.
Pubertas
Suatu proses reproduksi akan berlangsung secara
periodik dan terus menerus akan dimulai sejak tenak tersebut mengalami pubertas
atau dewasa kelamin. Pada saat itu ternak sudah dapat menghasilkan keturunan
karena pada saat itu organ reproduksinya telah mampu memproduksi gamet-gamet yang
masak. Jadi pubertas pada ternak adalah suatu periode dalam kehidupan makhluk
jantan atau betina dimana prosesproses reproduksi mulai terjadi. Pada saat
inilah maka organorgan reproduksi mulai berfungsi. Pada ternak, pubertas
ditandai dengan adanya keinginan ternak tersebut untuk melakukan perkawinan.
Umur dewasa kelamin pada setiap jenis ternak tidak sama. Umur dewasa kelamin
ini juga tergantung pada keadaan iklim, keadaan makanan, heriditas dan tingkat
pelepasan hormon. Umur dewasa kelamin pada jenis ternak tertentu dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Umur Dewasa Kelamin Pada Berbagai Jenis
Ternak
Sumber : Partodihardjo (1980)
Pada semua ternak bahwa dewasa kelamin akan
tercapai pada saat dewasa tubuh tercapai. Pada saat ini ternak sudah mampu
untuk melakukan perkawinan, tetapi pada saat itu tubuhnya belum mampu untuk
melakukan proses reproduksi selanjutnya seperti bunting, melahirkan dan
menyusui.Pada saat itu tubuhnya masih dalam proses pertumbuhan, sehingga
apabila ternak tersebut bunting maka tubuhnya harus menyediakan makanan untuk
pertumbuhan dirinya dan pertumbuhan anak yang dikandungnya. Apabila hal ini
terjadi maka kemungkinankemungkinan yang tidak diinginkan akan terjadi seperti
terjadi kematian baik pada induk maupun anaknya, akan melahirkan anak-anak yang
cacat atau lemah, kecil dll. Untuk menghindari hal-hal tersebut diatas maka
sebaiknya perkawinan hendaknya ditangguhkan beberapa saat sampai tubuhnya cukup
dewasa atau dewasa tubuh telah tercapai.
2.
Siklus Birahi (Estrus)
Siklus berahi adalah perubahan yang terjadi
secara teratur pada sistim reproduksi hewan betina. Siklus berahi adalah jarak
antara berahi yang satu dengan berahi berikutnya. Sedangkan berahi adalah saat
dimana ditandai kesediaan hewan betina menerima pejantan untuk melakukan kopulasi.
Dalam periode siklus berahi terjadi
perubahan-perubahan fisiologis dalam alat kelamin betina. Perubahan ini
bersifat sambung menyambung satu sama lain dan akhirnya bertemu kembali pada
permulaannya. Berdasarkan gejala yang terlihat dari luar tubuh. Ternak-ternak
betina akan menjadi berahi pada awal interval waktu yang teratur dan antara
species satu dengan species lainnya akan berbeda. Panjang siklus berahi ternak
tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Siklus Birahi Pada Berbagai Jenis
Ternak
Sumber : Partodihardjo (1980)
Satu siklus berahi terbagi menjadi 4 fase yaitu
: proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Dari keempat fase tersebut, fase
estrus merupakan fase terpenting karena dalam fase ini hewan betina
memperlihatkan gejala-gejala khusus untuk tiaptiap jenis hewan dan dalam fase
ini pula betina mau menerima pejantan untuk melakukan kopulasi.
a.
Proestrus
Proestrus merupakan fase persiapan. Phase ini
cukup pendek dan dan gejala luar yang terlihat berupa perubahanperubahan
tingkahlaku yang agak lain dari biasanya seperti agak gelisah dan
perubahan-perubahan alat kelaim luar. Meskipun telah ada perubahan yang
menimbulkan gairah seks namun pada saat proestrus tersebut ternak masih belum
mau menerima pejantan atau menolak untuk bisa melakukan perkawinan.
b.
Estrus
Estrus merupakan fase yang terpenting dalam
siklus berahi. Estrus adalah periode penerimaan seksual pada ternak betina.
