Sunday, February 12, 2017

Reproduksi Ternak Ruminansia



 A.   Reproduksi

Reproduksi merupakan suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologik tidak fital bagi kehidupan bagi individual tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan. Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangsung sesudah hewan mencapai masa pubertas dan diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon-hormon yang dihasilkannya. Peranan reproduksi bagi kehidupan adalah:
·       meningkatkan populasi ternak
·       melestarikan keturunan
·   memperbaiki produksi ternak seperti susu, daging dan telur memperbaiki keturunannya seperti berat lahirnya, pertambahan bobot badan, jumlah anak yang dihasilkan dll.

Dengan usaha pengembangbiakan/ reproduksi maka perlu sekali memperhatikan hal hal sebagai berikut :
hewan bibit yang akan diusahakan keturunannya itu (induk dengan pejantannya) tidak boleh terlalu muda ataupun terlalu tua
Hewan bibit itu harus sehat tubuhnya, terutama harus bebas dari penyakit menular
Hewan bibit itu harus mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan bagi si pemeliharanya, seperti: badannya besar dan kuat, tahan penyakit, banyak menghasilkan susu dan sebagainya
Hewan betina (induk) sebaiknya dikawinkan pada waktu ia sedang berahi
Pada waktu hewan betina bunting, harus dijaga benar makanan dan kesehatannya.

   Tabel 1. Batas Umur Terbaik dan Tertinggi Untuk Diternakkan Pada Berbagai Ternak

Dengan adanya pengetahuan tentang reproduksi akan memberikan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam
·       memperkirakan jumlah atau banyaknya anak yang mungkin akan dihasilkan
·       informasi tentang umur saat mulai bereproduksi
·       panjang atau lama waktu bagi hewan bereproduksi
·       kapan bisa melakukan aktivitas bereproduksi
·       pola hormonal
·       teknik reproduksi yang dilakukan.

Proses–proses reproduksi dapat meliputi banyak hal mulai dari :
·       pembentukan sel-sel kelamin yaitu sel ovum dan spermatozoa
·    pelepasan gamet-gamet. pada gamet betina (sel ovum) terjadi pelepasan sel telur dari ovarium yang disebut ovulasi dan pada gamet jantan atau sel spermatozoa yaitu pelepasan dari testis menuju alat-alat kelamin jantan selanjutnya seperti duktus epididimus, duktus defferens, ampula dan berakhir dengan adanya ejakulasi.
·       perkawinan antara ternak jantan dan betina untuk mempertemukan gamet jantan dan betina
·       pertumbuhan zigote sampai fetus dan berakhir dengan kelahiran pubertas
·       siklus reproduksi, dll.
Batas umur terbaik dan tertinggi untuk diternakkan pada berbagai ternak tertera pada Tabel 1.


B.    Siklus Reproduksi

Siklus reproduksi merupakan rangkaian dari semua kejadian proses reproduksi baik jantan maupun betina, sejak ternak tersebut lahir sampai ternak tersebut dapat melahirkan (proses-proses biologik kelamin) yang berlangsung secara sambung menyambung yang kemudian terlahir individu baru dari suatu mahluk hidup. Tahapan-tahapan Siklus reproduksi :
1.     Pubertas
Suatu proses reproduksi akan berlangsung secara periodik dan terus menerus akan dimulai sejak tenak tersebut mengalami pubertas atau dewasa kelamin. Pada saat itu ternak sudah dapat menghasilkan keturunan karena pada saat itu organ reproduksinya telah mampu memproduksi gamet-gamet yang masak. Jadi pubertas pada ternak adalah suatu periode dalam kehidupan makhluk jantan atau betina dimana prosesproses reproduksi mulai terjadi. Pada saat inilah maka organorgan reproduksi mulai berfungsi. Pada ternak, pubertas ditandai dengan adanya keinginan ternak tersebut untuk melakukan perkawinan. Umur dewasa kelamin pada setiap jenis ternak tidak sama. Umur dewasa kelamin ini juga tergantung pada keadaan iklim, keadaan makanan, heriditas dan tingkat pelepasan hormon. Umur dewasa kelamin pada jenis ternak tertentu dapat dilihat pada Tabel 2.

