Thursday, January 19, 2017

Pencemaran Limbah Peternakan Babi Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup





Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran. Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka pemgembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha tersebut.
Sejauh ini kebijakan pemerintah yang lebih berorentasi pada sistem pertanian konvensional di mana banyak mengandalkan input produksi seperti pupuk organik ataupun pestisida dalam jumlah tinggi untuk memacu target produksi. Dalam kenyataan hal tersebut justru telah memberikan dampak negatif terhadap ekosistem lahan pertanian yang ada sehingga lambat laun akan menurunkan produktivitas pertanian dan akibatnya akan berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan petani/peternak. 
Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar. Baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan.
Masalah yang disoroti dalam tulisan ini adalah potensi pencemaran oleh usaha peternakan babi dan upaya pengelolaannya. Potensi pencemaran bisa berasal dari kotoran (feses dan urine), pakan minum ternak babi, dan air cucian. Potensi pencemaran lingkungan oleh usaha peternakan babi terutama terhadap penurunan kualitas udara dan air. 



Deskripsi Limbah

Limbah peternaka adalah semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. limbah yang berasal dari peternakan berupa kotoran ternak, urine, sisa pakan dan gas metan CH4 baik yang berasal dari kotoran maupun enteric fermentasi (sistem pencernaan dalam rumen) setiap tahun selalu bertambah seiring dengan pertambahan populasi ternak dalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani. limbah peternakan akan sangat mengganggu jika tidak dikelola secara baik, karena dapat mencemari udara yang disebabkan oleh aroma kotoran yang kurang sedap, mencemari air karena kotoran dibuang ke sungai, selain itu juga dapat menyebabkan penyakit karena mengundang lalat yang dapat menyebarluaskan sumber penyakit. oleh karena hal tersebut, alangkah bijaknya setiap pelaku usaha peternakan baik skala rumah tangga maupun besar harus memiliki rasa tanggung jawab untuk mengelola limbah hasil ternak dengan baik.
Pengelolaan limbah peternakan untuk skala usaha besar mungkin tidak menjadi masalah karena dukungan teknologi yang canggih dengan modal yang kuat, tetapi tidak demikian dengan skala rumah tangga atau usaha ternak skala kecil dimana faktor modal menjadi kendala utama termasuk modal untuk pengolahan limbah. Sekalipun selama ini usaha pengolahan atau pemanfaatan limbah peternakan sudah banyak dilakukan oleh para peternak. limbah tersebut diolah menjadi pupuk organik, pakan untuk organisme lain, biogas. Tetapi pengolahan limbah yang dilakukan peternak masih dilakukan secara parsial atau terpisah sesuai dengan tujuan masing-masing. sehingga memerlukan tambahan biaya. Selain itu, sumber daya yang dimanfaatkannya hanya limbah ternak, padahal dalam proses tersebut ada sumber daya lain yang sebenarnya mungkin lebih potensial. sumber daya tersebut adalah organisme pengurai yang apabila diketahui potensinya dan tepat pengelolaannya dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. untuk dapat memanfaatkan semua sumber daya tersebut, baik limbah ternak maupun organiseme pengurai menjadi produk yang bermanfaat cara pengolahan tersebut harus terpadu. 

Peternakan Babi dan Potensi Pencemaran Lingkungan
1.  Cara Pemeliharaan Babi
Usaha ternak babi ada dua macam, yaitu 1). pembesaran (penggemukan); 2) pembibitan dan pembesaran. Usaha pembesaran dimulai dengan membeli anak babi lepas sapih untuk dikerem selama kurang lebih setahun, dan dijual pada waktu butuh uang tunai. Sedangkan pembibitan memelihara pejantan yang dapat disewakan dengan imbalan satu anak babi bila lahir. Induk babi rata-rata dapat menyapih 4 ekor anak perkelahiran. Anak babi disapih rata-rata 50 hari, dengan bobot sapih rata-rata 6 kg.
Babi yang dipelihara terkurung dalam kandang terus-menerus sepanjang tahun tanpa pernah dimandikan atau disediakan tempat berkubang. Kandang yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu 1). Cukup mendapat sinar matahari, bersih dan kering; 2). Ventilasi baik; 3). Drainase di dalam atau di luar kandang harus baik; 4). Dalam satu kandang, babi harus sejenis dan seumur. Ukuran Kandang disesuaikan dengan kondisi babi seperti Tabel 1.