Pada fase ini ternak betina memperlihatkan gejala yang khusus pada setia jenis
ternak. Dan pada saat ini pula ternak betina mau menerima pejantan untuk
melakukan kopulasi. Sehingga apabila ada betina yang menolak untuk melakukan
kopulasi sedangkan tanda-tanda berahi terlihat maka kemungkinan ternak tersebut
masih mengalami proestrus atau masa estrus sudah selesai. Gejala berahi yang
umum dan nampak terlihat pada sebagian besar jenis ternak pada saat berahi
(estrus) adalah gelisah, nafsu makan berkurang atau hilang sama sekali,
menghampiri pejantan dan tidak lari pada saat pejantan mau menaiikinya.
Perubahan-perubahan yang
terjadi pada alat kelaimin bagian dalam pada
waktu estrus adalah pertumbuhan folikel yang telah dimulai pada saat proestrus
maka akan mencapai pertumbu an yang maksimal dan ovum yang terdapat dalam
folikel akan menjadi masak. Dan follikel siap pecah dan mengeluarkan ovum.
Selama atau segera setelah periode berai maka akan terjadi ovulasi. Estrus akan
segera berakhir kira-kira pada saat pecahnya folikel ovari, atau terjadinya
ovulasi.
c.
Metestrus
Segera setelah berahi selesai, maka sisa-sisa
gejala-gejala berahi masih tampak tetapi pada saat itu betina sudah tidak mau
lagi dinaiki atau dikawini pejantan. Pada saat itu sebetulnya masa estrus sudah
selesai dan telah telah berganti dengan fase baru yang diebut metestrus. Pada
saat metestrus, perubahan alat kelamin luar tidak tampak, tetapi dalam alat
kelaminnya yaitu ovariumnya terjadi pembentukan corpus hemorrhagikum yang
terletak dalam folikel de graaf yang telah mengeluarkan ovumnya. Pada sapi,
metestrus juga ditunjukkan dengan adanya sedikit darah yang mengalir keluar
dari uterus ke vagina. Dan terlihat dari vulva. Darah yang mengalir pada sapi
saat metestrus bukan merupakan menstruasi pada manusia tetapi darah ini berasal
dari pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berada pada karankula yang mendapat
suplay cukup banyak pada saat estrus, sehingga karankula tegang dan beberapa
diantaranya ada yang pecah dan mengeluarkan darah
d.
Diestrus
Diestrus adalah masa tenang. Yaitu suatu siklus
berahi yang ditandai oleh tidak adanya kebuntingan dan tidak adanya aktivitas
kelamin sehingga ternak menjadi tenang. Pada saat itu kondisi keadaan dalam
alat reproduksi yaitu pada bagian endo metriumnya masih terlihat adanya
pertumbuhan kelenjarkelenjar endometrium yang berkelok-kelok, tetapi hal ini
tidak berlangsung lama. Lama kelamaan kelenjar-kelenjar tersebut akan
berdegenerasi. Corpus hemorrhagikum lamakelamaan akan mengkerut dan tumbuh
sel-sel yang berwarna kuning atau disebut sel luteum dan mulailah terbentuk
corpus luteum. Di estrus ini merupakan fase yang terlama dalam siklus estrus.
3.
Lama Birahi
Lama berahi merupakan selang waktu mulai berahi
ditandai dengan munculnya berahi sampai hilang tanda-tanda berahi. Lama berahi
setiap jenis ternak berbeda-beda. Demikian juga dengan setiap individu ternak
bervariasi. Hal ini tergantung dari beberapa factor seperti umur, musim dan
kehadiran pejantan serta bobot badan. Lama berahi pada berbagai jenis ternak
tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Lama Birahi pada Berbagai Jenis Ternak
4.
Kebuntingan
Yang dimaksud kebuntingan dipandang dari segi
teknis sebenarnya dimulai sejak saat sel kelamin betina bersatu dengan sel
kelamin jantan didalam saluran alat reproduksi paling atas atau ovoduct dan
tepatnya dibagian ampula. Sedangkan Frandson (1992) mengatakan bahwa ke
buntingan berarti keadaan dimana anak sedang berkembang didalam uterus seekor
hewan betina. Satu periode kebuntingan adalah periode dari mulai terjadinya
fertilisasi sampai terjadinya kelahiran normal. Pada ternak sapi fertilisasi
terjadi setelah 11 sampai 15 jam dari inseminasi/perkawinan. Sedangkan untuk
manusia, fertilisasi ini akan terjadi 14 sampai 15 hari setelah terakhir
menstruasi. Pertumbuhan mahluk baru hasil frtilisasi atau pembuahan antara ovum
dengan sperma tozoa, dapat dibedakan tiga tahap/periode yaitu :
· Periode
ovum yaitu periode yang dimulai dari fertilisasi sampai implan tasi.