           Tabel 2. Umur Dewasa Kelamin Pada Berbagai Jenis Ternak
           Sumber : Partodihardjo (1980)

Pada semua ternak bahwa dewasa kelamin akan tercapai pada saat dewasa tubuh tercapai. Pada saat ini ternak sudah mampu untuk melakukan perkawinan, tetapi pada saat itu tubuhnya belum mampu untuk melakukan proses reproduksi selanjutnya seperti bunting, melahirkan dan menyusui.Pada saat itu tubuhnya masih dalam proses pertumbuhan, sehingga apabila ternak tersebut bunting maka tubuhnya harus menyediakan makanan untuk pertumbuhan dirinya dan pertumbuhan anak yang dikandungnya. Apabila hal ini terjadi maka kemungkinankemungkinan yang tidak diinginkan akan terjadi seperti terjadi kematian baik pada induk maupun anaknya, akan melahirkan anak-anak yang cacat atau lemah, kecil dll. Untuk menghindari hal-hal tersebut diatas maka sebaiknya perkawinan hendaknya ditangguhkan beberapa saat sampai tubuhnya cukup dewasa atau dewasa tubuh telah tercapai.

2.     Siklus Birahi (Estrus)
Siklus berahi adalah perubahan yang terjadi secara teratur pada sistim reproduksi hewan betina. Siklus berahi adalah jarak antara berahi yang satu dengan berahi berikutnya. Sedangkan berahi adalah saat dimana ditandai kesediaan hewan betina menerima pejantan untuk melakukan kopulasi.
Dalam periode siklus berahi terjadi perubahan-perubahan fisiologis dalam alat kelamin betina. Perubahan ini bersifat sambung menyambung satu sama lain dan akhirnya bertemu kembali pada permulaannya. Berdasarkan gejala yang terlihat dari luar tubuh. Ternak-ternak betina akan menjadi berahi pada awal interval waktu yang teratur dan antara species satu dengan species lainnya akan berbeda. Panjang siklus berahi ternak tertera pada Tabel 3.

               Tabel 3. Siklus Birahi Pada Berbagai Jenis Ternak
               Sumber : Partodihardjo (1980)

Satu siklus berahi terbagi menjadi 4 fase yaitu : proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Dari keempat fase tersebut, fase estrus merupakan fase terpenting karena dalam fase ini hewan betina memperlihatkan gejala-gejala khusus untuk tiaptiap jenis hewan dan dalam fase ini pula betina mau menerima pejantan untuk melakukan kopulasi.
a.     Proestrus
Proestrus merupakan fase persiapan. Phase ini cukup pendek dan dan gejala luar yang terlihat berupa perubahanperubahan tingkahlaku yang agak lain dari biasanya seperti agak gelisah dan perubahan-perubahan alat kelaim luar. Meskipun telah ada perubahan yang menimbulkan gairah seks namun pada saat proestrus tersebut ternak masih belum mau menerima pejantan atau menolak untuk bisa melakukan perkawinan.

b.     Estrus
Estrus merupakan fase yang terpenting dalam siklus berahi. Estrus adalah periode penerimaan seksual pada ternak betina. Pada fase ini ternak betina memperlihatkan gejala yang khusus pada setia jenis ternak. Dan pada saat ini pula ternak betina mau menerima pejantan untuk melakukan kopulasi. Sehingga apabila ada betina yang menolak untuk melakukan kopulasi sedangkan tanda-tanda berahi terlihat maka kemungkinan ternak tersebut masih mengalami proestrus atau masa estrus sudah selesai. Gejala berahi yang umum dan nampak terlihat pada sebagian besar jenis ternak pada saat berahi (estrus) adalah gelisah, nafsu makan berkurang atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari pada saat pejantan mau menaiikinya. Perubahan-perubahan yang
terjadi pada alat kelaimin bagian dalam pada waktu estrus adalah pertumbuhan folikel yang telah dimulai pada saat proestrus maka akan mencapai pertumbu an yang maksimal dan ovum yang terdapat dalam folikel akan menjadi masak. Dan follikel siap pecah dan mengeluarkan ovum. Selama atau segera setelah periode berai maka akan terjadi ovulasi. Estrus akan segera berakhir kira-kira pada saat pecahnya folikel ovari, atau terjadinya ovulasi.

c.     Metestrus
Segera setelah berahi selesai, maka sisa-sisa gejala-gejala berahi masih tampak tetapi pada saat itu betina sudah tidak mau lagi dinaiki atau dikawini pejantan. Pada saat itu sebetulnya masa estrus sudah selesai dan telah telah berganti dengan fase baru yang diebut metestrus. Pada saat metestrus, perubahan alat kelamin luar tidak tampak, tetapi dalam alat kelaminnya yaitu ovariumnya terjadi pembentukan corpus hemorrhagikum yang terletak dalam folikel de graaf yang telah mengeluarkan ovumnya. Pada sapi, metestrus juga ditunjukkan dengan adanya sedikit darah yang mengalir keluar dari uterus ke vagina. Dan terlihat dari vulva. Darah yang mengalir pada sapi saat metestrus bukan merupakan menstruasi pada manusia tetapi darah ini berasal dari pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berada pada karankula yang mendapat suplay cukup banyak pada saat estrus, sehingga karankula tegang dan beberapa diantaranya ada yang pecah dan mengeluarkan darah