   Tabel 1. Ukuran kandang babi
No.
Kondisi babi
Ukuran kandang, m2/ekor
1
Anak babi
2,5 X 1,5
2
Babi pejantan
3 X 2
3
Penggemukan babi:
·       berat 40 kg
·       berat 40 -90 kg
·       berat lebih 90 kg
0,36
0,50
0,75

Lantai kandang adalah tanah dengan serasah yang berupa rumput dan kotoran babi. Serasah ini dapat mencapai ketebalan 60 – 80 cm, dengan tebal rata-rata 30 cm. Kegunaan serasah adalah untuk; 1). alas kandang supaya tidak becek, 2). sebagai pakan tambahan (pengenyang) 3). Komponen pupuk dan 4). sebagai selimut penghangat dan peredam kecelakaan fatal bila anak babi tertindih induknya.

Dalam pemeliharaan babi, peternak tidak terlampau banyak campur tangan karena babi tidak perlu mandi dan kandang tidak perlu dicuci. Kandang dibersihkan hanya pada waktu membongkar kompos dan mengganti alas kandang. Setiap hari lantai kandang yang berupa tanah harus ditaburi rumput kering agar tidak becek, juga sering ditambah daun jagung kering, daun kubis, tergantung waktu dan tenaga untuk merumput (rata-rata 5 kg /hari).

2.  Kesehatan dan Pencegahan Penyakit
Hal yang paling mendukung untuk terjadinya penyakit adalah kandang yang kotor, udara sekitar kandang lembab dan manajemen pemeliharaan yang tidak hieginis. Untuk menjaga kebersihan kandang, kotoran babi harus ada penampungnya yang baik dan jauh dari kandang. Sistem pengairan dalam kandang harus baik dan dialirkan dalam bak penampungan yang jauh dari kandang.
Beberapa penyakit yang sering menyerang ternak babi antara lain : Brucellosis, Kholera, Penyakit Merah/Erisipelas, Anthrax, penyakit Ngorok, Scabies/Kurap dan Castro Enteritis. Untuk mencegah penyakit dapat dilakukan vaksinasi secara teratur dan pemberian obat sesuai jenis penyakit yang menyerang.