· Periode
embrio yaitu periode dari saat terjadinya implantasi sampai saat dimulainya pem
bentukan alat-alat tubuh bagian dalam
· Periode fetus yaitu
periode terakhir yaitu dimulai dari terbentuknya alat-alat tubuh bagian dalam
dan extremitas (anggota tubuh) sampai terjadi kelahiran.
Pengetahuan
tentang apakah ternak yang dipelihara mengalami kebuntingan atau tidak adalah
sangat penting. Ada beberapa cara untuk membantu mendiagnose suatu ternak
bunting atau tidak. Berbagai cara yang dapat dilakukan adalah :
·
ternak
tidak mengalami berahi lagi. Sebagai indikasi kebuntingan yang cukup sederhana
dan efektif adalah bahwa setelah 45 hari setelah perkawinan ternak tersebut
tidak berahi lagi. Cara ini akan ada juga melesetnya karena ada ternak-ternak
tertentu yang mengalami silent heart (berahi tenang). Hal ini bisa disebabkan
karena dalam ovariumnya terdapat corpus luteum yang persisten.
· perubahan
kontur abdomen. Pada ternak yang bunting maka akan terjadi penurunan pada
dinding abdominal (pelebaran abdomen).
· pemeriksaan
dapat juga dilakukan dengan palpasi per rektum yaitu dengan cara memasukkan
tangan dalam rektum dan meraba organorgan reproduksi tertentu. Untuk ini
dibutuhkan seorang yang ahli dan terampil. Diagnose kebuntingan ini didasarkan
kepada tingkat perkembangan fetus dan perubahan-perubahan pada genetalia dan
strukturstruktur yang terkait pada hewan betina. Sinarx.Diagnose kebuntingan
dengan menggunakan sinar X kurang begitu efektif dan bermanfaat. Sinar X akan efektif
apabila diguna kan untuk menetapkan kebuntingan setelah tulangtulang fetus
telah mengalami kalsifikasi
· Ultra
suara (Ultra sound). Ultra sound dapat digunakan untuk mendeteksi kebuntingan
pada berbagai jenis ternak seperti sapi. Teknik ultra sonik didasarkan kepada
timbulnya bunyi dengan frekuensi yang tinggi (1 sampai 10 juta cycle tiap
detik) melalui jaringan.
· Uji Biologik dengan
mengamati adanya hormone gonado tropin dalam serum darah maka dapat di pastikan
bahwa ternak tersebut bunting. Hormon gonadotropin dihasilkan/diproduksi oleh
placenta sewaktu bunting.
Sumber :
Partodihardjo, (1980)
Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam alat kelamin betina pada saat kebuntingan:
a.
Perubahan Pada Uterus
Pada ternak yang mengalami kebuntingan maka akan
terjadi perubahan-perubahan pada uterusnya, seperti :
·
terjadi
vaskularisasi pada endometrium
·
terbentuknya
lebih banyak kelenjar endo metrium
·
myometrium
menjadi tenang yaitu tidak mengalami kontraksi lagi
· setelah
terjadi implan tasi, penyaluran makanan dari induk ke anak lebih lancar. Ada
hubungan yang lebih erat dari trophoblast dengan pembuluh-pembuluh darah pada
endometrium
· terjadi
pertukaran zat makanan dari induk ke anak dan zat buangan dari anak ke induk.
Hal ini terjadi sejak terjadinya implantasi yang juga disertai oleh
terbentuknya anyaman pembuluh darah.
Pada saat kehamilan juga terjadi pembesaran
volume uterus. Dimana pada saat permulaan kebuntingan sebagian besar disebabkan
oleh pertambahan cairan amnion dan allantois, tetapi pada pertengahan kebuntingan
maka pertambahan volume cairan menjadi hampir sama dengan per tambahan volume
uterus dan pada akhir kebuntingan maka sebagian besar merupakan volume vetus.
b.
Perubahan Pada Ovarium
Perubahan-perubahan pada ovarium adalah :
· folikel
de graaf yang telah kosong (setelah terjadi ovulasi) maka merupakan suatu kawah
dan diisi oleh darah yang cepat membeku dan disebut corpus hemorrhagikum
· corpus
hemorrhagikum akan terbentuk sel-sel baru yang berwarna kuning yang disebut sel
luteum
· sel-sel
luteum makin lama makin banyak dan akhirnya mengisi penuh ruangan tersebut dan
diberi nama cprpus luteum
· Selama
kehamilan corpus luteum tetap ada dan berfungsi terus selama masa kehamilan
·
apabila
tidak terjadi kehamilan maka corpu luteum akan dinon aktifkan oleh prostal
gandin dan mengalami degenerasi dan berubah menjadi jaringan ikat yang berwarna
putih mengkilat yang disebutcorpus albican.
c.
