Dalam memperbaiki kualitas ternak melalui
perbaikan mutu genetik, diperlukan yang cukup lama. Hal ini berbeda dengan
program perbaikan mutu pakan atau pengobatan, dimana hasil yang diperoleh dapat
dilihat dalam waktu yang cukup singkat
Perbaikan mutu genetik ternak sangat dipengaruhi
oleh faktorfaktor yang akan mengontrol atau mengendalikan peningkatan atau
perbaikan mutu genetik dari suatu perilaku atau karakter.
Faktor-faktor tersebut adalah kekuatan sifat
menurun, seleksi deferensial dan interval generasi.
A.
Kekuatan Sifat Menurun
(Heritabilitas)
Pane (1986) mengatakan bahwa heritabilitas
menggambarkan kekuatan sifat menurun dari suatu karakter atau sifat, apakah
karakter ini akan diturunkan kepada anak-anaknya atau tidak. Lebih lanjut
dikatakan bahwa kekuatan sifat menurun adalah suatu keunggulan dari penurun
atau teman sejenisnya pada waktu yang sama yang secara rata-rata diturunkan
kepada keturunannya. Semakin besar kekuatan sifat menurun (heritabilitas) maka
makin besar pula kemungkinan kesamaan turunan dengan penurunnya, terutama jika
faktor lingkungan sama atau hampir sama. Kekuatan sifat menurun ini dinyatakan
dengan tanda h2 dan dinyatakan dalam skala 0-1,0 atau 0-100 persen. Semakin
tinggi nilai h2 maka makin besar kemungkinan kesamaan turunannya.
Kekuatan sifat menurun (Heritabilitas) dapat
pula diukur dengan beberapa cara, diantaranya:
·
Dari
hubungan antara penurun dan turunannya atau perbandingan antara performan dara
dengan induknya. Cara ini dapat dipergunakan untuk mengukur heritabilitas
ternak sapi, biri-biri, kuda dll. Namun demikian pengukuran dengan cara ini
mempunyai Kelemahan dimana efek sifat keindukan (maternal effects) akan membuat
keadaan menjadi membingungkan.
·
Dari
respons yang nyata akibat seleksi Heritabilitas dapat dihitung dari jumlah
penyimpangan (perbedaan) diantara garisgaris seleksi. Cara ini tidak umum
digunakan dalam dunia peternakan
·
Dengan
perbandingan me makai sapi kembar Dalam hal ini dilakukan perbandingan antara
kembar identic
·
(kembar
homozigot, berasal dari satu sel telur) dengan kembar yang berasal dari dua sel
telur (kembar dizigot.
Dikatakan oleh Pane (1986) bahwa heritabilitas
yang didapat dengan mempergunakan cara tersebut ternyata lebih tinggi dari
perkiraan penafsiran dengan memakai cara yang lain (yang bukan kembar).
B.
Seleksi Differensial
Menurut Noor R.R (2004) bahwa pada seleksi untuk
satu sifat, semakin sedikit ternak yang dipilih semakin besar diferensial
seleksinya. Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi
differensial seleksi adalah besarnya kelompok ternak. Semakin besar suatu
kelompok ternak maka differensial seleksi semakin besar. Oleh sebab itu pada
populasi yang besar maka akan semakin besar pula kemungkinan dijumpai
ternakternak yang performannya di atas atau di bawah rataan. Differensial
seleksi pada ternak jantan lebih tinggi dari ternak betina.
Sedangkan Pane (1986) mengata kan bahwa Seleksi
diferensial adalah satu ukuran atau pengukuran untuk dapat mengetahui sampai
mana baiknya penurunan pilihan menghasilkan keturunan. Dilapangan, seleksi
diferensial dapat dipengaruhi oleh bermacam macam faktor. Seleksi diferensial
dapat berkurang atau menjadi terbatas, jika populasi ternak menjadi seragam dan
terdapat terlalu sedikit ternak yang berada di atas atau dibawah nilai
rata-rata. Seleksi diferensial dapat dihitung dari kedua penurunannya baik dari
induk ataupun dari pejantan.
Seleksi differensial pada ternak jantan lebih tinggi
daripada ternak betina. Ternak jantan mempunyai potensi untuk menghasilkan
lebih banyak keturunan jika dibandingkan dengan ternak betina. Intensitas
Seleksi Noor (2004) mengatakan bahwa Intensits seleksi adalah rasio antara
differensial seleksi dengan simpangan baku suatu sifat.
Rumus : Intensitas seleksi (i)
Standar deviasi fenotip (P) adalah suatu
penggambaran variasi yang terjadi untuk suatu sifat atau karakter dari
sekelompok ternak tertentu.
Intensitas seleksinya juga akan semakin tinggi
pada ternak jantan sehingga rataan sifat-sifat produksinya dapat lebih tinggi.
Sebagai contoh pada program inseminasi buatan dimana pejantan akan memiliki
kemampuan untuk menghasilkan anak yang lebih besar lagi dan memungkin kan
peningkatan jumlah anak per pejantan. Sedangkan pada ternak betina dengan
menggunakan teknik ovulasi berganda dan embrio transfer akan memperlihatkan
proporsi ternak pengganti dapat mengubah seleksi deferensial.
C.
Interval Generasi
Interval generasi adalah waktu antara generasi
yang satu dan yang yang berikutnya ditentukan dengan umur rata-rata dari
penurunan ketika penurunannya lahir. Interval generasi juga dapat diartikan
sebagai rataan umur ketua pada saat anak-anaknya dilahirkan. Interval generasi
ini digunakan untuk menghitung rataan kemajuan seleksi per tahun. Interval
generasi secara langsung dapat mempengaruhi kemajuan seleksi per tahunnya.
Semakin besar interval generasi maka semakin kecil kemajuan seleksinya.
Interval generasi akan berbedabeda diantara
species. Interval generasi pada sapi adalah antara 6-7 tahun, unggas 1 tahun,
babi 2-3 tahun, dan pada manusia 30-35 tahun.
D.
Metode Perkawinan
Berdasarkan hubungan kekerabatan suatu metode
perkawinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
·
Pembiakan
tertutup yaitu perkawinan antara turunan.
·
Pembiakan
keluar (out breeding) yaitu perkawinan antara yang tidak berhubungan keluarga
1.
Pembiakan Tertutup
Pada garis besarnya perkawinan antara turunan
dibedakan menjadi dua yaitu:
· Inbreeding. Merupakan perkawinan
antar ternak yang memiliki hubungan keluarga yang lebih dekat jika dibandingkan
dengan rataan hubungan kekerabatan dari kelompok tempat ternak berada. Tingkat
inbreeding sangat tergantung dari berapa dekat hubungan keluarga antara kedua
tetuanya. Inbreeding akan meningkatkan derajat homozigositas dan pada saat yang
bersamaan menurunkan derajat heterozigositas.
· Line Breeding
(biak-sisi).
Perkawinan secara inbreeding pada umumnya akan berpengaruh negatif terhadap
keturunannya. Oleh sebab itu pada umumnya para peternak khawatir akan terjadi
perkawinan secara inbreeding pada hewan ternaknya. Oleh sebab itu ada cara lain
yang biasanya dipilih oleh para peternak yaitu dengan melakukan metode
perkawinan secara line breeding atau biak-sisi. Line breeding adalah suatu
program pembiakan atau perkawinan yang ditujukan untuk menciptakan hubungan
keluarga pada seekor ternak yang baik atau disenangi dan biasanya seekor
pejantan.
2.
Out Breeding
Out breeding merupakan kebalikan dari
inbreeding. Jadi out breeding adalah perkawinan ternak yang hubungan
kekeluargaannya lebih jauh dari hubungan kekeluargaan rata-rata ternak dari
mana mereka berasal. Atau untuk mudahnya dari ternak yang tidak mempunyai
leluhur bersama selama paling sedikit empat generasi.
Out breeding merupakan suatu metode untuk
memperbesar variasi populasi baik secara fenotip ataupun genotip. Pada metode
perkawinan secara out breeding ini maka keadaan heterozigot dari populasi akan
meningkat sehingga akan mengakibatkan daya adaptasi ternak terhadap lingkungan
akan meningkat pula. Pada garis besarnya out breeding dapat dibedakan lagi
menjadi:
a.
Cross Breeding
Sampai saat ini cross breeding memegang peranan
penting dalam perbaikan mutu ternak. Cross breeding dapat dilakukan antara
species, antara jenis, sisi dan lainnya.
Cross
breeding antara species
Cross breeding antar species adalah perkawinan
dengan suatu individu yang berbeda kromosomnya. Oleh sebab itu metode
perkawinan ini belum banyak dilakukan karena adanya kesulitankesulitan teknis dalam
kelanjutan penyilangan ternak yang berbeda jumlah kromosomnya. Meskipun
spermatozoa mampu untuk membuahi sel ovum tetapi pada umumnya hasil pembuahan
yaitu embrionya mempunyai daya tahan hidup cukup rendah. Dan apabila terjadi
dan berhasil maka biasanya apabila fetus yang dihasilkan jantan, merupakan
jantan yang mandul. Tetapi dengan semakin pesatnya perkembangan di bidang
teknologi reproduksi, tidak mustahil dan menutup kemungkinan di masa yang akan
datang metode perkawinan ini dapat dilaksanakan dan menjadi bermanfaat dengan
nilai ekonomis produksinya yang sangat menguntungkan.
Untuk saat ini metode biak silang antara species
dimanfaatkan masih dalam penelitian-penelitian saja. Sebagai contoh bahwa
antara sapi bali dengan sapi Simmental bukan berada dalam species yang sama.
Kedua-duanya hanya sama dalam familinya saja. Tetapi dari hasil perkawinan
antara kedua species yang berbeda tersebut ternyata memberikan hasil yang cukup
baik. Hasil produksinya, berat lahir maupun berat sapih umumnya baik/lebih tinggi,
tetapi anak yang dihasilkannya mandul.
Beberapa contoh dari hasil biak silang antara
species yang telah berhasil dilakukan, seperti :
·
Cattalo
yaitu hasil perkawinan antara sapi dengan bison
·
Beefalo
yaitu hasil perkawinan anatara sapi dengan kerbau
·
Mule
yaitu hasil perkawinan antara kuda dengan keledai
·
Zebroid
yaitu perkawinan antara kuda dengan zebra Grevy
·
Asbra
yaitu perkawinan antara keledai dengan zebra, dll
· Cross
breeding antara breed Cross breeding antara breed adalah perkawinan pada ternak
yang berbeda jenisnya. Persilangan dengan cara ini secara komersial mempunyai
tujuan untuk:
· Mendapatkan
keuntungan dari setiap heterosis atau hibrid vigor yang dapat mengakibatkan
hasil persilangan tersebut lebih baik atau lebih produktif dari salah satu asal
penurunannya.
· Mengambil
keuntungan sebesar mungkin dari karakter atau sifat-sifat yang baik dari dua
keturunan atau lebih yang berbeda tipenya.
Perkawinan silang antara keturunan akan dapat
menghasilkan jenis baru. Sebagai contoh:
· Sapi
Santa Gertudis, Merupakan hasil persilangan sapi induk Shorthorn dengan
pejantan Brahman. Hasil dari persilangan ini mempunyai keunggulan atau
perbaikan genetik yaitu sapi santa Gertudis mempunyai berat dewasa rata-rata
100 kg lebih berat dari sapi Shorthorn pada umur dan jenis kelamin yang sama.
· Sapi
Brangus, Merupakan hasil persilangan antara Brahman dan sapi Angus. Sapi hasil
persilangannya mempunyai sifat-sifat atau kharakter seperti sapi Angus.
· Beef
Master, Persilangan antara sapi Brahman, Shorthorn dan Hereford akan menghasilkan
jenis sapi baru yang di beri nama Beefmaster yang mempunyai perbaikan dalam
kesuburan, pertumbuhan dan produksi susu.
Dan jenis-jenis sapi lain yang merupakan hasil
persilangan antara dua atau lebih dari jenis yang berbeda dan mempunyai kemampuan
produksi yang lebih tinggi dari induknya, seperti sapi Charbray, sapi Dorought
master, dll.
b.
Out Crossing
Yang dimaksud perkawinan dengan metode
outcrossing adalah jika kita memasukkan pejantan baru yang nantinya sebagai
pembawa variasi genetik baru, dalam suatu kelompok ternak yang kita miliki. Out
crossing ini dapat dimanfaatkan sebagai crash program dalam suatu upaya untuk
perbaikan mutu. Hal ini tergantung dari berat ringannya out crossing tersebut.
c.
Back Crossing
Back crossing adalah persilangan dimana anak
sapi (ternak) hasil dari persilangannya dikawinkan kembali
dengan penurunnya, sehingga diharapkan agar
sifat baik yang terdapat pada F1 dapat dipertahankan terus.
d.
Grading Up
Grading up adalah peningkatan mutu suatu
keturunan dengan jalan persilangan yang terus menerus. Cara ini telah terkenal
dan banyak digunakan di seluruh dunia, dimana untuk di Indonesia, program
tersebut telah banyak dilakukan terutama pada ternak unggas
e.
Top Crossing
Top crossing dilakukan pada peternak yang ingin
kembali pada sumber genetik asal yaitu dari suatu keturunan untuk mendapatkan
beberapa materi genetik baru.
f.
Mating Likes
Mating likes atau assortative mating adalah
mengawinkan ternak yang setingkat yaitu ternak yang baik dengan yang baik,
ternak yang sedang dengan yang sedang dan ternak yang jelek dengan yang jelek.
Sistim perkawinan ini hanya mengutamakan penilaian berdasarkan fenotip. Cara
ini tidak efisien dalam upaya merubah frekuensi gen dibandingkan dengan cara
seleksi dan perkawinan lainnya.
Pada dasarnya ternak yang berbeda secara genetik
misalnya antara bangsa atau species apabila disilangkan akan menghasilkan
keturunan yang bersifat heterosis. Ada yang bersifat heterosis positip yaitu
jika keturunan yang dilahirkan lebih baik dari kedua penurunnya dan adapula
yang bersifat heterosis negatip yaitu apabila terjadi kebalikannya. Untuk
mendapatkan sifat heterosis dari keturunannya maka perbedaan genetik dari kedua
penurunnya haruslah besar. Heterosis yang positif dalam dunia peternakan
disebut sebagai hibrid vigor yaitu keturunanya yang mempunyai sifat lebih baik
dari penampilan rata-rata kedua penurunnya. Pada umumnya hibrid vigor akan
memberikan penampilan yang maksimum pada turunan pertama (F1) dan kemudian akan
menyusut secara bertahap setiap dilakukan silang balik dengan penurunnya.
Manfaat dari persilangan secara umum didapat
pada sifat-sifat yang memiliki nilai heritabilitas rendah sampai sedang.
Beberapa keuntungan langsung dari sistem persilangan dari berbagai ternak :
·
Pada
sapi pedaging umumnya didapat setelah anak-anaknya dilahirkan. Jumlah anak yang
dilahirkan per 100 betina yang dikawinkan akan lebih tinggi pada ternak-ternak
silangan.
Sumber : Nugroho, CP. 2008. Agribisnis Teknik Ruminansia. Departemen Pendidikan Nasional.
Sumber : Nugroho, CP. 2008. Agribisnis Teknik Ruminansia. Departemen Pendidikan Nasional.
0 komentar:
Post a Comment