3.  Potensi Pencemaran Lingkungan
Ternak secara alami memrlukan lingkungan sebagai tempat tinggal, karena jauh sebelum didomestikasi hewan liar yang hidup di alam membutuhkan tempat tinggal (habitat) yang juga sekaligus menyediakan sumber pakan bagi mereka. Menurut kaidah ekologi fenomena ini merupakan hal yang wajar karena dalam kehidupannya, hewan melakukan interaksi dengan lingkungan tempat hidupnya. beberapa fakta berikut menunjukkan bahwa bidang peternakan mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan aspek lingkungan, ditunjukan dengan berbagai bukti seperti berikut ini :
•    Dua pertiga ternak di dunia berada di negara-negara berkembang
•   Praktek memelihara ternak merupakan usaha peternakan berbasis (multi   purposes) atau dengan tujuan beragam yang dipeliahara secara ekstensif karena ternak memainkan peranan penting dalam kehidupan keluarga dan merupakan budaya dan status sosial pemeliharanya.
•   Pemanfaatan areal yang kurang sesuai untuk lahan pertanian sebagai ”grazing area” ternak merupakan hal yang umum ditemukan
• Pengelolaan usaha merupakan kombinasi antara usaha peternakan dan tanaman pertanian/perkebunan, relatif berkelanjutan karena limbah pertanian menjadi sumber pakan ternak dan kotoran ternak menyediakan pupuk bagi tanaman, sumber energi keluarga (biogas). Kondisi ini memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi kehidupan keluarga peternak.
Kondisi ini terus berjalan dan mencapai puncaknya sehingga mempengaruhi hubungan bidang peternakan dengan lingkungan pada periode ”revolusi peternakan” sebagai akibat dari revolusi industri. Perubahan yang terjadi membawa dampak terhadap perkembangan usaha peternakan di negara-negara berkembang. Selain itu juga perkembangan penduduk dunia memacu peningkatan permintaan produk peternakan sehingga produktivitas ternak semakin dipacu untuk memenuhi permintaan produk asal ternak. Guna mengimbangi kondisi tersebut, ketersediaan pakan yang memadai juga diperlukan. Beberapa hal yang menandai terjadinya perubahan dimaksud antara lain:
• Usaha peternakan menjadi usaha berbasis tunggal (single purpose)
• Jumlah ternak peliharaan meningkat dengan periode pemeliharaan yang semakin singkat
• Peningkatan kebutuhan pakan ternak dalam jumlah yang besar, sehingga peternak kecil cenderung bergantung pada pakan impor (yang lebih efisien untuk mengejar target produksi)
• Ternak tidak lagi diumbar, tetapi diperlihara dalam kandang (karena memudahkan dalam pengontrolan penyakit dan produksi
• Perubahan yang terjadi membawa dampak terhadap degradasi lingkungan termasuk diantaranya masalah lingkungan yang terjadi di bidang peternakan.
  Peternakan babi memiliki potensi pencemaran lingkungan udara dan air. Sumber pencemar/kegiatan penyebab pencemaran lingkungan dalam usaha peternakan babi adalah berupa kotoran (feses dan urine), ceceran pakan dan minum babi, dan air cucian untuk memandikan babi atau pembersihan kandang.
     Pencemaran udara oleh peternakan babi berupa bau yang menyengat dan penyebaran virus. Bau yang menyengat berasal dari gas-gas produk perombakan senyawaan organik dari kotoran babi oleh mikroorganisme di udara. Senyawaan organik yang dirombak mikroorganisme adalah senyawa multikompleks, diantaranya asam-asam amino protein sehigga menebar bau menyengat. Untuk orang-orang yang tidak terbiasa, bau yang ditimbulkan oleh peternakan babi bisa menyebabkan mual dan muntah-muntah. Sedangkan virus yang tersebar ke udara dari babi yang sakit bisa menular ke manusia. Selain menimbulkan bau yang menyengat, gas-gas produk perombakan kotoran babi (hidrokarbon ringan terutama CH4, CO2, dan NOx) terakumulasi di udara dan memberi kontribusi bagi pemanasan global. Efek pemanasan global disebabkan oleh tiga gas yaitu methana, karbon dioksida dan nitrogen oksida. Ketiganya berasal dari peternakan besar. Dua belas persen emisi gas methana dihasilkan hanya oleh milyaran ternak yang dipelihara di seluruh dunia.Hal ini jauh lebih berbahaya, jika kita tahu bahwa satu molekul methana menyumbang efek pemanasan global 25 kali lebih besar daripada satu molekul karbon dioksida.
    Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor peternakan sapi, kerbau, domba, kambing, babi dan unggas menghasilkan emisi gas rumah kaca yang setara dengan 18% CO2. Sektor peternakan juga menghasilkan 65% dinitrogen oksida yang berpotensi terhadap pemanasan global yang lebih besar daripada CO2 yang sebagian besar berasal dari kotoran ternak. 37% dari semua metana yang dihasilkan oleh manusia juga berasal dari sektor peternakan, dimana metana mempunyai efek pemanasan 23 kali lebih kuat dari CO2. Metana memiliki dampak sekitar 25 kali CO2. Tetapi ketika metana sudah berada di atas atmosfer dan bereaksi, ia akan mempunyai dampak 72 kali lebih besar dari CO2 dan itu merupakan pengaruh (efek) yang sangat besar. 
Selain itu peternakan juga menghasilkan 64 persen amonia yang secara signifikan menghasilkan hujan asam. Emisi amonia dari peternakan mencapai angka 90% dari dari seluruh tinja cair. Amonia ditemukan di area tertentu, seperti di peternakan dan juga tempat penyimpanan dan produksi pupuk organik. Amonia dan Nitrogen yang dihasilkan dapat diturunkan dengan cara mengurangi jumlah ternak, mengubah makanan ternak dan mengurangi produksi tinja cari. Hal ini akan menguntungkan tak hanya secara ekologis tapi juga secara ekonomis.
Beberapa faktor yang ikut menyumbang terjadinya pemanasan global antara lain dari sektor industri peternakan khususnya produsen pakan dan industri peternakan antara lain:
1.        Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak Dalam proses pembuatan pakan ternak memerlukan proses terlebih dahulu pada saat pengolahan lahan pertanian untuk pakan ternak dapat menghasilkan gas karbon dioksida sebanyak 28 juta ton pertahunnya. Sedangkan karbon dioksida yang terlepas dari padang rumput yang terkikis menjadi gurun sebesar 100 juta ton pertahunnya. Pembukaan lahan yang di gunakan untuk peternakan menyumbang emisi 2,4 miliar ton karbon dioksida pertahunnya. Sedangkan untuk penggunaan bahan bakar fosil, peternakan menyumbang 90 juta ton karbon dioksida setiap tahunnya.
2.       Emisi karbon dari pencernaan hewan ternak dalam proses pencernaan hewan ternak khususnya ruminansia dibantu oleh bakteri metanogen. Bakteri ini menimbulkan produksi gas metan, gas metan yang di hasilkan dari pencernaan hewan ternak dalam setahun dapat mencapai 86 juta ton pertahunnya.Sedangkan metana yang terlepas dari pupuk dari kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton pertahunnya.
3.       Emisi karbon dari pengangkutan serta pengolahan hasil ternak
    Pada saat pengolahan daging hasil peternakan dapat menghasilkan emisi karbon sebesar puluhan juta ton pertahunnya. Sedangkan dari pengangkutan hasil ternak ke konsumen dapat menghasilkan emisi gas karbon dioksida dapat mencapai 10 juta ton pertahunnya.
Pencemaran air terutama terjadi pada musim hujan akibat kotoran, darah, dan urine babi yang mengalir terbawa air hujan. Karena membawa senyawaan organik, limbah cair peternakan babi akan meningkatkan BOD air yang menyebabkan turunnya kadar oksigen dalam air. Jika kadar oksigen suatu perairan turun sampai kurang dari 5 mg/liter, maka kehidupan biota air seperti ikan terancam. Selain itu, air tercemar limbah peternakan babi tidak sehat digunakan untuk kebutuhan MCK apalagi untuk minum karena akan mengakibatkan gatal-gatal. Tentu saja, penduduk yang sehari-hari menggunakan air sungai beresiko terkena dampaknya.