Serviks
Setelah terjadi fertilisasi maka kripta-kripta
serviks akan menghasilkan lendir yang kental dimana semakin tua kehamil annya
maka semakin kental lendir yang dihasilkan. Fungsi lendir ini adalah untuk
menyumbat lumen servix
d.
Vulva dan Vagina
Pada saat kehamilan maka tidak terjadi perubahan
pada alat kelamin vulva maupun vagina tetapi setelah terjadi kebuntingan 6
sampai 7 bulan (pada sapi) maka akan terjadi eidema/membengkak. Periode
kebuntingan tiap ternak bervariasi antara spesies satu dengan species lainnya.
Demikian juga antara individu satu dengan individu lainnya. Sebagai contoh :
·
rata-rata
periode kebuntingan pada kuda adalah 336 hari atau ± 11 bulan
·
rata-rata
periode kebuntingan pada sapi adalah 282 hari atau ± 9 bulan
·
rata-rata
periode
5.
Kelahiran
Akhir dari proses kehamilan adalah kelahiran.
Jadi kelahiran adalah proses fisiologik dimana uterus yang bunting mengeluarkan
anak dan placenta melalui saluran kelahiran.
Sesaat tanda-tanda menjelang kelahiran adalah :
· akan
terjadi relaksasi pada bagian pelvis yaitu pada ligamentum sacro-spinasum dan
otot-otot disekitar pelvis dan tungging
· otot
akan terlihat mengendor khususnya disekitar pangkal ekor
· pangkal
ekor diangkat ke atas
· sisi
perut mengempis dan secara keseluruhan perut kelihatannya mengecil. Atau perutnya
akan tenggelam/jatuh.
·
ambing
membesar dan mengeras
·
dari
puting susu kadangkadang keluar cairan
·
ternak
terlihat gelisah
·
terjadi
pembengkaan (edema) pada vulva. Besarnya dapat mencapai 2 sampai 4 kali nya
·
lendir
cervix yang berfungsi menyumbat cervix pada saat kebuntingan akan mencair
·
relaksasi
dinding abdominal
·
ternak
berusaha untuk mengasingkan diri.
Proses kelahiran dapat dibedakan menjadi tiga
tahap yaitu :
a.
Tahap Pertama
Pertama-tama uterus akan berkontraksi dan secara
bertahap
akan mendorong kantong air terhadap sisi uterin sehingga menyebabkan serviks
berdilatasi. Pada tahap pertama ini, pada sapi, antara 2 sampai 6 jam.
b.
Tahap Kedua
Terjadi kelahiran yang sebenarnya yaitu fetus
akan keluar dari uterus melalui cerviks dan vagina. Pada saat itu kantong air
akan pecah secara refleks dan mengawali kontraksi otot-otot abdomina. Dengan
adanya dua macam kontraksi yaitu kontraksi uterus dan kontraksi abdominal maka
fetus akan terdorong dan melintasi saluran kelahiran.
c.
Tahap Ketiga
Tahap ketoga adalah pengeluaran placenta segera
mengikuti fetus keluar.
C.
Perkawinan Ternak
Pada garis besarnya sistem perkawinan ternak
dapat dibedakan menjadi 2 cara yaitu:
1.
Perkawinan Alami
Perkawinan Alami yaitu suatu Perkawinan tanpa
Bantuan Manusia. Ternak secara naluri akan berkembang biak dengan melalui
proses perkawinan.
Berdasarkan tempat perkawinannya maka dapat
dibedakan menjadi dua sistem yaitu : Hand mating dan Pasture mating. Sedangkan
berdasar cara pelaksanaan terdapat perkawinan individu dan perkawinan kelompok.
a.
Cara Pelaksanaan
·
Perkawinan Individu, Yaitu dengan cara
ternak betina yang sedang berahi dibawa ke tempat pejantan atau sebaliknya.
Sedikit pejantan mengawini dua kali setelah itu betina yang baru dikawini
tersebut dibawa jalan-jalan agar sperma bisa cepat bertemu dengan ovum
·
Perkawinan Kelompok, Yaitu sekelompok
ternak betina dibiarkan hidup bersama-sama dengan seekor pejantan, baik
dikandang maupun dipadang penggembalaan secara terus menerus selama 60 hari.
Apabila masih ada beberapa betina yang masih belum bunting maka diberi
kesempatan untuk berkumpul sekali lagi.
Ada beberapa
alasan mengapa sering terjadi keterlambatan kebuntingan atau kelahiran. Ini
banyak sebabnya diantaranya :
§ tidak menyadari akan
pentingannya mempunyai pejantan sendiri
§
perkawinan
yang dipaksakan pada waktu ternak tidak berahi tidak akan menghasil kan kebuntingan.
§
pejantan–pejantan
di campur dengan betina-betina sepanjang waktu
§ induk yang kurang makan
sukar untuk menjadi bunting dan hasil anaknya jelek pengaruh panas udara
b.
Sistem Perkawinan
Perkawinan pada sapi ada dua sistim perkawinan
pada sapi yaitu:
·
Hand Mating yang biasanya dilaksana
kan dalam suatu kandang khusus.
·
Pasture Mating yaitu perkawinan yang
dilaksanakan dalam suatu pasture atau padang penggembalaan yang cukup luas,
dimana antara betinabetina dan pejantannya dibiarkan untuk melakukan perkawinan
secara alami yang dilakukan dalam pasture.
Semua hewan ternak, baik sapi, dan ternak
lainnya perlu suatu perkawinan yang terarah. Perkawinan terarah merupakan salah
satu bentuk dari perwujudan perkembangbiakan produktif, oleh sebab itu semua
proses harus diperhatikan.
Untuk
melakukan perkawinan ada beberapa langkah persiapan yang harus dilakukan
seperti:
·
pemeriksaan
induk yang pernah beranak
·
pemberian
pakan yang bermutu.
Sedangkan kunci keberhasilan suatu perkawinan
ternak sangat tergantung dari:
· tingkat
kesuburan dari betina maupun pejantannya serta pengaturan perkawinan. Kesuburan
suatu ternak betina dapat diukur dari keteraturan dan kemampuan beranak dengan
cepat. Sedangkan kesuburan pejantan dapat diukur dari sifat kejantannya dan
jumlah serta kualitas sperma yang dihasilkan.
· pengaturan
perkawinan oleh peternak. Meskipun suatu ternak betina dan pejantannya dalam
kondisi subur, tetapi apabila peternak kurang memperhatikan tingkah laku
reproduksi ternak yang dipeliharanya maka kesempatan yang baik untuk
mengawinkan ternak akan berlalu dengan suatu yang sia-sia.
·
perkawinan
pertama
·
Walaupun
ternak sudah mencapai pubertas, akan tetapi ternak tersebut belum boleh
dikawinkan tetapi harus harus mencapai kedewasaan tubuh terlebih dahulu, karena
pada saat itu ternak telah memiliki kedewasaan tubuh dan memiliki bagian-bagian
tubuh yang harmonis dan seimbang antara organ yang satu dengan organ lainnya.
·
Perkawinan
yang tepat pada waktu betina sedang berahi
·
Pengaturan
perkawinan dengan penyerempakan berahi.
Untuk
meningkatkan atau memberikan keuntungan yang maksimal salah satunya dengan cara
kita mampu mengatur produktivitas induk-induk ternak sehingga akan melahirkan
anak dengan umur yang sebaya yang siap dipasarkan. Untuk itu dapat dilakukan
dengan cara mengawinkan induk-induk betina secara bersamaan sehingga
induk-induk tersebut akan melahirkan dengan waktu yang bersamaan. Untuk itu
perlu dilakukan suatu metode rekayasa proses reproduksi sehingga terjadilah
berahi secara bersamaan atau lebih dikenal dengan istilah penyerentakan berahi.
Penyerentakan
berahi diatur oleh :
·
penggunaan
hormone
·
Perangsangan
dengan pejantan
·
Penggunaan
metode inseminasi buatan dan sinar laser
2.
Perkawinan Buatan
(Inseminasi Buatan)
Inseminasi buatan adalah terjemahan dari
artificial insemination (Inggris) dimana artificial artinya buatan atau tiruan
sedangkan insemination adalah berasal dari kata latin inseminatus (in artinya
pemasukan, penyampaian atau deposisi. Sedangkan semen adalah cairan yang
mengandung sel-sel kelamin jantan yang diejakulasikan melalui penis pada waktu
kopulasi atau penampungan). Jadi menurut definisi, inseminasi buatan adalah
pemasukan atau penyampaian semen kedalam saluran kelamin betina dengan
menggunakan alat-alat buatan manusia, jadi bukan secara alami.
Inseminasi Buatan juga merupakan suatu
perkawinan dengan menggunakan teknologi dengan bantuan manusia dimana dengan IB
ini diharapkan dapat memperbaiki ternak-ternak yang mempunyai genetic jelek
yang ada di seluruh dunia ini diganti dengan bibit-bibit yang genetiknya baik,
sehingga dapat meningkatkan baik populasi maupun produktivitas ternak. Oleh
karena itu pelaksanaan IB sangat penting dipelajari. Hal-hal yang perlu
dipelajari dalam pelaksanaan IB adalah :
·
menyediakan
semen beku,
·
menyiapkan
peralatan dan bahan penunjang
·
mengoperasionalkan
IB
·
merawat
peralatan IB dan
·
mencatat
pelaksanaan IB secara detil.
Inseminasi buatan merupakan satu alat yang ampuh
yang pernah diciptakan manusia untuk meningkatkan populasi dan produksi hewan
baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Teknik Inseminasi buatan
sudah sangat meluas dan sudah populer terutama dalam bidang peternakan
khususnya lagi pada sapi perah.
Dalam praktek, prosedur inseminasi buatan tidak
hanya meliputi deposisi atau penyampaian semen kedalam saluran kelamin betina,
tetapi mencakup juga seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan,
penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengankuan semen,
inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada hewan betina serta
bimbingan dan penyuluhan peternak khususnya bagi penerapan IB dibidang
peternakan.
Prosedur inseminasi
buatan
a.
Pengambilan Semen
Ada beberapa metode penampungan semen yang dapat
dilakukan untuk inseminasi buatan, seperti metode pengurutan, metode elektro
ejakulator dan metode vagina buatan. Namun salah satu cara yang paling umum
adalah metode vagina buatan. Alat-alat yang digunakan:
·
silinder
karet
·
selongsong
dalam
·
tabung
penampung
·
corong
Sebelum dilakukan penyadapan, maka apabila
preputium terlalu panjang perlu digunting, tetapi jangan terlalu pendek.
Bersihkan preputium dan daerah sekitarnya dengan menggunakan sabun dan air
hangat kemudian keringkan dengan menggunakan handuk. Demikian juga dibagian
belakang sekitar pangkal ekor dari hewan pemancing (betina).
Gambar 1. Vagina Buatan Untuk Menampung Semen
Gambar 2. Pengambilan Semen pada Sapi
b.
Pemeriksaan Semen
Pemeriksaan semen dilakukan secara makroskopis
seperti volume, warna dan konsistensi. Sedangkan secara mikroskopis meliputi:
§
menaksir
kualitas semen/air mani
§
menaksir
prosentase sperma dalam semen
§
Menghitung
sperma dengan hymocytometer
§
Menghitung
sperma hidup dan yang mati dengan pewarnaan
§
Melihat
morfologi sperma dan menghitung sperma normal dan yang abnormal
Contoh alat pemeriksaan semen tertera pada
Gambar 6
Gambar 3. Pemeriksaan Semen Sapi dalam Laboratorium
c.
Pengenceran Semen
Fungsi pengencer semen diantaranya :
§
sumber
makanan atau nutrisi untuk energi bagi spermatozoa
§
Pelindung
spermatozoa dari pertumbuhan kuman
§
Mempertahankan
tekanan osmotic
§
Mencegah
perubahan PH
§
Mengurangi
kerusakan sperma karena “cold shock”
d.
Pelaksanaan (Prosedur)
Inseminasi
Metode inseminasi yang sering digunakan adalah
dengan menggunakan rekto vaginal. Rektovaginal merupakan metode yang lebih umum
dan biasa dipakai pada saat ini karena lebih praktis dan lebih efektip. Caranya
:
· cucilah
telapak tangan dengan sabun dan air sampai bersih ambil sarung tangan plastic
atau karet dan masukkan di tangan kiri. Sarung tangan tidak mutlak dipakai.
· celupkan
sedikit ujung tangan dengan sedikit air sabun.
· tangan
kiri yang ber sarung plastik tersebut dimasukkan ke dalam rektum secara pelan
dan halus mengikuti irama peristaltik atau kontraksi dinding rectum
· genggam
dan fikser cervix dalam telapak tangan. Harus bisa membedakan antara vagina,
cevic dan uterus. Kalau diraba cervix akan terasa jauh lebih keras dibandingkan
dengan kedua saluran kelamin tersebut.
· bersihkan
atau cuci vulva bibir-bibirnya dari kotoran atau urine kemudian di lap sampai
kering dengan mengguna kan kapas atau tissue.
Pipet inseminasi atau “Inseminasi gun”
dimasukkan dan di posisikan di pangkal uteri pada posisi 4 melalui vulva dan
vagina dan pintu luar cervix atau os externa cervix. Pada umumnya bagi yang
belum terampil akan menemukan kesulitan. Contoh pelaksanaan IB pada sapi
tertera pada Gambar 4.
Gambar 4. Pelaksanaan IB pada Sapi
D.
Penerapan Bio-Teknologi
Reproduksi
Teknologi reproduksi merupakan satu kesatuan
dari teknik-teknik rekayasa reproduksi hewan yang dikembangkan melalui suatu
proses penelitian dalam bidang reproduksi ternak secara terusmenerus dan
berkesinambungan yang hasilnyadapa diaplikasikan untuk tujuan tertentu.
Ada beberapa produk dari hasil teknologi
reproduksi yang dapat diketahui, diantaranya:
1.
Perangsangan Biragi
(Stimulasi Estrus)
Perangsangan berahi adalah suatu metode yang
dilakukan baik secara mekanik dan/atau kimiawi untuk memanipulasi siklus
reproduksi hewan agar dapat mempercepat terjadinya berahi dan ovulasi dengan
tujuan untuk meningkatkan produktifitas dan efisiensi manajemen (biaya, waktu dan
tenaga). Perangsangan berahi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu induksi berahi
dan penyerentakan berahi.
Induksi berahi (oestrous induction) adalah suatu
perangsangan berahi dan ovulasi yang biasanya dilakukan pada hewan-hewan yang
tidak berahi bermusim (anestrous seasonally) atau perangsangan berahi pada
hewan di luar atau sebelum masuk musim kawinnya. Sedangkan Sinkronisasi berahi
suatu upaya untuk mengendaatau pengaturan siklus estrus sedemikian rupa
sehingga periode estrus pada banyak individu hewan betina akan menunjukkan
berahi secara serentak.
Pada sinkronisasi estrus pada umumnya dilakukan
pada hewan-hewan yang poli-estrus yaitu tidak mengenal musim kawin seperti
halnya pada sebagian besar ternak. Ada beberapa hormon yang dapat digunakan
diantaranya:
·
Prostalgandin
F2 alpha
·
Progesteron
dan GnRH (Gonadotropinne Realising Hormone)
·
Progesteron
dan PMSG (Pregnant Mare’s Serum Gonadotrophine)
·
Melatonin
·
Estradiol
·
Kombinasi
antara progesteron dengan Prostalgandin F2 alpha
2.
Superovulasi (Multiple
Ovulasi)
Sapi merupakan ternak uniparous, dimana pada
umumnya hanya ada satu sel telur saja yang terovulasi setiap siklus berahi.
Oleh sebab itu untuk merangsang terjadinya ovulasi gandanda maka diberikan
hormon superovulasi, sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar.
Jadi super ovulasi adalah suatu upaya untuk merangsang ovarium betina agar
ternak betina dapat melepaskan ovum (ovulasi) lebih dari satu.
Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa
superovulasi adalah hormon gonadotropin seperti hormon Follicle Stimulating
Hormone (FSH) Pregnant Mare & #8217 dan Pregnant mare serum gonadotropin
(PMSG). Dengan penyuntikan hormone gonadotropin tersebut maka akan meningkatkan
perkembangan dan pematangan folikel pada ovarium sehingga diperileh ovulasi sel
telur yang lebih banyak. Superovulasi ini dimanfaatkan dalam teknik embrio
transfer.
3.
Transfer Embrio
Transfer Embrio (TE) adalah suatu teknologi yang
dikembangkan untuk memperbaiki genetika ternak, meningkatkan atau memaksimumkan
potensi ternak unggul dalam satu musim kawin, sehingga dapat dipacu peningkatan
populasinya.
TE merupakan teknologi alternatif yang sedang
dikembangkan dalam usaha meningkatkan mutu genetik dan populasi ternak sapi di
Indonesia secara cepat. Dalam dunia peternakan teknik transfer embrio telah
berhasil dikembangkan pada sapi , bahkan saat ini telah berkembang sebagai
suatu industri peternakan. TE pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi
reproduksi setelah inseminasi buatan.
Transfer embrio merupakan suatu proses, mulai
dari pemilihan sapi-sapi donor, sinkronisasi berahi, superovulasi, transfer
embrio kerecipien sampai pada pemeriksaan kebuntingan dan kelahiran. Transfer
embrio memiliki manfaat ganda yaitu selain dapat diperoleh keturunan sifat dari
kedua tetuanya juga dapat memperpendek interval generasi sehingga perbaikan
mutu genetik lebih cepat diperoleh. Manfaat lain dengan TE maka seekor betina
unggul yang disuper ovulasi kemudian diinseminasi dengan sperma pejantan unggul
dapatmenghasilkan sekitar 40 ekor anak sapi unggul yang seragam setiap
tahunnya. Bahkan bisa juga dibuat kembar identik dalam jumlah yang banyak
dengan menggunakan teknik “Cloning”. Dengan TE juga dapat membuat jenis kelamin
(jantan atau betina) anak sapi yang diinginkan.
Ada beberapa keunggulan TE dibandingkan dengan
IB yaitu:
·
perbaikan
mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan TE
sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul
·
dengan
TE maka waktu yangdibutuhkan untuk memperoleh derajat kemurnian genetic (purebreed)
jauh lebih tinggi dibandingkan IB maupun kawin alam
· dengan
TE, seekor betina unggul mampu menghasilkan lebih dari 20- 30 ekor pedet unggul
per tahun, sedangkan dengan IB hanya dapat menghasilkan lebih dari 20-30 ekor
pedet unggul per tahun, sedangkan dengan IB hanya dapat menghasilkan satu pedet
per tahun
· Melalui
teknik TE dimungkinkan terjadinya kebuntingan kembar, dengan jalan mentransfer
setiap tanduk uterus (cornua uteri) dengan satu embrio.
Ada dua macam atau teknik embrio trasfer yaitu :
· Produksi
embrio secara invivo atau juga disebut Multiple ovulation embrio transfer yang
bertujuan untuk menghasilkan embrio yang banyak dalam satu kali siklus. Untuk
menghasilkan embrio dalam jumlah banyak dapat dilakukan dengan cara penyuntikan
FSH. Dari hasil embrio transfer dapat diketahui bahwa satu siklus berahi dapat
menghasilkan 5- 7 embrio bahkan kadangkadang dapat men- capai 30.
· Produksi
embrio secara invitro. Sel telur didapat dari ovari yang berasal dari rumah
potong hewan kemudian dimatangkan secara invitro. Pematangan ini dilakukan
dengan menggunakan media yang kompleks yang umumnya mengandung hormon FSH, LH,
Prolaktin, progesteron, protein ovari dan peptida. Sebagai contoh medianya TCM
199.
Hasil panen dari embrio transfer adalah
blastosist (sebelum implantasi) dan embrio beku. Hasil dari embrio transfer
sangat dipengaruhi oleh kondisi sapi donor, kualitas embrio yang dihasilkan dan
kesiapan dari recipient untuk mampu menghasil kan kebuntingan, dengan cara:
meningkatkan kualitas Corpus luteum dengan cara penyuntikan HCG dan dengan cara
penyuntikan interferon yang berfungsi untuk mencegah regresi Corpus luteum. Ada
beberapa permasalahan yang sering dihadapi dalam program transfer embrio,
diantaranya:
Pemanenan embrio yang rendah, karena mutu ternak
donor yang rendah dan kurang diterapkan rekayasa reproduksinya
Embrio beku masih harus diimpor karena kurangnya
informasi dan teknologi pembekuannya
Potensi
genetik dan unjuk kerja reproduksi sapi recipient yang umumnya rendah karena
kurangnya program seleksi dan rendahnya kemampuan teknisi.
4.
Splitting Embrio
Splitting embrio adalah pembelahan embrio pada
stadium Blastosisit, yang akan menghasilkan kembar identik. Setengah embrio
dikembalikan lagi kedalam uterus dan setengahnya lagi ditransfer kerecipient.
5.
Clonning Gen
Clonnign gen yaitu suatu
prosedur untuk memperoleh replica yang dapat sama dari sel atau organisme
tunggal percobaan yang sudah berhasil adalah Domba Dolly.
Sumber : Nugroho, CP. 2008. Agribisnis Teknik Ruminansia. Departemen Pendidikan Nasional.
0 komentar:
Post a Comment