d.     Diestrus
Diestrus adalah masa tenang. Yaitu suatu siklus berahi yang ditandai oleh tidak adanya kebuntingan dan tidak adanya aktivitas kelamin sehingga ternak menjadi tenang. Pada saat itu kondisi keadaan dalam alat reproduksi yaitu pada bagian endo metriumnya masih terlihat adanya pertumbuhan kelenjarkelenjar endometrium yang berkelok-kelok, tetapi hal ini tidak berlangsung lama. Lama kelamaan kelenjar-kelenjar tersebut akan berdegenerasi. Corpus hemorrhagikum lamakelamaan akan mengkerut dan tumbuh sel-sel yang berwarna kuning atau disebut sel luteum dan mulailah terbentuk corpus luteum. Di estrus ini merupakan fase yang terlama dalam siklus estrus.

3.     Lama Birahi
Lama berahi merupakan selang waktu mulai berahi ditandai dengan munculnya berahi sampai hilang tanda-tanda berahi. Lama berahi setiap jenis ternak berbeda-beda. Demikian juga dengan setiap individu ternak bervariasi. Hal ini tergantung dari beberapa factor seperti umur, musim dan kehadiran pejantan serta bobot badan. Lama berahi pada berbagai jenis ternak tertera pada Tabel 4.

                         Tabel 4. Lama Birahi pada Berbagai Jenis Ternak


4.     Kebuntingan
Yang dimaksud kebuntingan dipandang dari segi teknis sebenarnya dimulai sejak saat sel kelamin betina bersatu dengan sel kelamin jantan didalam saluran alat reproduksi paling atas atau ovoduct dan tepatnya dibagian ampula. Sedangkan Frandson (1992) mengatakan bahwa ke buntingan berarti keadaan dimana anak sedang berkembang didalam uterus seekor hewan betina. Satu periode kebuntingan adalah periode dari mulai terjadinya fertilisasi sampai terjadinya kelahiran normal. Pada ternak sapi fertilisasi terjadi setelah 11 sampai 15 jam dari inseminasi/perkawinan. Sedangkan untuk manusia, fertilisasi ini akan terjadi 14 sampai 15 hari setelah terakhir menstruasi. Pertumbuhan mahluk baru hasil frtilisasi atau pembuahan antara ovum dengan sperma tozoa, dapat dibedakan tiga tahap/periode yaitu :
·      Periode ovum yaitu periode yang dimulai dari fertilisasi sampai implan tasi.
·      Periode embrio yaitu periode dari saat terjadinya implantasi sampai saat dimulainya pem bentukan alat-alat tubuh bagian dalam
·    Periode fetus yaitu periode terakhir yaitu dimulai dari terbentuknya alat-alat tubuh bagian dalam dan extremitas (anggota tubuh) sampai terjadi kelahiran.
Pengetahuan tentang apakah ternak yang dipelihara mengalami kebuntingan atau tidak adalah sangat penting. Ada beberapa cara untuk membantu mendiagnose suatu ternak bunting atau tidak. Berbagai cara yang dapat dilakukan adalah :
·       ternak tidak mengalami berahi lagi. Sebagai indikasi kebuntingan yang cukup sederhana dan efektif adalah bahwa setelah 45 hari setelah perkawinan ternak tersebut tidak berahi lagi. Cara ini akan ada juga melesetnya karena ada ternak-ternak tertentu yang mengalami silent heart (berahi tenang). Hal ini bisa disebabkan karena dalam ovariumnya terdapat corpus luteum yang persisten.
·       perubahan kontur abdomen. Pada ternak yang bunting maka akan terjadi penurunan pada dinding abdominal (pelebaran abdomen).
·   pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan palpasi per rektum yaitu dengan cara memasukkan tangan dalam rektum dan meraba organorgan reproduksi tertentu. Untuk ini dibutuhkan seorang yang ahli dan terampil. Diagnose kebuntingan ini didasarkan kepada tingkat perkembangan fetus dan perubahan-perubahan pada genetalia dan strukturstruktur yang terkait pada hewan betina. Sinarx.Diagnose kebuntingan dengan menggunakan sinar X kurang begitu efektif dan bermanfaat. Sinar X akan efektif apabila diguna kan untuk menetapkan kebuntingan setelah tulangtulang fetus telah mengalami kalsifikasi
·      Ultra suara (Ultra sound). Ultra sound dapat digunakan untuk mendeteksi kebuntingan pada berbagai jenis ternak seperti sapi. Teknik ultra sonik didasarkan kepada timbulnya bunyi dengan frekuensi yang tinggi (1 sampai 10 juta cycle tiap detik) melalui jaringan.
·     Uji Biologik dengan mengamati adanya hormone gonado tropin dalam serum darah maka dapat di pastikan bahwa ternak tersebut bunting. Hormon gonadotropin dihasilkan/diproduksi oleh placenta sewaktu bunting.