Upaya Mengurangi Dampak Pencemaran Lingkungan dalam Produksi Babi
  Konsep produksi bersih merupakan pemikiran baru yang pertama kali diperkenalkan oleh UNEP (United Nations Environment Programme) untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan dengan lebih  bersifat proaktif. Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinyu pada proses produksi, produk dan jasa mulai  dari hulu ke hilir  untuk meningkatkan efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (UNEP, 1994).
    Purwanto (2009) menjelaskan bahwa berdasarkan UNEP (1999) strategi yang digunakan dalam melakukan pencegahan dan minimisasi limbah adalah dengan 1E4R yaitu Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim). edangkan KLH (2003) membuat Kebijakan Nasional Produksi Bersih menggunakan strategi 5R yaitu Re-think, Re-use, Reduction, Recovery dan Recycle. Yang dimaksud dengan 1E5R menurut Purwanto (2006) diatas adalah :

  1. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan akan dijalankan, dengan implikasi :
a)     Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produksi
b)    Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya  perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan pengusaha.
  1. Elimination (Pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah langsuung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai produk.
  2. Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi timbulan sampah pada sumbernya.
  3. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang  memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi.
  4. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuan fisika, kimia dan biologi.
  5. Recovery/Reclaim (pungut ulang/ambil ulang) adalah upaya menambil bahan – bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi.
    Namun ada hal yang harus diperhatikan menurut Purwanto (2004) bahwa dari 5R diatas ada 2R pertama (rethink dan reduce) yang harus ditekankan. Apabila dengan strategi 2R pertama tersebut masih menimbulkan pencemar dan limbah baru kemudian melakukan strategi tingkatan pengelolaan limbah yaitu 3R (reuse, recycle dan recovery).
   Penggunaan nitrogen yang lebih efisien pada peternakan babi dan pakan babi dengan kualitas mempromosikan pencernaan-dapat membantu mengurangi efek pada lingkungan ketika para petani menghasilkan babi.
Produksi daging babi diperkirakan meningkat tajam dalam dekade-dekade yang akan datang. Oleh karena itu penting untuk menyelidiki apakah ada bagian dari proses produksi babi yang dapat dioptimalkan untuk mengurangi dampak lingkungan.
  Penilaian Siklus Hidup (LCA) adalah alat yang digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan. Dalam tesis PhD dari Fakultas Pertanian Sciences, University of Aarhus, LCA digunakan untuk menunjukkan bahwa peternakan babi adalah mata rantai dalam rantai produksi daging babi dengan dampak lingkungan yang paling besar yang berkaitan dengan pemanasan global, eutrofikasi (pencemaran nutrisi), dan peningkatan keasaman.
   Beberapa penelitian di bidang pertanian membuktikan produksi pupuk dan pakan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemanasan global, sedangkan rumah jagal dan transportasi daging dengan kapal laut tidak mempengaruhi lingkungan sangat banyak. Kontribusi terbesar pemanasan global berasal dari gas ketawa, yang terutama gas emisi dari pupuk kandang dan denitrifikasi dari nitrat. Kontribusi terbesar eutrofikasi dan peningkatan keasaman masing-masing berasal dari nitrat dan amonia, Semua senyawa ini mengandung nitrogen. Cara yang jelas untuk meningkatkan profil lingkungan daging babi karena itu adalah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen pada peternakan babi dan dalam produksi pakan babi.
   Terdapat kemungkin untuk mengurangi potensi pemanasan global sekitar lima persen per kg daging babi. Ini dapat dilakukan dengan menambahkan enzim pencernaan xylanase ke pakan babi. Namun, enzim tersebut hanya mempunyai efek terbatas pada potensi eutrofikasi. Pengurangan emisi gas rumah kaca terutama disebabkan oleh penurunan penyerapan pakan, karena dengan penambahan pakan xylanase babi dapat mencerna makanan mereka lebih baik dan dengan demikian makan lebih sedikit pada tingkat pertumbuhan tertentu.
  Kemungkinan Emisi gas rumah kaca bisa ditekan dengan memanfaatkan slurry limbah peternakan babi sebagai bahan pembuatan biogas juga dipelajari dalam tesis ini. Pemisahan slurry babi menjadi fraksi cairan dan fraksi fiber atau degassing slurry dalam pabrik biogas dilanjutkan penggunaan biogas untuk produksi panas dan listrik juga dipelajari dalam rangka untuk melihat apakah proses ini mengurangi dampak lingkungan.
 Meskipun pemisahan slurry mengakibatkan pengurangan dalam transportasi slurry dan pengurangan penggunaan pupuk fosfor di pertanian sebagai pihak penerima akhir, pengurangan emisi gas rumah kaca sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah gas rumah kaca yang dipancarkan dari mata rantai lain dalam rantai produksi daging babi.
   Memproduksi biogas dari slurry dan menggunakan energi untuk menghasilkan listrik dan panas, bagaimanapun, bisa mengurangi emisi gas rumah kaca per kg babi secara signifikan. Di sisi lain, produksi biogas tidak memiliki potensi yang sama untuk mengurangi jumlah pemakaian fosfor di ladang pada peternakan babi seperti pemisahan slurry.
  Diperlukan pengembangan lebih lanjut metode untuk mengukur emisi gas ketawa dan fosfor serta emisi CO2 yang disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan dalam rangka meningkatkan kualitas penilaian siklus hidup masa depan terhadap produk pertanian.