                    Tabel 5. Metode Pemeriksaan Kebuntingan pada Berbagai Jenis Ternak
                              Sumber : Partodihardjo, (1980)

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam alat kelamin betina pada saat kebuntingan:
a.     Perubahan Pada Uterus
Pada ternak yang mengalami kebuntingan maka akan terjadi perubahan-perubahan pada uterusnya, seperti :
·       terjadi vaskularisasi pada endometrium
·       terbentuknya lebih banyak kelenjar endo metrium
·       myometrium menjadi tenang yaitu tidak mengalami kontraksi lagi
·       setelah terjadi implan tasi, penyaluran makanan dari induk ke anak lebih lancar. Ada hubungan yang lebih erat dari trophoblast dengan pembuluh-pembuluh darah pada endometrium
·    terjadi pertukaran zat makanan dari induk ke anak dan zat buangan dari anak ke induk. Hal ini terjadi sejak terjadinya implantasi yang juga disertai oleh terbentuknya anyaman pembuluh darah.
Pada saat kehamilan juga terjadi pembesaran volume uterus. Dimana pada saat permulaan kebuntingan sebagian besar disebabkan oleh pertambahan cairan amnion dan allantois, tetapi pada pertengahan kebuntingan maka pertambahan volume cairan menjadi hampir sama dengan per tambahan volume uterus dan pada akhir kebuntingan maka sebagian besar merupakan volume vetus.

b.     Perubahan Pada Ovarium
Perubahan-perubahan pada ovarium adalah :
·     folikel de graaf yang telah kosong (setelah terjadi ovulasi) maka merupakan suatu kawah dan diisi oleh darah yang cepat membeku dan disebut corpus hemorrhagikum
·   corpus hemorrhagikum akan terbentuk sel-sel baru yang berwarna kuning yang disebut sel luteum
·   sel-sel luteum makin lama makin banyak dan akhirnya mengisi penuh ruangan tersebut dan diberi nama cprpus luteum
·   Selama kehamilan corpus luteum tetap ada dan berfungsi terus selama masa kehamilan
·       apabila tidak terjadi kehamilan maka corpu luteum akan dinon aktifkan oleh prostal gandin dan mengalami degenerasi dan berubah menjadi jaringan ikat yang berwarna putih mengkilat yang disebutcorpus albican.

c.     Serviks
Setelah terjadi fertilisasi maka kripta-kripta serviks akan menghasilkan lendir yang kental dimana semakin tua kehamil annya maka semakin kental lendir yang dihasilkan. Fungsi lendir ini adalah untuk menyumbat lumen servix

d.     Vulva dan Vagina
Pada saat kehamilan maka tidak terjadi perubahan pada alat kelamin vulva maupun vagina tetapi setelah terjadi kebuntingan 6 sampai 7 bulan (pada sapi) maka akan terjadi eidema/membengkak. Periode kebuntingan tiap ternak bervariasi antara spesies satu dengan species lainnya. Demikian juga antara individu satu dengan individu lainnya. Sebagai contoh :
·       rata-rata periode kebuntingan pada kuda adalah 336 hari atau ± 11 bulan
·       rata-rata periode kebuntingan pada sapi adalah 282 hari atau ± 9 bulan
·       rata-rata periode

5.     Kelahiran
Akhir dari proses kehamilan adalah kelahiran. Jadi kelahiran adalah proses fisiologik dimana uterus yang bunting mengeluarkan anak dan placenta melalui saluran kelahiran.
Sesaat tanda-tanda menjelang kelahiran adalah :
·     akan terjadi relaksasi pada bagian pelvis yaitu pada ligamentum sacro-spinasum dan otot-otot disekitar pelvis dan tungging
·         otot akan terlihat mengendor khususnya disekitar pangkal ekor
·         pangkal ekor diangkat ke atas
·     sisi perut mengempis dan secara keseluruhan perut kelihatannya mengecil. Atau perutnya akan tenggelam/jatuh.
·       ambing membesar dan mengeras
·       dari puting susu kadangkadang keluar cairan
·       ternak terlihat gelisah
·       terjadi pembengkaan (edema) pada vulva. Besarnya dapat mencapai 2 sampai 4 kali nya
·       lendir cervix yang berfungsi menyumbat cervix pada saat kebuntingan akan mencair
·       relaksasi dinding abdominal
·       ternak berusaha untuk mengasingkan diri.

Proses kelahiran dapat dibedakan menjadi tiga tahap yaitu :
a.     Tahap Pertama
Pertama-tama uterus akan berkontraksi dan secara
bertahap akan mendorong kantong air terhadap sisi uterin sehingga menyebabkan serviks berdilatasi. Pada tahap pertama ini, pada sapi, antara 2 sampai 6 jam.
b.     Tahap Kedua
Terjadi kelahiran yang sebenarnya yaitu fetus akan keluar dari uterus melalui cerviks dan vagina. Pada saat itu kantong air akan pecah secara refleks dan mengawali kontraksi otot-otot abdomina. Dengan adanya dua macam kontraksi yaitu kontraksi uterus dan kontraksi abdominal maka fetus akan terdorong dan melintasi saluran kelahiran. 
c.     Tahap Ketiga
Tahap ketoga adalah pengeluaran placenta segera mengikuti fetus keluar.

C.   Perkawinan Ternak

Pada garis besarnya sistem perkawinan ternak dapat dibedakan menjadi 2 cara yaitu:
1.     Perkawinan Alami
Perkawinan Alami yaitu suatu Perkawinan tanpa Bantuan Manusia. Ternak secara naluri akan berkembang biak dengan melalui proses perkawinan.
Berdasarkan tempat perkawinannya maka dapat dibedakan menjadi dua sistem yaitu : Hand mating dan Pasture mating. Sedangkan berdasar cara pelaksanaan terdapat perkawinan individu dan perkawinan kelompok.

a.     Cara Pelaksanaan
·       Perkawinan Individu, Yaitu dengan cara ternak betina yang sedang berahi dibawa ke tempat pejantan atau sebaliknya. Sedikit pejantan mengawini dua kali setelah itu betina yang baru dikawini tersebut dibawa jalan-jalan agar sperma bisa cepat bertemu dengan ovum
·       Perkawinan Kelompok, Yaitu sekelompok ternak betina dibiarkan hidup bersama-sama dengan seekor pejantan, baik dikandang maupun dipadang penggembalaan secara terus menerus selama 60 hari. Apabila masih ada beberapa betina yang masih belum bunting maka diberi kesempatan untuk berkumpul sekali lagi.

Ada beberapa alasan mengapa sering terjadi keterlambatan kebuntingan atau kelahiran. Ini banyak sebabnya diantaranya :
§  tidak menyadari akan pentingannya mempunyai pejantan sendiri
§  perkawinan yang dipaksakan pada waktu ternak tidak berahi tidak akan menghasil kan kebuntingan.
§  pejantan–pejantan di campur dengan betina-betina sepanjang waktu
§  induk yang kurang makan sukar untuk menjadi bunting dan hasil anaknya jelek pengaruh panas udara

b.     Sistem Perkawinan
Perkawinan pada sapi ada dua sistim perkawinan pada sapi yaitu:
·       Hand Mating yang biasanya dilaksana kan dalam suatu kandang khusus.
·       Pasture Mating yaitu perkawinan yang dilaksanakan dalam suatu pasture atau padang penggembalaan yang cukup luas, dimana antara betinabetina dan pejantannya dibiarkan untuk melakukan perkawinan secara alami yang dilakukan dalam pasture.

Semua hewan ternak, baik sapi, dan ternak lainnya perlu suatu perkawinan yang terarah. Perkawinan terarah merupakan salah satu bentuk dari perwujudan perkembangbiakan produktif, oleh sebab itu semua proses harus diperhatikan.
Untuk melakukan perkawinan ada beberapa langkah persiapan yang harus dilakukan seperti:
·       pemeriksaan induk yang pernah beranak
·       pemberian pakan yang bermutu.

Sedangkan kunci keberhasilan suatu perkawinan ternak sangat tergantung dari:
·    tingkat kesuburan dari betina maupun pejantannya serta pengaturan perkawinan. Kesuburan suatu ternak betina dapat diukur dari keteraturan dan kemampuan beranak dengan cepat. Sedangkan kesuburan pejantan dapat diukur dari sifat kejantannya dan jumlah serta kualitas sperma yang dihasilkan.
·     pengaturan perkawinan oleh peternak. Meskipun suatu ternak betina dan pejantannya dalam kondisi subur, tetapi apabila peternak kurang memperhatikan tingkah laku reproduksi ternak yang dipeliharanya maka kesempatan yang baik untuk mengawinkan ternak akan berlalu dengan suatu yang sia-sia.
·       perkawinan pertama
·       Walaupun ternak sudah mencapai pubertas, akan tetapi ternak tersebut belum boleh dikawinkan tetapi harus harus mencapai kedewasaan tubuh terlebih dahulu, karena pada saat itu ternak telah memiliki kedewasaan tubuh dan memiliki bagian-bagian tubuh yang harmonis dan seimbang antara organ yang satu dengan organ lainnya.
·       Perkawinan yang tepat pada waktu betina sedang berahi
·       Pengaturan perkawinan dengan penyerempakan berahi.

Untuk meningkatkan atau memberikan keuntungan yang maksimal salah satunya dengan cara kita mampu mengatur produktivitas induk-induk ternak sehingga akan melahirkan anak dengan umur yang sebaya yang siap dipasarkan. Untuk itu dapat dilakukan dengan cara mengawinkan induk-induk betina secara bersamaan sehingga induk-induk tersebut akan melahirkan dengan waktu yang bersamaan. Untuk itu perlu dilakukan suatu metode rekayasa proses reproduksi sehingga terjadilah berahi secara bersamaan atau lebih dikenal dengan istilah penyerentakan berahi.
Penyerentakan berahi diatur oleh :
·       penggunaan hormone
·       Perangsangan dengan pejantan
·       Penggunaan metode inseminasi buatan dan sinar laser

2.     Perkawinan Buatan (Inseminasi Buatan)
Inseminasi buatan adalah terjemahan dari artificial insemination (Inggris) dimana artificial artinya buatan atau tiruan sedangkan insemination adalah berasal dari kata latin inseminatus (in artinya pemasukan, penyampaian atau deposisi. Sedangkan semen adalah cairan yang mengandung sel-sel kelamin jantan yang diejakulasikan melalui penis pada waktu kopulasi atau penampungan). Jadi menurut definisi, inseminasi buatan adalah pemasukan atau penyampaian semen kedalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia, jadi bukan secara alami.
Inseminasi Buatan juga merupakan suatu perkawinan dengan menggunakan teknologi dengan bantuan manusia dimana dengan IB ini diharapkan dapat memperbaiki ternak-ternak yang mempunyai genetic jelek yang ada di seluruh dunia ini diganti dengan bibit-bibit yang genetiknya baik, sehingga dapat meningkatkan baik populasi maupun produktivitas ternak. Oleh karena itu pelaksanaan IB sangat penting dipelajari. Hal-hal yang perlu dipelajari dalam pelaksanaan IB adalah :
·       menyediakan semen beku,
·       menyiapkan peralatan dan bahan penunjang
·       mengoperasionalkan IB
·       merawat peralatan IB dan
·       mencatat pelaksanaan IB secara detil.

Inseminasi buatan merupakan satu alat yang ampuh yang pernah diciptakan manusia untuk meningkatkan populasi dan produksi hewan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Teknik Inseminasi buatan sudah sangat meluas dan sudah populer terutama dalam bidang peternakan khususnya lagi pada sapi perah.
Dalam praktek, prosedur inseminasi buatan tidak hanya meliputi deposisi atau penyampaian semen kedalam saluran kelamin betina, tetapi mencakup juga seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengankuan semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada hewan betina serta bimbingan dan penyuluhan peternak khususnya bagi penerapan IB dibidang peternakan.

Prosedur inseminasi buatan

a.     Pengambilan Semen
Ada beberapa metode penampungan semen yang dapat dilakukan untuk inseminasi buatan, seperti metode pengurutan, metode elektro ejakulator dan metode vagina buatan. Namun salah satu cara yang paling umum adalah metode vagina buatan. Alat-alat yang digunakan:
·       silinder karet
·       selongsong dalam
·       tabung penampung
·       corong
Sebelum dilakukan penyadapan, maka apabila preputium terlalu panjang perlu digunting, tetapi jangan terlalu pendek. Bersihkan preputium dan daerah sekitarnya dengan menggunakan sabun dan air hangat kemudian keringkan dengan menggunakan handuk. Demikian juga dibagian belakang sekitar pangkal ekor dari hewan pemancing (betina).

                        
Gambar 1. Vagina Buatan Untuk Menampung Semen

                          
Gambar 2. Pengambilan Semen pada Sapi

b.     Pemeriksaan Semen
Pemeriksaan semen dilakukan secara makroskopis seperti volume, warna dan konsistensi. Sedangkan secara mikroskopis meliputi:
§  menaksir kualitas semen/air mani
§  menaksir prosentase sperma dalam semen
§  Menghitung sperma dengan hymocytometer
§  Menghitung sperma hidup dan yang mati dengan pewarnaan
§  Melihat morfologi sperma dan menghitung sperma normal dan yang abnormal
Contoh alat pemeriksaan semen tertera pada Gambar 6

                         
Gambar 3. Pemeriksaan Semen Sapi dalam Laboratorium

c.     Pengenceran Semen
Fungsi pengencer semen diantaranya :
§  sumber makanan atau nutrisi untuk energi bagi spermatozoa
§  Pelindung spermatozoa dari pertumbuhan kuman
§  Mempertahankan tekanan osmotic
§  Mencegah perubahan PH
§  Mengurangi kerusakan sperma karena “cold shock”

d.     Pelaksanaan (Prosedur) Inseminasi
Metode inseminasi yang sering digunakan adalah dengan menggunakan rekto vaginal. Rektovaginal merupakan metode yang lebih umum dan biasa dipakai pada saat ini karena lebih praktis dan lebih efektip. Caranya :
·    cucilah telapak tangan dengan sabun dan air sampai bersih ambil sarung tangan plastic atau karet dan masukkan di tangan kiri. Sarung tangan tidak mutlak dipakai.
·        celupkan sedikit ujung tangan dengan sedikit air sabun.
·    tangan kiri yang ber sarung plastik tersebut dimasukkan ke dalam rektum secara pelan dan halus mengikuti irama peristaltik atau kontraksi dinding rectum
·     genggam dan fikser cervix dalam telapak tangan. Harus bisa membedakan antara vagina, cevic dan uterus. Kalau diraba cervix akan terasa jauh lebih keras dibandingkan dengan kedua saluran kelamin tersebut.
·     bersihkan atau cuci vulva bibir-bibirnya dari kotoran atau urine kemudian di lap sampai kering dengan mengguna kan kapas atau tissue.

Pipet inseminasi atau “Inseminasi gun” dimasukkan dan di posisikan di pangkal uteri pada posisi 4 melalui vulva dan vagina dan pintu luar cervix atau os externa cervix. Pada umumnya bagi yang belum terampil akan menemukan kesulitan. Contoh pelaksanaan IB pada sapi tertera pada Gambar 4.

                       
Gambar 4. Pelaksanaan IB pada Sapi

D.    Penerapan Bio-Teknologi Reproduksi
Teknologi reproduksi merupakan satu kesatuan dari teknik-teknik rekayasa reproduksi hewan yang dikembangkan melalui suatu proses penelitian dalam bidang reproduksi ternak secara terusmenerus dan berkesinambungan yang hasilnyadapa diaplikasikan untuk tujuan tertentu.

Ada beberapa produk dari hasil teknologi reproduksi yang dapat diketahui, diantaranya:
1.     Perangsangan Biragi (Stimulasi Estrus)
Perangsangan berahi adalah suatu metode yang dilakukan baik secara mekanik dan/atau kimiawi untuk memanipulasi siklus reproduksi hewan agar dapat mempercepat terjadinya berahi dan ovulasi dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas dan efisiensi manajemen (biaya, waktu dan tenaga). Perangsangan berahi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu induksi berahi dan penyerentakan berahi.
Induksi berahi (oestrous induction) adalah suatu perangsangan berahi dan ovulasi yang biasanya dilakukan pada hewan-hewan yang tidak berahi bermusim (anestrous seasonally) atau perangsangan berahi pada hewan di luar atau sebelum masuk musim kawinnya. Sedangkan Sinkronisasi berahi suatu upaya untuk mengendaatau pengaturan siklus estrus sedemikian rupa sehingga periode estrus pada banyak individu hewan betina akan menunjukkan berahi secara serentak.
Pada sinkronisasi estrus pada umumnya dilakukan pada hewan-hewan yang poli-estrus yaitu tidak mengenal musim kawin seperti halnya pada sebagian besar ternak. Ada beberapa hormon yang dapat digunakan diantaranya:
·       Prostalgandin F2 alpha
·       Progesteron dan GnRH (Gonadotropinne Realising Hormone)
·       Progesteron dan PMSG (Pregnant Mare’s Serum Gonadotrophine)
·       Melatonin
·       Estradiol
·       Kombinasi antara progesteron dengan Prostalgandin F2 alpha

2.     Superovulasi (Multiple Ovulasi)
Sapi merupakan ternak uniparous, dimana pada umumnya hanya ada satu sel telur saja yang terovulasi setiap siklus berahi. Oleh sebab itu untuk merangsang terjadinya ovulasi gandanda maka diberikan hormon superovulasi, sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Jadi super ovulasi adalah suatu upaya untuk merangsang ovarium betina agar ternak betina dapat melepaskan ovum (ovulasi) lebih dari satu.
Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa superovulasi adalah hormon gonadotropin seperti hormon Follicle Stimulating Hormone (FSH) Pregnant Mare & #8217 dan Pregnant mare serum gonadotropin (PMSG). Dengan penyuntikan hormone gonadotropin tersebut maka akan meningkatkan perkembangan dan pematangan folikel pada ovarium sehingga diperileh ovulasi sel telur yang lebih banyak. Superovulasi ini dimanfaatkan dalam teknik embrio transfer.

3.     Transfer Embrio
Transfer Embrio (TE) adalah suatu teknologi yang dikembangkan untuk memperbaiki genetika ternak, meningkatkan atau memaksimumkan potensi ternak unggul dalam satu musim kawin, sehingga dapat dipacu peningkatan populasinya.
TE merupakan teknologi alternatif yang sedang dikembangkan dalam usaha meningkatkan mutu genetik dan populasi ternak sapi di Indonesia secara cepat. Dalam dunia peternakan teknik transfer embrio telah berhasil dikembangkan pada sapi , bahkan saat ini telah berkembang sebagai suatu industri peternakan. TE pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan.
Transfer embrio merupakan suatu proses, mulai dari pemilihan sapi-sapi donor, sinkronisasi berahi, superovulasi, transfer embrio kerecipien sampai pada pemeriksaan kebuntingan dan kelahiran. Transfer embrio memiliki manfaat ganda yaitu selain dapat diperoleh keturunan sifat dari kedua tetuanya juga dapat memperpendek interval generasi sehingga perbaikan mutu genetik lebih cepat diperoleh. Manfaat lain dengan TE maka seekor betina unggul yang disuper ovulasi kemudian diinseminasi dengan sperma pejantan unggul dapatmenghasilkan sekitar 40 ekor anak sapi unggul yang seragam setiap tahunnya. Bahkan bisa juga dibuat kembar identik dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan teknik “Cloning”. Dengan TE juga dapat membuat jenis kelamin (jantan atau betina) anak sapi yang diinginkan.
Ada beberapa keunggulan TE dibandingkan dengan IB yaitu:
·       perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan TE sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul
·       dengan TE maka waktu yangdibutuhkan untuk memperoleh derajat kemurnian genetic (purebreed) jauh lebih tinggi dibandingkan IB maupun kawin alam
·    dengan TE, seekor betina unggul mampu menghasilkan lebih dari 20- 30 ekor pedet unggul per tahun, sedangkan dengan IB hanya dapat menghasilkan lebih dari 20-30 ekor pedet unggul per tahun, sedangkan dengan IB hanya dapat menghasilkan satu pedet per tahun
·  Melalui teknik TE dimungkinkan terjadinya kebuntingan kembar, dengan jalan mentransfer setiap tanduk uterus (cornua uteri) dengan satu embrio.

Ada dua macam atau teknik embrio trasfer yaitu :
·      Produksi embrio secara invivo atau juga disebut Multiple ovulation embrio transfer yang bertujuan untuk menghasilkan embrio yang banyak dalam satu kali siklus. Untuk menghasilkan embrio dalam jumlah banyak dapat dilakukan dengan cara penyuntikan FSH. Dari hasil embrio transfer dapat diketahui bahwa satu siklus berahi dapat menghasilkan 5- 7 embrio bahkan kadangkadang dapat men- capai 30.
·    Produksi embrio secara invitro. Sel telur didapat dari ovari yang berasal dari rumah potong hewan kemudian dimatangkan secara invitro. Pematangan ini dilakukan dengan menggunakan media yang kompleks yang umumnya mengandung hormon FSH, LH, Prolaktin, progesteron, protein ovari dan peptida. Sebagai contoh medianya TCM 199.
Hasil panen dari embrio transfer adalah blastosist (sebelum implantasi) dan embrio beku. Hasil dari embrio transfer sangat dipengaruhi oleh kondisi sapi donor, kualitas embrio yang dihasilkan dan kesiapan dari recipient untuk mampu menghasil kan kebuntingan, dengan cara: meningkatkan kualitas Corpus luteum dengan cara penyuntikan HCG dan dengan cara penyuntikan interferon yang berfungsi untuk mencegah regresi Corpus luteum. Ada beberapa permasalahan yang sering dihadapi dalam program transfer embrio, diantaranya:
Pemanenan embrio yang rendah, karena mutu ternak donor yang rendah dan kurang diterapkan rekayasa reproduksinya
Embrio beku masih harus diimpor karena kurangnya informasi dan teknologi pembekuannya
Potensi genetik dan unjuk kerja reproduksi sapi recipient yang umumnya rendah karena kurangnya program seleksi dan rendahnya kemampuan teknisi.

4.     Splitting Embrio
Splitting embrio adalah pembelahan embrio pada stadium Blastosisit, yang akan menghasilkan kembar identik. Setengah embrio dikembalikan lagi kedalam uterus dan setengahnya lagi ditransfer kerecipient.

5.     Clonning Gen
    Clonnign gen yaitu suatu prosedur untuk memperoleh replica yang dapat sama dari sel atau organisme tunggal percobaan yang sudah berhasil adalah Domba Dolly.






Sumber : Nugroho, CP. 2008. Agribisnis Teknik Ruminansia. Departemen Pendidikan Nasional.


0 komentar:

Post a Comment