Pengolahan Limbah Bernilai Ekonomis
    Peternakan babi menimbulkan limbah gas (polusi udara berupa bau yang menyengat) dan cair. Polusi udara berupa bau menyengat di lingkungan peternakan babi bisa diatasi secara alami dengan menanam jenis-jenis tanaman berkhasiat aroma terapi dan tanaman-tanaman penyerap gas racun. Selain itu, penerapan teknologi terapan biogas dari kotoran babi memungkinkan untuk menghasilkan energi sekaligus menurunkan tingkat polusi udara.
Untuk pengolahan limbah cair, peternakan babi harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah seperti septic tank dan pengolahan limbah khusus menjadi pupuk Unit pengolahan limbah harus ada agar tidak mengganggu kepentingan masyarakat. Pengabaian penyediaan unit pengolahan limbah sering memicu konflik dengan masyarakat. Pengolahan limbah bisa langsung dilakukan di lokasi kandang dengan proses pengomposan alami.
Dalam pengomposan alami, kotoran babi berupa feses dan urin tercampur merata dengan rumput/biomassa limbah pertanian. Pengomposan terjadi akibat proses fermentasi yang merombak senyawaan kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana berwujud gas, cair, dan ampas padat. Proses fermentasi biasa ditandai dengan pelepasan panas sehingga akan meningkatkan suhu dan lantai lebih hangat. Ampas padat hasil perombakan pada proses fermentasi inilah yang disebut pupuk kompos. Kompos tersebut dipindahkan setiap 3 bulan sekali untuk pupuk tanaman. Produksi kompos bisa mencapai 1 ton/ekor/tahun dengan kotoran rata-rata ¼ bagian dan ¾ adalah hijauan (biomassa limbah pertanian).
Pengomposan alami hanya fokus untuk mendapatkan kompos dari limbah kotoran. Namun, gas-gas yang dilepaskan dalam pengomposan yang bernilai energi dibiarkan lepas ke atmosfir dan memberi kontribusi ke pemanasan global. Pengolahan limbah kotoran dalam unit fermentor menempatkan gas-gas hidrokarbon ringan hasil perombakan sebagai produk utama, sedangkan padatan sisa diperoleh sebagai kompos, dan cairan berpotensi sebagai pupuk cair. Ini adalah teknik pengolahan terintegrasi yang bisa menjadi alternatif terbaik; mengatasi masalah limbah padat, cair dan gas sekaligus memproduksi biogas, pupuk kompos dan pupuk cair. 

 Sumber :
Cheville, N.F. 1999. Introduction to Veterinary Pathology. Second Edition. Iowa State University Press / Ames.
Giuffra E, Kijas JM, Amarger V, Carlborg O, Jeon JT, Andersson L. (200). The origin of the domestic pig: independent domestication and subsequent introgression. Genetics. 154(4):1785-91. PMID 10747069
McClung, Robert M., "The New Book of Knowledge: Pigs"
Rosenberg M, Nesbitt R, Redding RW, Peasnall BL (1998). Hallan Cemi, pig husbandry, and post-Pleistocene adaptations along the Taurus-Zagros Arc (Turkey). Paleorient, 24(1):25–41.
Syukur, D.A., “Beternak Babi”, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung
Sinaga, S. (2009), Peternakan Babi Kereman di Kretek Wonosobo.





1 komentar: